Jakarta, 11 Agustus 2025 — Sepuluh figur publik Indonesia bersatu meluncurkan petisi yang mendesak pemerintah mengambil langkah diplomatik yang lebih tegas untuk menghentikan genosida di Gaza. Selain itu, mereka menyerukan agar akses kemanusiaan bagi warga sipil di wilayah tersebut dijamin secara berkelanjutan.
Petisi ini diluncurkan dalam konferensi pers yang digelar di Mardin Fine Baklava Cafe, Kemang, Jakarta Selatan, pada Senin (8/8/2025). Inisiatif ini ditekankan sebagai gerakan independen, tidak berafiliasi dengan partai politik, lembaga swadaya masyarakat, maupun sponsor eksternal.
Menurut para penggagasnya, aksi ini lahir dari panggilan nurani sebagai bentuk solidaritas terhadap penderitaan rakyat Palestina, khususnya di Gaza, yang hingga kini masih mengalami blokade dan kekerasan bersenjata.
Sepuluh tokoh yang terlibat dalam aksi ini antara lain Michelle Santoso, Rebecca Reijman, Bella Fawzi, Inara Rusli, Savitri, Ratu Nur Annisa, Dodi Hidayatullah, Erick Yusuf, Pizaro Ghozali Idrus, dan Asma Nadia. Mereka hadir sebagai tokoh dari berbagai profesi—seniman, musisi, penulis, dan tokoh agama—yang menyerukan suara bersama atas nama kemanusiaan.
“Ini bukan soal agama atau politik, ini soal kemanusiaan. Kami ingin menunjukkan bahwa warga Asia Tenggara pun peduli dan bersatu menyuarakan keadilan,” kata Asma Nadia dalam pernyataannya.
Riene Novita, Koordinator Komunitas Seniman dan Musisi Dukung Palestina, menekankan pentingnya menjaga konsistensi gerakan ini agar tidak hanya menjadi tren sesaat.
“Memang kita punya banyak persoalan di dalam negeri—pengangguran, kemiskinan, dan lainnya—tapi kita tidak boleh melupakan Gaza. Harus ada aksi terus-menerus untuk menjaga semangat solidaritas,” ujarnya.
Riene menyebut bahwa banyak bantuan kemanusiaan dari Indonesia tidak bisa masuk ke Gaza akibat blokade yang diberlakukan. Ia mendorong partisipasi aktif masyarakat sipil dalam gerakan internasional seperti Global March to Gaza.
“Kalau perlu, ratusan ribu orang turun ke lapangan. Kita harus tembus blokade itu. Kita punya dana, punya niat baik, tapi bantuan kita tidak bisa masuk. Ini yang harus dipecahkan,” tegasnya.
Dalam wawancara usai konferensi, Riene menyambut baik upaya pemerintah Indonesia yang sebelumnya berencana menampung pengungsi Gaza di Pulau Galang. Namun, ia menilai solusi kemanusiaan tidak cukup jika tidak disertai tekanan diplomatik yang kuat di level internasional.
“Langkah seperti itu bagus, tapi jangan sampai jadi alibi untuk diam terhadap penjajahan. Kita tidak bisa netral ketika keadilan diinjak-injak,” tambahnya.
Riene juga menyebut inspirasi dari aktivis iklim Greta Thunberg, yang menurutnya menunjukkan bagaimana gerakan sipil bisa menciptakan tekanan global. Ia mendorong masyarakat Indonesia untuk bergerak dalam kerangka yang sama—aktif, nyata, dan konsisten.
Petisi yang diluncurkan ini diharapkan dapat menjadi pengingat bahwa suara publik tetap relevan dan bisa memengaruhi kebijakan luar negeri. Para inisiator menyatakan bahwa aksi solidaritas akan terus berlanjut dalam bentuk diskusi, pertunjukan seni, penggalangan dana, hingga partisipasi dalam misi kemanusiaan internasional.
Red Irwan
Komentar