TISI Gelar Roadshow “Panggung Perjuangan Penyair Merah Putih” di TIM, Angkat Tema 80 Tahun Indonesia Merdeka
Jakarta, 18 Agustus 2025 – Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) menggelar acara bertajuk “Roadshow 5 Wilayah – Kepulauan Seribu Panggung Perjuangan Penyair Merah Putih” dengan mengusung tema “Membaca 80 Tahun Indonesia Merdeka”. Kegiatan ini berlangsung di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jl. Cikini Raya No. 73, Jakarta Pusat.
Acara ini dimeriahkan oleh pembacaan pantun dan puisi dari para sastrawan Indonesia. Selain itu, panitia juga mengadakan kuis berhadiah uang tunai dan buku untuk para peserta yang berhasil menjawab pertanyaan seputar tema kemerdekaan dan kebudayaan.
Sejumlah tokoh hadir dalam kegiatan ini, antara lain Ketua TISI Octavianus Masheka, Jose Rizal Manua (Jakarta), Swary Utami Dewi (Palangka Raya – Kalimantan Tengah), serta Riri Satria (Bogor) yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI bidang Digital, Siber, dan Ekonomi.
Dalam wawancaranya, Riri Satria menegaskan pentingnya ketahanan budaya sebagai salah satu pilar utama bangsa, sejajar dengan ketahanan politik, pangan, dan ekonomi.
“Kita sudah 80 tahun merdeka, tapi pekerjaan rumah kita belum selesai. Ketahanan budaya sangat penting karena inti budaya Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika, yang harus terus dirawat,” ujarnya.
Ia juga menyoroti peran sastra dan puisi dalam memperkuat persatuan bangsa serta menjaga identitas nasional.
“Kita harus melawan diksi-diksi yang memecah belah bangsa. Melalui kegiatan bersastra, puisi, dan kebudayaan seperti ini, kita mengibarkan semangat merah putih yang tidak boleh digantikan oleh simbol apapun,” tambahnya.
Lebih jauh, Riri menyampaikan kegelisahannya terhadap minimnya dukungan struktural bagi para sastrawan. Ia mengungkapkan bahwa sejak 2017 dirinya telah mendorong pembentukan Asosiasi Sastrawan Indonesia, namun hingga kini belum terealisasi karena kurangnya kekompakan di kalangan penyair dan sastrawan.
“Pemerintah tidak bisa mengalokasikan anggaran dari APBN tanpa dasar hukum. Kalau atlet dan guru punya undang-undang yang melindungi, mengapa sastrawan belum?” katanya.
Riri berharap acara seperti ini bisa menjadi langkah awal untuk memperkuat posisi sastrawan dalam sistem kebudayaan nasional, serta mendorong pembentukan regulasi yang memberi ruang bagi kesejahteraan pelaku sastra.
“Saya bukan penyair, saya ekonom dan orang teknologi. Tapi saya paham pentingnya budaya sebagai fondasi bangsa. Karena itu, mari kita satukan langkah demi kemajuan sastra dan Indonesia,” tutupnya.
(Red Irwan)
Komentar