Jakarta, 30 September 2025 — Haidar Alwi Institute menggelar diskusi publik bertajuk Mie Talking dengan tema “Transformasi Polri dalam Perspektif Publik: Antara Prestasi Kapolri & Gelombang Aspirasi Rakyat” di Wizz Mie, Cikini, Selasa (30/9). Acara ini menghadirkan sejumlah tokoh, salah satunya mantan Kadiv Humas Polri, Irjen Pol (Purn) Dr. Ronny F. Sompie, S.H., M.H., yang menekankan pentingnya reformasi Polri berbasis kinerja.
Dalam paparannya, salah satu narasumber mengingatkan bahwa sistem kepolisian harus dibangun di atas asas meritokrasi, bukan kedekatan emosional. “Dalam teori manajemen, penghargaan maupun promosi jabatan harus didasarkan pada kinerja, bukan hubungan personal. Jika tidak, sistem organisasi akan rusak,” ujarnya.
Ia juga menyoroti praktik pengkaryaan perwira Polri ke instansi lain lalu kembali ke Polri dengan kenaikan pangkat. Menurutnya, mekanisme seperti ini berpotensi mencederai prinsip keadilan karier dan mengingatkan pada praktik masa Orde Baru. “Jangan sampai Polri mengulang kesalahan TNI pada masa lalu. Itu bisa jadi bom waktu,” tegasnya.
Selain itu, ia mengkritisi budaya rekrutmen Polri yang dinilai masih rawan penyimpangan. Menurutnya, transparansi perekrutan mutlak diperlukan agar kualitas sumber daya manusia Polri lebih terjamin. “Rekrutmen yang tidak sehat akan melahirkan personel yang tidak baik. Kalau akarnya buruk, hasilnya pun akan buruk,” tambahnya.
Salah satu narasumber juga menekankan pentingnya pendidikan karakter bagi calon anggota Polri. Menurutnya, sikap dan etika menjadi kunci utama bagi aparat kepolisian. “Sepintar apa pun seseorang, kalau tidak punya attitude, nilainya nol. Pendidikan Polri harus menanamkan tanggung jawab moral, bukan sekadar kemampuan teknis,” jelasnya.
Diskusi turut menghadirkan berbagai narasumber lain, di antaranya Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar, Brigjen Pol (Purn) Adeni Mohan, serta akademisi dan aktivis mahasiswa. Para pembicara sepakat bahwa transformasi Polri tidak hanya soal prestasi internal, melainkan juga keterbukaan terhadap kritik publik.
Ketua Bidang Hubungan Internasional Kopri PB PMII, Agustini Nur Rahmah, menilai Polri di era Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menunjukkan respons cepat dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun, ia juga mengingatkan perlunya penguatan integritas. “Polri harus bersih dari oknum dan tidak boleh represif terhadap masyarakat. Profesionalisme dan transparansi adalah kunci,” kata Agustini.
Sementara itu, Ketua Bidang Kajian dan Advokasi Perempuan PB HMI, Masnia Ahmad, menekankan bahwa transformasi Polri adalah bagian dari konsolidasi demokrasi. Menurutnya, Polri yang demokratis harus memenuhi tiga indikator: responsif, transparan, dan tunduk pada supremasi hukum.
Acara ditutup dengan pesan bahwa reformasi Polri bukan hanya tanggung jawab institusi kepolisian, tetapi juga menjadi tugas masyarakat sipil untuk terus mengawasi, memberi masukan, dan mendukung agar Polri semakin kokoh menjalankan perannya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
Red Irwan
Komentar