Dukung Seni Lokal, Bangun Kesadaran Demokrasi Bersama Masyarakat Dapil IX
Oleh: Nurdibyo – mediapatriot.co.id
Tegal – Suasana Minggu siang, 6 Juli 2025, terasa berbeda di Hotel Premiere Kota Tegal. Lebih dari 300 peserta dari berbagai kalangan masyarakat, tokoh partai, dan komunitas seni berkumpul dalam sebuah acara sosialisasi bertema “Penguatan Partisipatif Masyarakat dalam Pemilu” yang diselenggarakan oleh anggota DPR-RI dari Fraksi PAN, Wahyudin Noor Aly, yang lebih dikenal dengan nama GOYUD.
Acara ini bukan sekadar sosialisasi politik biasa. Dalam balutan budaya dan seni, GOYUD mengajak masyarakat dari Dapil IX (Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Brebes) untuk memahami pentingnya partisipasi dalam pemilu sekaligus merayakan kekayaan seni lokal yang kerap kali terpinggirkan.
Hadir pula para pimpinan DPC PAN dari tiga wilayah tersebut, serta tokoh masyarakat dan pegiat budaya, menjadikan acara ini sebagai pertemuan lintas bidang: politik, seni, dan sosial.
GOYUD: Menyapa Rakyat Lewat Seni dan Demokrasi
Dalam sambutannya, GOYUD menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk pengabdian dan komunikasi langsung dengan masyarakat yang telah mempercayainya sebagai wakil rakyat. “Saya bukan hanya datang untuk menyampaikan program dan kebijakan, tetapi juga ingin menyerap aspirasi masyarakat dengan cara yang akrab, santai, dan menyenangkan,” ujarnya disambut tepuk tangan hadirin.
Menurutnya, partisipasi dalam pemilu bukan semata mencoblos saat hari H, tetapi juga membangun kesadaran politik jangka panjang, mulai dari lingkungan terkecil dalam keluarga. “Kita harus bangga menjadi bagian dari sistem demokrasi. Jangan apatis. Satu suara Anda sangat berarti bagi masa depan daerah dan bangsa ini,” tegas GOYUD.
Ia pun menyampaikan harapan besar kepada masyarakat di Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Brebes agar menjadi pelopor perubahan. “Daerah kita punya sejarah panjang, kekayaan budaya, dan semangat kebersamaan. Saya percaya masyarakat Dapil IX ini mampu memberikan kontribusi besar untuk demokrasi Indonesia yang sehat dan kuat,” ujarnya.
Pementasan Monolog “Gomgoman Brayan” oleh Eko Tunas
Salah satu momen paling menarik dan tak biasa dari acara ini adalah pementasan monolog oleh seniman senior Tegal, Eko Tunas. Di tengah-tengah suasana sosialisasi yang biasanya kaku dan formal, Eko Tunas berhasil membawa angin segar lewat monolog berjudul “Gomgoman Brayan”, sebuah karya orisinal yang sarat pesan sosial dan sindiran halus terhadap kehidupan politik masa kini.
Penampilan Eko Tunas diiringi oleh Rahmansyah, seorang pemuda seniman tiup suling dari Bumiayu, Brebes, yang mengiringi pertunjukan dengan lantunan nada-nada khas Pantura, menghadirkan nuansa magis yang memukau.
Monolog berdurasi 15 menit itu bukan sekadar pertunjukan. Ia menjadi ruang reflektif bersama yang membuka wawasan masyarakat tentang dinamika sosial, politik, dan budaya. Eko Tunas membawakan perannya dengan ekspresi penuh, gestur kuat, dan suara yang menggugah. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya menjadi tamparan halus bagi semua yang hadir, termasuk para tokoh politik.
“Gomgoman Brayan bukan cuma sindiran, tapi juga doa. Doa agar kita semua, para pemimpin, rakyat, dan seniman, bisa brayan—guyub, rukun, dan saling mendengar,” ujar Eko Tunas saat diwawancarai setelah pentas.
