Edukasi Sikap Toleran untuk Berperilaku Toleran:  Suatu intervensi di SD Pertiwi Bogor

Dr. Tjut Rifameutia, MA, Psikolog      Dosen dan Peneliti dari Lab. Riset Learning, Education, and School Wellbeing Fakultas Psikologi UI

 

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Setara Institute pada tahun 2023,  kota Bogor menempati urutan pertama sebagai kota yang paling tidak toleran terhadap kebebasan beragama di Indonesia. Sebelumnya, pada Juli 2021 Forum Masyarakat Bogor Damai Sejahtera (Forbodas) memaparkan hasil light survey/rapid assessment tentang persepsi masyarakat Kota Bogor mengenai toleransi dan Kebebasan Beragama Berkeyakinan (KBB) yang menunjukkan bahwa pada sisi pengetahuan, sebagian besar partisipan memiliki pemahaman yang toleran, tetapi  pada kondisi dan situasi yang lebih nyata untuk sikap dan praktek sehari-hari, respon partisipan bervariasi. Respon partisipan untuk kehadiran memenuhi undangan acara keagamaan agama lain menurun jumlahnya dibandingkan respon pada posisi tidak keberatan pada pernyataan sebelumnya. Demikian juga dengan pernyataan membangun tempat ibadah di tempat tinggal, respon partisipan yang tidak keberatan pada pernyataan sebelumnya juga mengalami penurunan.  Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian antara pengetahuan dan perilaku toleran.

Kenyataan di atas mendorong kami dari Laboratorium Learning, Education, and School Wellbeing (LEdS) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, yaitu Dr. Puji Lestari Suharso, M.Psi., Psikolog, Indri Hapsari, S.Psi, M,Psi., PhD, Psikolog dan Dr. Tjut Rifameutia, M.A., Psikolog  untuk memikirkan usaha intervensi berupa suatu edukasi membangun sikap toleran untuk membuahkan hasil berupa perilaku toleran pada siswa di sekolah dasar di Bogor.  Di sekolah dasar, karakter toleran menjadi salah satu karakter yang penting untuk ditanamkan. Karakter toleran mampu menciptakan kesadaran dan penerimaan terhadap keberagaman dalam kehidupan, agar terwujud kerukunan antar sesama di tengah perbedaan. Pada usia sekolah dasar, siswa mulai menyadari akan penampilan dan perbedaan pada diri mereka sendiri dan orang lain. Kesadaran tersebut akan menumbuhkan pertanyaan pada siswa ketika mengetahui sesuatu yang berbeda dari seseorang, sehingga perlu diajarkan bahwa setiap orang memiliki perbedaan dan menanamkan cara menghargai perbedaan tersebut (Ilahi, 2013:118).

Masa anak di sekolah dasar rata-rata berada  pada usia 6 sampai dengan 12 tahun. Usia ini masih termasuk pada usia masa anak.  Dalan bukunya, Dasar & Teori Perkembangan Anak, Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa (1980) mengemukakan bahwa pada usia ini seluruh aspek perkembangan mengalami perubahan besar, dari lingkungan orang tua, kelompok anak-anak sampai kelompok sosial yang lebih luas.  Rangkaian orang tua – keluarga – sekolah – teman teman – merupakan rangkaian peningkatan dalam sifat, sikap, minat dan cara penyesuaian. Selanjutnya Gunarsa menyatakan bahwa pada usia ini anak-anak melalui proses berpikir yang banyak didominasi oleh khayalan-khalayan, sampai pada proses berpikir obyektif dan riil.

Tugas perkembangan pada anak usia 6 sampai 12 tahun (Gunarsa, 1980:64) adalah:

  1. Belajar kemampuan-kemampuan fisik yang diperlukan agar bisa melaksanakan permainan atau olah raga yang biasa.
  2. Membentuk sikap-sikap tertentu terhadap dirinya sebagai pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang.
  3. Belajar bergaul dengan teman-teman seumurnya.
  4. Memperkembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis dan menghitung.
  5. Memperkembangkan nurani, moralitas dan skala nilai.
  6. Memperoleh kebebasan pribadi.
  7. Membentuk sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok social dam institusi.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka pengabdi berpikir bahwa penting untuk menstimulasi dan menanamkan moralitas dan nilai toleran pada siswa Sekolah Dasar, karena mereka berada pada tahapan usia krusial dimana pembentukan nilai dan sikap terhadap kelompok kelompok sosial dan institusi berada pada usia ini.

Dengan dimilikinya sikap toleran yang positif, maka anak akan menunjukkan perilaku toleran.  Melalui pembiasaan berperilaku toleran, diharapkan kemudian pada anak akan terbentuk pribadi yang berkarakter toleran.

