Setiap hari, di berbagai rumah sakit dan pusat riset di dunia, sebuah mesin canggih bernama siklotron bekerja tanpa lelah. Mesin ini bukanlah senjata perang, melainkan “pabrik mini” pembuat obat radioisotop yang sangat berharga dalam penanganan kanker. Di Indonesia, teknologi ini mulai mendapat perhatian serius karena mampu memberikan terapi yang lebih tepat sasaran, minim efek samping, dan non-invasif.
Siklotron adalah alat pemercepat partikel yang menggunakan medan magnet dan listrik untuk mempercepat partikel bermuatan hingga kecepatan tinggi. Partikel ini kemudian ditembakkan ke target tertentu untuk menghasilkan radioisotop, bahan radioaktif yang digunakan dalam kedokteran nuklir, baik untuk diagnosis maupun terapi. Berbeda dengan reaktor nuklir, siklotron tidak menggunakan fisi uranium dan tidak menghasilkan limbah radioisotop jangka panjang. Produk utama siklotron adalah radioisotop dengan waktu paruh pendek, yang aman digunakan untuk pasien.
Peran Siklotron dalam Terapi Kanker
Salah satu aplikasi terobosan dari siklotron adalah Targeted Radionuclide Therapy atau terapi radionuklida bertarget Prinsipnya, obat radioisotop yang dihasilkan siklotron dikombinasikan dengan molekul pembawa yang dirancang untuk “mencari” sel kanker secara spesifik. Begitu masuk ke tubuh, obat ini langsung menuju ke sel kanker dan melepaskan radiasi tepat di lokasi tersebut, menghancurkan sel jahat sambil meminimalkan kerusakan pada jaringan sehat. Contohnya adalah penggunaan Lutetium-177 atau Iodium-131 MIBG untuk kanker tiroid dan neuroendokrin. Lutetium-177 bisa diperoleh dari reaktor maupun siklotron, tetapi jenis radioisotop lain seperti Fluor-18 (untuk PET scan) hampir seluruhnya berasal dari siklotron.
Keunggulan Terapi dengan Radioisotop dari Siklotron
1. Presisi Tinggi
Radiofarmaka hasil siklotron bekerja seperti “peluru kendali” hanya menghantam sel target tanpa merusak area lain.
2. Non-invasif
Tidak perlu operasi besar, cukup injeksi intravena, sehingga pasien bisa lebih cepat pulih.
3.Minim Efek Samping
Karena radiasi terfokus pada sel kanker, efek samping pada jaringan sehat jauh lebih rendah dibanding radioterapi konvensional.
4.Waktu Pemulihan Lebih Cepat
Banyak pasien yang dapat pulang pada hari yang sama atau keesokan harinya.
Siklotron di Indonesia: Sudah Ada, tapi Belum Merata
Indonesia sudah memiliki beberapa fasilitas siklotron, seperti di Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri, Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRTRRB-BRIN) di Serpong, serta di beberapa rumah sakit besar seperti RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dan Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Fasilitas ini terutama digunakan untuk memproduksi Fluor-18 sebagai bahan utama FDG-PET scan, alat pencitraan canggih untuk mendeteksi penyebaran kanker secara akurat.
Namun, belum semua provinsi memiliki akses ke siklotron atau layanan terapi radionuklida. Tantangan utamanya adalah:
- Biaya investasi mesin siklotron yang mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah.
- Kebutuhan SDM terlatih, baik fisikawan medis, apoteker radiofarmasi, maupun dokter kedokteran nuklir.
- Keterbatasan distribusi radioisotop karena waktu paruh yang pendek, sehingga produksi harus dekat dengan lokasi pasien.
Potensi dan Harapan
Dengan jumlah pasien kanker di Indonesia yang terus meningkat, data Global Cancer Observatory 2022 mencatat lebih dari 396 ribu kasus baru. teknologi seperti siklotron menjadi kebutuhan strategis. Pemerintah dan sektor swasta bisa bekerja sama membangun jaringan fasilitas siklotron yang lebih merata, sehingga pasien di luar Jawa juga bisa mendapatkan akses.
Selain terapi, siklotron juga berperan dalam diagnostik. PET scan berbasis radioisotop dari siklotron mampu mendeteksi kanker sejak stadium awal, memberi peluang besar bagi pasien untuk sembuh total.
BRIN, perguruan tinggi, dan rumah sakit rujukan nasional kini tengah mengembangkan riset radiofarmaka baru, termasuk untuk kanker yang sulit diobati seperti kanker pankreas atau kanker otak. Jika berhasil, Indonesia tak hanya akan menjadi pengguna, tetapi juga produsen obat radioisotop inovatif untuk pasar regional.
Dukungan untuk Pasien dan Tenaga Medis
Teknologi hebat tidak akan bermanfaat tanpa sistem pendukung yang kuat. Itu sebabnya perlu:
- Program pelatihan berkelanjutan untuk tenaga medis dan teknisi siklotron.
- Subsidi biaya terapi radionuklida agar terjangkau oleh pasien BPJS.
- Edukasi masyarakat bahwa terapi nuklir aman, tidak membuat tubuh “menjadi radioaktif” secara permanen.
Kesadaran publik sangat penting karena masih ada stigma bahwa kata “nuklir” selalu berarti berbahaya. Padahal, dalam konteks kedokteran, nuklir adalah sahabat yang membantu menyelamatkan nyawa.
Kesimpulan:
Siklotron adalah aset berharga dalam perang melawan kanker di Indonesia. Dengan kemampuannya memproduksi radioisotop untuk terapi yang presisi, aman, dan minim efek samping, teknologi ini layak diperluas pemanfaatannya. Tantangan biaya, SDM, dan distribusi harus diatasi melalui kolaborasi pemerintah, swasta, dan akademisi. Harapannya, di masa depan, setiap pasien kanker di Indonesia, di kota maupun daerah terpencil dapat mengakses terapi canggih ini tanpa harus menunggu atau bepergian jauh.
Karena ketika teknologi dan kemanusiaan bersatu, harapan untuk sembuh menjadi lebih besar.
Referensi:
- International Atomic Energy Agency. Cyclotron produced radionuclides: Principles and practice. Vienna: IAEA; 2023. Available from: https://www.iaea.org
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi penyakit kanker di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI; 2022. Available from: https://www.kemkes.go.id
- Badan Riset dan Inovasi Nasional. Pengembangan produksi radioisotop dan radiofarmaka di Indonesia. Jakarta: BRIN; 2024. Available from: https://brin.go.id
- Global Cancer Observatory. Indonesia cancer statistics. Lyon: International Agency for Research on Cancer; 2022. Available from: https://gco.iarc.fr
- RS Kanker Dharmais. Layanan kedokteran nuklir dan PET/CT scan. Jakarta: RS Kanker Dharmais; 2023. Available from: https://dharmais.co.id
- RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Instalasi kedokteran nuklir. Bandung: RSHS; 2023. Available from: https://rshs.or.id
- Widjaja E, Susilo D. Perkembangan dan tantangan penggunaan siklotron di Indonesia. J Teknol Nuklir Indones. 2021;22(2):75-88.
- World Health Organization. Cancer fact sheet. Geneva: WHO; 2022. Available from: https://www.who.int
Komentar