Dukungan pada Seniman Lokal dan Budaya Daerah
Kehadiran monolog dalam acara sosialisasi ini bukan kebetulan. Menurut GOYUD, ia sengaja menggandeng para seniman lokal sebagai wujud keberpihakan pada pelestarian budaya daerah. “Banyak seniman kita yang hebat tapi tidak mendapat panggung. Ini bagian dari tanggung jawab saya sebagai wakil rakyat: memberikan ruang, mendengar suara mereka, dan mendukung karya mereka,” kata GOYUD.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa politik tidak harus selalu kaku dan penuh pidato. “Justru lewat seni kita bisa menyampaikan pesan dengan cara yang lebih dalam, lebih menyentuh hati, dan tidak menggurui. Dan itu lebih efektif,” ujarnya.
Acara ini juga menjadi momentum silaturahmi antara politisi dan pegiat seni budaya. Salah satu tokoh budaya yang hadir, H. Atmo Tan Sidik, menyatakan kekagumannya terhadap pertunjukan monolog tersebut. “Monolog Eko Tunas itu menggambarkan gereg politik hari ini—penuh tekanan, harapan, tapi juga satire. Ini bukan sekadar seni panggung, tapi ekspresi nurani rakyat,” kata Atmo.
Ia juga menyampaikan bahwa bertepatan dengan 10 Muharram hari itu, adalah waktu yang tepat untuk merenung dan berdoa bagi keselamatan negeri. “Semoga dari Tegal ini muncul semangat baru untuk Indonesia yang lebih damai, bersatu, dan berkeadilan,” lanjutnya.
Suasana yang Hangat dan Partisipatif
Meskipun berlangsung siang hari, suasana acara tetap hangat dan penuh semangat. Peserta yang datang dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, tokoh agama, pelaku UMKM, dan aktivis perempuan, tampak aktif mengikuti sesi demi sesi. Beberapa bahkan mengajukan pertanyaan langsung kepada GOYUD dalam sesi diskusi interaktif.
Salah seorang peserta dari Kabupaten Brebes, ibu Asmariyah, yang merupakan pengurus kelompok PKK desa, menyampaikan rasa terima kasih karena sudah diundang. “Saya senang sekali bisa hadir, biasanya acara politik itu membosankan, tapi ini beda. Ada hiburan, ada ilmu, dan kita juga diberi kesempatan berbicara,” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Pak Muin, pedagang bubur ayam dari Tegal. “Saya ikut karena penasaran. Ternyata bagus juga. Bapak GOYUD bisa membaur dan tidak kaku. Saya jadi lebih paham soal pentingnya ikut pemilu,” katanya.
Tim GOYUD: “Kami Bekerja, Bukan Hanya Kampanye”
Dalam wawancara dengan awak media, salah satu anggota tim GOYUD menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremonial. “Mas GOYUD selama ini aktif di Komisi II DPR-RI yang memang salah satu tugasnya menyangkut urusan pemerintahan, kepemiluan, dan otonomi daerah. Jadi sangat relevan dengan acara ini,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa ke depan, kegiatan serupa akan dilanjutkan di berbagai titik di dapil, dengan kombinasi pendekatan budaya, ekonomi, dan pendidikan politik. “Kita ingin masyarakat merasa punya wakil yang benar-benar dekat dan mendengar,” katanya.
Penutup: Membangun Harapan Lewat Politik Kultural
Acara sosialisasi yang dipadukan dengan pentas seni seperti ini menunjukkan pendekatan baru dalam membangun kesadaran politik masyarakat. Politik tak lagi hanya milik elite, tapi menjadi ruang kolaborasi antara wakil rakyat, seniman, dan warga biasa.
GOYUD telah memberikan contoh bahwa membangun bangsa tidak hanya lewat undang-undang dan sidang, tapi juga lewat empati, budaya, dan keberanian hadir langsung di tengah masyarakat.
Semoga acara serupa bisa terus digelar, menjadi gerakan nyata politik kultural yang menginspirasi. Dari Tegal untuk Indonesia.
Jika Anda membutuhkan versi cetak atau adaptasi untuk media sosial (IG post, TikTok caption, dsb), saya siap bantu!