Bitung — Sorotan tajam terhadap pelayanan publik di Badan Pertanahan Nasional (BPN) kembali mencuat. Kali ini, keluhan masyarakat datang dari Kota Bitung, Sulawesi Utara. Laporan-laporan warga terkait prosedur berbelit, dugaan praktik mafia tanah, hingga rendahnya kualitas layanan, mendapat perhatian serius dari Bintang Pejuang Keadilan Nasional (BPKN).
Ketua Umum BPKN, Dr. Dirk Beni Lumenta, SH., MH., menilai bahwa pelayanan pertanahan merupakan salah satu urusan fundamental dalam tata kelola negara. “Tanah adalah hak dasar masyarakat. Jika pengelolaannya tidak transparan, maka kepercayaan publik akan terus terkikis,” ujar Dirk dalam keterangan resminya.
Pandangan itu diperkuat oleh Penasehat BPKN, Daanthe M.Eng yang menegaskan perlunya reformasi menyeluruh di tubuh BPN, khususnya di daerah seperti Bitung. “Keluhan warga tidak boleh dianggap angin lalu. BPN harus melakukan perbaikan sistemik, mulai dari sumber daya manusia, infrastruktur, hingga pengawasan,” kata Daanthe dalam wawancara dengan Media Patriot Nasional.
Rantai Keluhan yang Tak Kunjung Usai
Masyarakat Bitung kerap mengeluhkan lamanya proses pengurusan sertifikat tanah dan dokumen pertanahan lain. Tidak jarang, prosedur yang seharusnya sederhana justru terasa berliku, sehingga memunculkan ruang bagi calo maupun praktik ilegal.
BPKN mencatat bahwa problem tersebut bukan hanya terjadi di Bitung, melainkan juga di berbagai daerah lain di Indonesia. “Ini soal pola pelayanan publik yang harus dirombak. Jangan sampai masyarakat kecil terjebak pada ketidakpastian hukum,” kata Dirk Beni Lumenta.
Menurutnya, kasus Bitung bisa menjadi momentum nasional untuk menata ulang mekanisme pelayanan pertanahan. BPKN, lanjut Dirk, akan terus mengawal isu ini hingga ada perubahan nyata.
Peta Jalan Reformasi: Dari SDM hingga Digitalisasi
Dalam paparannya, Penasehat BPKN Daanthe M.E. menyampaikan sejumlah langkah reformasi yang dianggap krusial:
- Peningkatan kualitas SDM
Pegawai BPN, kata Daanthe, membutuhkan pelatihan berkelanjutan mengenai etika pelayanan, komunikasi publik, dan pemahaman SOP. “Integritas pegawai adalah benteng pertama melawan mafia tanah,” ujarnya. - Pengawasan internal dan eksternal
Masyarakat perlu akses pada mekanisme pengaduan yang jelas dan independen. Audit rutin, baik internal maupun eksternal, harus dilakukan secara transparan agar potensi penyalahgunaan bisa ditekan. - Penyederhanaan prosedur administrasi
Proses yang berbelit hanya membuka ruang kecurigaan. Digitalisasi layanan—seperti akses daring untuk memantau status permohonan—akan memberi transparansi sekaligus efisiensi. - Hubungan yang ramah dengan masyarakat
Daanthe menekankan pentingnya pendekatan humanis. “BPN harus melayani dengan wajah ramah, bukan wajah birokrasi yang kaku,” katanya. - Pencegahan praktik mafia pertanahan
Integrasi data pertanahan secara nasional diusulkan sebagai solusi. Dengan sistem yang terhubung, peluang manipulasi dan permainan mafia dapat dipersempit. - Peningkatan fasilitas dan infrastruktur
Kantor BPN, terutama di daerah, seringkali belum mendukung pelayanan prima. Fasilitas ruang tunggu dan sistem antrean modern perlu diperbaiki. - Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan
Forum komunikasi publik bisa menjadi sarana efektif agar masyarakat ikut serta mengawasi dan memberi masukan.
Peran Strategis BPKN
BPKN, di bawah kepemimpinan Dirk Beni Lumenta, menempatkan diri sebagai mitra kritis pemerintah. Bukan sekadar lembaga pengawas moral, BPKN aktif menyuarakan reformasi kelembagaan di berbagai lini, termasuk pertanahan.
“Peran BPKN adalah memastikan suara rakyat didengar. Kami berdiri bersama masyarakat agar pelayanan publik kembali ke jalur yang benar,” tegas Dirk.
Ia menambahkan, kasus di Bitung hanya salah satu contoh. Jika dibiarkan, masalah serupa bisa meluas dan menimbulkan ketidakadilan yang lebih besar. “Kita tidak ingin ada warga negara yang kehilangan hak atas tanahnya hanya karena sistem yang rusak,” ucapnya.
Laporan ke Tingkat Lebih Tinggi
BPKN juga mendorong masyarakat untuk tidak ragu melapor ke lembaga berwenang, seperti Ombudsman RI atau Kejaksaan Agung. “Langkah hukum harus ditempuh bila ada bukti praktik mafia tanah. Tidak boleh ada toleransi,” tegas Daanthe.
Menurutnya, pengawasan dari masyarakat sipil dan penegakan hukum yang tegas akan menjadi kombinasi penting untuk menutup ruang penyimpangan.
Harapan untuk Bitung dan Indonesia
Sorotan BPKN terhadap BPN Bitung sejatinya menjadi cermin bagi reformasi nasional. Bitung dipandang sebagai laboratorium kecil yang bisa menunjukkan apakah reformasi pelayanan pertanahan sungguh-sungguh dijalankan.
Dirk Beni Lumenta berharap pemerintah pusat segera turun tangan. “Jika Bitung bisa dibenahi, maka ini bisa menjadi model percontohan bagi kota-kota lain,” katanya.
Sementara Daanthe menekankan bahwa keterlibatan masyarakat adalah kunci. “Bukan hanya soal pemerintah. Warga harus berani bersuara, berani menolak praktik tidak sehat. BPKN siap mendampingi,” ucapnya.
Menjaga Kepercayaan Publik
Pelayanan publik yang buruk, apalagi menyangkut urusan tanah, bisa memicu konflik sosial. BPKN menyadari betul bahwa akar kepercayaan masyarakat pada negara terletak pada kepastian hukum dan keadilan.
Dirk menutup dengan pernyataan tegas: “Kita ingin BPN menjadi institusi yang melayani, bukan menakuti. Sudah saatnya wajah pertanahan di Indonesia berubah. Dan perubahan itu harus dimulai sekarang.” (Tommy K)
Komentar