Bandung, Mediapatriot.co.id
Kepala Sekolah SMPN 1 Pameungpeuk berinisial D diduga menyalahgunakan kewenangan dengan menangguhkan dana BOS serta memanfaatkan kop surat Dinas Pendidikan untuk meminjam uang kepada pihak swasta sejak 2022.
Berdasarkan dokumen resmi yang beredar, SMPN 1 Pameungpeuk mencatat tunggakan utang hingga Rp475 juta sebelum Januari 2022. Bukannya menyusut, utang justru kembali bertambah sebesar Rp157,5 juta pada 2023, sehingga total mencapai Rp632,5 juta.
Lebih mencengangkan, surat pernyataan pelunasan utang dibuat di atas kop surat sekolah, lengkap dengan stempel resmi dan tanda tangan Kepala Sekolah (D) pada 26 Mei 2023.
Dalam surat itu dijelaskan bahwa pelunasan akan dilakukan melalui mekanisme belanja sekolah dengan pembayaran bertahap kepada perusahaan swasta bernama PT Kinanti. Surat tersebut turut disaksikan Bendahara sekolah (R) serta operator sekolah (D).
Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, Cecep Suhendar, menyatakan kekecewaannya atas munculnya dugaan skandal ini.
Dirinya menilai, seorang kepala sekolah seharusnya menjadi teladan moral dan intelektual bagi guru serta murid, bukan malah menjerumuskan lembaga pendidikan ke dalam jeratan utang.
“Jika benar berita ini, saya sangat kecewa dan prihatin. Kepala sekolah itu adalah guru yang diberi tugas tambahan. Seharusnya ia mendidik murid dan memberi contoh bagi para guru, tapi kenyataannya justru sebaliknya,” tegas Cecep di Soreang, Selasa 26 Agustus 2025.
Politisi Partai Golkar ini juga mencurigai kasus SMPN 1 Pameungpeuk hanyalah puncak gunung es.
“Bisa jadi praktik serupa terjadi di sekolah lain, hanya saja belum terungkap,” ujarnya.
Cecep mendesak Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung untuk segera turun tangan, memeriksa, dan memvalidasi kasus tersebut.
Jika benar terjadi, ia meminta Inspektorat dilibatkan untuk melakukan audit mendalam, bukan hanya di SMPN 1 Pameungpeuk, melainkan juga sekolah-sekolah lain yang berpotensi bermasalah.
“Jangan sampai masalah ini dianggap kasus individual, sementara sistem pengelolaan keuangan sekolah secara keseluruhan bermasalah,” ungkapnya.
Untuk mencegah kasus serupa terulang, Cecep mengajukan dua langkah konkret. Pertama, masa jabatan kepala sekolah perlu dibatasi maksimal tiga tahun.
Kedua, setiap rotasi atau pergantian kepala sekolah wajib disertai audit keuangan menyeluruh agar tidak ada ‘warisan utang’ yang membebani kepala sekolah baru.
Ia meyakini utang SMPN 1 Pameungpeuk merupakan akumulasi praktik lama yang dibiarkan menumpuk. “Kalau benar, ini bukan sekadar kelalaian, melainkan warisan buruk yang turun-temurun hingga akhirnya membengkak,” tegasnya.
Cecep menambahkan, Dinas Pendidikan harus berani memberikan sanksi tegas. “Kepala sekolah yang meninggalkan utang tidak boleh diberi jabatan lagi di sekolah mana pun,” katanya.
*
Komentar