Kegiatan intervensi pengabdi lakukan pada hari Jum’at 27 Oktober dan 3 November dengan peserta kegiatan dari kelas 2 sampai dengan kelas 6 di SD Pertiwi Bogor.  Dengan mempertimbangkan tahap perkembangan siswa, para siswa dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok siswa yang tergolong berada pada fase kanak-kanak pertengahan (kelas 2 dan 3 SD) berjumlah 20 siswa, serta kelompok siswa yang tergolong berada pada fase kanak-kanak  akhir (kelas 4 sampai dengan 6 SD) berjumlah 20 siswa. Masing-masing kelas dipandu oleh seorang fasilitator dan ko-fasilitator.  Kegiatan dirancang terdiri dari 4 sesi interaktif yang dilakukan masing-masing per harinya 2 sesi @ 1.5 jam dengan jeda waktu 1 minggu di antaranya.  Kegiatan selalu dimulai dengan kegiatan ice breaking atau energizer (gerakan penyemangat) di awal sesi.  Materi pada hari pertama, setelah sambutan pembukaan oleh Kepala Sekolah adalah ‘Pengenalan Diri’ (Siapa Saya) dan Pengenalan Dunia (Di sekitar Saya: Kamu, Dia, dan Mereka).  Materi pada hari ke dua adalah ‘Respek dan Empati’ dan ‘Keberagaman adalah Kekayaan Kita’.  Keempat sesi tersebut mengikuti alur dari pengenalan diri terlebih dahulu, mengenali dan menerima diri, respek pada diri, agar muncul rasa percaya diri yang positif sebagai dasar menghargai perbedaan dan menghormati orang lain. Kemudian para siswa ‘diajak’ mengenal dunia di sekitarnya yang memperkaya kehidupan dan dunia dengan berbagai ragam keberadaan masing-masing.  Para siswa diajak bersyukur dan menyadari bahwa hidup semakin berarti dengan keberadaan orang lain, dan hal tersebut bermakna bagi diri kita masing-masing dan bagi semua.  Melalui respek akan timbul empati.  Para siswa berlatih menunjukkan empati yang kemudian diperkuat dengan kegiatan memperkuat rasa bersyukur adanya keberagaman di sekitar kita semua.

Dalam sambutannya, Kepala Sekolah SD Pertiwi, Bapak Miptahudin, S.Pd., M.M. menyampaikan rasa syukur dan gembira dengan adanya kegiatan pengabdian masyarakat dari Universitas Indonesia dan berharap para siswa SD Pertiwi semakin baik perilakunya, dapat menunjukkan perilakui menghargai orang lain, berakhlak baik.

Para peserta edukasi sangat antusias berpartisipasi dalam kegiatan interaktif yang diawali dengan perkenalan, kemudian masing-masing siswa diajak berpikir mengenal diri dan lingkungan dengan lebih seksama, serta ‘melihat’ hal-hal baik yang ditimbulkan dari kebersamaan untuk kemudian mengekspresikannya dalam gambar maupun secara verbal.

Di samping pretest dan posttest, pengabdi melakukan evaluasi mengenai penyelenggaraan dan perubahan sikap siswa yang diperoleh melalui wawancara terhadap guru dan siswa peserta kegiatan dua belas hari setelah kegiatan dilaksanakan.

Hasil post test para peserta menunjukkan peningkatan yang baik.  Dari hasil evaluasi kegiatan, semua siswa menyatakan bahwa lokalatih Edukasi Sikap Toleran untuk Berperilaku Toleran mereka rasakan  bermanfaat.  Sebagian besar menyatakan bahwa kegiatan tersebut telah membantu mereka mengenal diri dan lingkungan dengan lebih baik, di samping itu juga lebih percaya diri dalam mengekspresikan sesuatu.  Mereka meyakini bahwa dengan berperilaku toleran, respek terhadap orang lain akan membuat kehidupan lebih nyaman, tidak bertengkar.

Pendapat Guru dan para siswa yang menyatakan cukup puas dengan pelaksanaan kegiatan, serta para siswa yang merasakan perubahan pada diri mereka menjadi lebih mudah menerima perbedaan, menunjukkan bahwa kegiatan lokalatih Edukasi Sikap Toleran untuk Berperilaku Toleran ini cukup berhasil dalam mengedukasi siswa.  Semoga pembiasaan setelahnya akan membuat perilaku ini menjadi salah satu karakter yang positif pada diri para siswa, dimana mereka mampu berperilaku toleran.

 

Referensi:

– Gunarsa, Singgih D. (1980). Dasar & Teori Perkembangan Anak. Jakarta: Libri

– Ilahi (2013). Pengertian Toleransi. Bandung: Ciptapusaka Media.

– Mahoney, J. L., Weissberg, R. P., Greenberg, M. T., Dusenbury, L., Jagers, R. J., Niemi, K., Schlinger, M., Schlund, J., Shriver, T. P., VanAusdal, K., & Yoder, N. (2021). Systemic social and emotional learning: Promoting educational success for all preschool to high school students. American Psychologist, 76(7), 1128–1142. https://doi.org/10.1037/amp0000701

– Rachman, Fathur. Hasil Light Survey Metamorfosis, Kota Bogor Masih Memiliki Persoalan Dalam Memahami Toleransi Dan Kebebasan Beragama – KeuanganOnline.id  Diakses pada 5 Maret 2023

– Wisnu, A, Bogor, Kota Paling Tidak Toleran. Bogor, Kota Paling Tidak Toleran | Setara Institute (setara-institute.org)  Diakses pada 18 Desember 2023.

 

(Red Irwan)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan