Oleh Rani Arjun Puttri
Mahasiswa Sastra Minangkabau
Universitas Andalas
Perlu diketahui orang Minangkabau memiliki bahasa dan budaya yang berbeda dari etnis-
etnis lainnya di Indonesia. Dalam hal berbahasa misalnya, orang Minangkabau memiliki
bahasa daerah yang disebut bahasa Minangkabau. Bahasa Minangkabau ini memiliki variasi
baik secara fonologis, morfologis, sintaksis,dan semantis antara satu daerah dan daerah
lainnya. Disamping itu, salah satu kekhasan dan keunikan bahasa Minangkabau adalah
bahasa kias yang dimilikinya. Bagian terbesar dari penuturan orang Minangkabau dalam
menggunakan bahasa adalah penggunaan ujaran tidak langsung termasuk kias. Masyarakat
Minangkabau menganut konsep alam takambang jadi guru. Mereka memegang erat falsafah
itu sejak nenek moyang terdahulu hingga sampai saat sekarang. Maka ajaran dan pandangan
hidup itulah yang dinukilkan ke dalam pepatah-petitih, petuah, kias, mamangan dan bidal.
Pada masa sebelumnya, ajaran dan pandangan hidup itu berkembang secara lisan. Ini semua
terjadi karena masyarakat Minangkabau memiliki tradisi lisan. Dalam suatu masyarakat yang
bertradisi lisan, pepatah atau ungkapan yang mengandung berbagai ajaran dan pandangan
hidup sangatlah penting. Ini digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan berbagai pesan
moral. Makna dan nilai yang menjadi panutan bagi masyarakat yang bertradisi lisan
berkembang melalui ungkapan-ungkapan yang mengandung kias. Maka dari itu perwujudan
dari filosofi alam takambang jadi guru menjadi sangat penting. Filosofi alam takambang jadi
guru dipelajari secara cermat dan seksama merupakan sumber dan bahan-bahan pengetahuan
yang dapat digunakan dalam mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau.
Kedekatangan orang Minangkabau dengan alam dalam menjalankan berbagai aktivitasnya,
terutama dimasa lalu, tampak memperkaya pengetahuan mereka yang pada gilirannya
melahirkan berbagai bentuk ungkapan dan peribahasa yang mengadung kias. Hal ini juga
menjadi salah satu penunjuk identitas keminangan orang Minangkabau. Orang Minangkabau
terutama orang-orang yang di masa lalu ( nenek moyang ) sangat mahir menggunakan kata-
kata kias atau ungkapan dalam percakapan nya sehari-hari, seperti sudah menjadi kebiasaan
yang tidak bisa di lupakan. Orang Minangkabau cenderung tidak terus terang dalam
mengungkapkann sesuatu yang tersimpan dalam pikirannya.
Kias dalam bahasa Minangkabau muncul pada hampir semua ranah pertuturan. Ungkapan
Minangkabau yang mengandung kias sangat beragam jenisnya karena sumber inspirasi
pembentuk kias yang sangat banyak. Kias ini terbentuk dengan menggunakan benda-benda,
sifat-sifat,aktivitas,dan peristiwa yang ada dilingkungan penuturnya. Kias itu sendiri dapat diartikan sebagai perumpamaan, ibarat, sindiran, dan analogi. Fitur-fitur semantis yang
melekat pada lambang kias diumpamakan, diibaratkan, disindirkan dan dianalogikan ke
sikap, perilaku dan peristiwa yang dialami oleh manusia.
Lambang kias itu sendiri diambilkan dari aneka flora, fauna, peralatan, dan benda-benda yang
digunakan dalam berbagai aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain, aneka flora, fauna,
peralatan dan benda-benda yang ada di lingkungan penutur dijadikan sebagai sumber
inspirasi pembentuk kias maupun peribahasa lainnya. Aneka flora itu merupakan sumber
inspirasi bagi pembentukan kias. Salah satunya adalah dengan menggunakan “ sawah”dan
“ladang”. Sawah merupakan tempat petani menanam padi. Padi merupakan tumbuhan (flora)
yang mana akan menghasilkan beras yang akan kita konsumsi setiap hari dan menjadi pokok
pangan dalam kehidupan manusia. Begitu juga dengan ladang, ladang merupakan tempat para
petani menanam berbagai macam jenis tumbuhan.
Ungkapan peribahasa kias “ kok sawah iyo bapamatang, kok ladang ado bintalaknyo, iduik
nan usah mangapalang, adap taratik nan kadijago”. Nah ungkapan peribahasa kias ini
mengandung banyak sekali makna. Makna yang tersirat dalam ungkapan ini sangat halus
memberikan pesan pendidikan akhlak dan moral manusia. Makna “ kok sawah iyo
bapamatang”, bapamatang dalam Minangkabau artinya pembatas atau sepadan dalam setiap
petak -petak sawah yang biasanya itu digunakan sebagai jalan untuk lewat. Setiap sawah pasti
mempunyai pembatas, pembatas dalam setiap petak-petak sawah itu di Minangkabau
dinamakan pamatang sawah. Kok sawah iyo bapamatang, artinya setiap sawah memiliki
pembatas-pembatasnya.
Begitu juga dengan makna “kok ladang ado bintalaknyo”, bintalak artinya juga sama dengan
pamatang, bintalak juga pembatas antara ladang dengan ladang orang lain. Bintalak itu jalan
yang ada di ladang sama seperti pambatang yang digunakan sebagai pembatas agar tidak
sembarangan yang masuk-masuk ke ladang orang. Sedangkan makna “ iduik nan usah
mangapalang” artinya sembarangan saja, semuanya harus dijaga tidak boleh langsung-
langsung seenaknya dalam hidup ini semua ada adapnya. Jangan hidup sesuka hati atau
sembarangan saja. “ adap taratik nan kadijago”, adap artinya kesopanan, keramahan, dan
kehalusan budi pekerti. Adap erat kaitannya dengan akhlak atau perilaku terpuji. Sedangkan
taratik dalam penjelasan kamus Minang-Indonesia artinya etikat/tertib/tingkah laku.
Secara keseluruhan makna ungkapan peribahasa “kok sawah iyo bapamatang, kok ladang ado
bintalaknyo, iduik nan usah mangapalang, adap taratik nan kadijago” artinya dalam hidup
itu telah ada pembatas dan aturan-aturan yang telah ditentukan. Hidup didunia ini tidak
sendiri, kita hidup berkelompok dan semua ada aturannya. Sawah saja ada pembatasnya,
ladang pun juga ada pembatasnya, begitunya juga dengan manusia, manusia hidup itu juga
ada aturan dan pembatas yang harus di jalani dan di taati. Tidak bisa kita hidup dengan
sesuka hati saja. Adap tingkah laku kita harus di jaga, apalagi orang Minang adap taratik dan
sopan santun nya itu dijaga, semuanya dijaga dikalau hidup di Minangkabau. Orang
Minangkabau terkenal dengan adap nya yang sopan santun, tau jo kieh, tau jo malu. Jadi
hidup di mana pun baik di Minang atau di ranah mana pun adap dan etikat itu harus dijaga
jangan sembarangan saja.