Disusun Oleh:
Khansa Putri Nadinta (442251040)
Dosen Pengampu:
Tania Ardiani Saleh, Dra., M.S.
Mata Kuliah: Logika dan Pemikiran Kritis
Universitas Airlangga
Surabaya
2025
Ironi Kenaikan Gaji DPR di Tengah Pembangunan yang Tidak Merata
Oleh: Khansa Putri Nadinta
Pendahuluan
Kenaikan gaji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi topik yang ramai dibicarakan oleh masyarakat. Isu ini memicu perdebatan pro dan kontra, terutama ketika dihubungkan dengan kinerja para wakil rakyat yang seharusnya berperan dalam memperjuangkan kepentingan publik. Salah satu aspek penting dalam kinerja DPR dapat terlihat dari kemampuan mereka dalam mendorong pemerataan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masalah ketidakmerataan infrastruktur masih sangat serius. Beberapa daerah di Jawa dan kota-kota besar mengalami peningkatan pembangunan, sementara daerah-daerah terpencil seperti Papua, Maluku, dan beberapa bagian Kalimantan tetap tertinggal.
Dalam situasi ini, pertanyaan yang timbul adalah: apakah peningkatan gaji DPR benar-benar mendesak dan pantas diberikan, jika kinerja mereka dalam menjamin pemerataan pembangunan masih jauh dari yang diinginkan?
Argumen atau Isi
Meninjau Kinerja DPR
Peran DPR memiliki tiga fungsi pokok, yaitu pembuatan undang-undang, pengawasan, dan pengelolaan anggaran. Dalam pelaksanaannya, kinerja DPR sering menjadi perhatian masyarakat karena dianggap belum secara maksimal menjalankan tugas tersebut. Dalam hal undang-undang, misalnya, masih banyak rancangan undang-undang yang tidak bisa diselesaikan tepat waktu. Selain itu, beberapa undang-undang yang disetujui sering kali menghadapi kritik karena dianggap lebih mendukung kepentingan politik dan perusahaan daripada kepentingan masyarakat.
Dari aspek pengawasan, DPR seharusnya mampu memastikan bahwa kebijakan pemerintah berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan. Namun, faktanya masih banyak kasus dimana DPR dianggap kurang peka terhadap isu-isu masyarakat, seperti ketidakmerataan pembangunan, lemahnya penegakan hukum, dan masalah lingkungan hidup. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kinerja DPR sudah cukup baik untuk dijadikan alasan dalam membahas kenaikan gaji.
Dengan mempertimbangkan semua ini, evaluasi kinerja DPR tidak seharusnya hanya dilihat dari jumlah regulasi yang dihasilkan, melainkan juga harus dihubungkan dengan pengaruhnya terhadap masyarakat. Salah satu indikator yang paling jelas untuk dijadikan tolak ukur adalah pemerataan dalam pembangunan infrastruktur.
Infrastruktur Tidak Merata Menjadi Tolak Ukur
Keadilan dalam infrastruktur memungkinkan akses yang setara terhadap pendidikan, kesehatan, transportasi, dan kesempatan ekonomi. Maka dari itu, keberhasilan DPR dalam menjalankan tugasnya seharusnya terlihat dalam kebijakan yang mendukung pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.
Namun, kenyataannya masih terdapat ketimpangan yang serius. Pada tahun 2020, Pulau Jawa menyumbang sekitar 58,75% dari PDB nasional, sementara Pulau Sumatera menyumbang 21,36%, dan gabungan Maluku–Papua hanya sebesar 2,35%. Ini menunjukkan kebijakan pembangunan yang masih sangat terpusat di Pulau Jawa (PopuliCenter, 2021). Bahkan, indeks kemahalan konstruksi di Papua Pegunungan mencapai 249,12, merupakan yang tertinggi di Indonesia, sehingga memperburuk ketidakseimbangan pembangunan (Iswenda, 2024).
Kesenjangan juga terlihat dalam akses digital. Meskipun jumlah desa yang terhubung internet terus bertambah, masih ada 15,1% desa yang belum memiliki akses, khususnya di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) seperti Papua (Iswara, 2023). Ini menunjukkan bahwa selain infrastruktur fisik, akses digital juga masih belum merata di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, pemerataan infrastruktur menjadi tolak ukur yang relevan untuk menilai kinerja DPR. Jika pemerataan masih jauh dari harapan, wajar apabila masyarakat mempertanyakan urgensi kenaikan gaji DPR.
Penutup
Wacana kenaikan gaji DPR tidak bisa terlepas dari evaluasi terhadap performa mereka sebagai wakil rakyat. Tugas legislasi, pengawasan, dan penganggaran yang dimiliki DPR seharusnya mampu menciptakan kebijakan yang mendukung dan mensejahterakan masyarakat. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan masih ada banyak masalah mendasar, salah satunya adalah ketidakseimbangan dalam pembangunan infrastruktur, baik yang bersifat fisik maupun digital. Kondisi ini menimbulkan keraguan di kalangan publik, apakah kinerja DPR sudah layak untuk mendapatkan kenaikan gaji.
Oleh karena itu, sebelum membahas kenaikan gaji, DPR harus menunjukkan komitmennya dengan meningkatkan kualitas kerja dan keberpihakan kepada masyarakat. Beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan antara lain: memperkuat pengawasan pembangunan agar lebih merata, meningkatkan transparansi kinerja legislatif, serta merumuskan kebijakan yang berbasis keadilan sosial dan pemerataan. Melalui langkah-langkah ini, kepercayaan publik bisa dipulihkan dan wacana kenaikan gaji akan memiliki alasan yang kuat.
Referensi
- Iswara, P. (2023). Infrastruktur Digital Solusi Atasi Ketimpangan di Papua. Katadata.
- Iswenda, B. A. (2024). Papua Menjadi Daerah dengan Konstruksi Termahal di Indonesia. GoodStats.
- PopuliCenter. (2021). Kesenjangan Pembangunan Antara Jawa dan Luar Jawa. PopuliCenter.
Komentar