LANGKAT – Kasus dugaan korupsi pengadaan Smartboard di Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat senilai hampir Rp50 miliar dari APBD 2024 terus menjadi sorotan publik. Tim penyidik Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat kini bergerak cepat menelusuri aliran dana proyek yang disebut-sebut sarat penyimpangan tersebut.
Selama hampir dua bulan penyelidikan dan penyidikan, puluhan kepala sekolah penerima manfaat, pihak perusahaan penyedia, mantan Kepala Dinas Pendidikan Langkat Syaiful Abdi, serta sejumlah pejabat terkait telah diperiksa. Mereka diduga mengetahui secara rinci proses awal pelaksanaan tender melalui sistem E-Purchasing atau E-Catalog.
Sekdis dan Kepala BPKAD Dipanggil
Sejak Senin (29/9/2025) hingga Rabu (1/10/2025), penyidik turut memeriksa Sekretaris Dinas Pendidikan Langkat, Robert Hendra Ginting, yang sebelumnya menjabat sebagai Pelaksana Harian (Plh) dan kemudian Pelaksana Tugas (Plt) Kadisdik Langkat pasca penahanan Syaiful Abdi dalam kasus korupsi guru honorer PPPK tahun 2023. Robert diduga mengetahui rencana awal pengadaan Smartboard tersebut.
Selain itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Langkat, Drs. M. Iskandarsyah, juga diperiksa. Pemeriksaan tersebut diduga terkait proses pencairan dana proyek yang kini tengah disorot luas oleh masyarakat dan pemerhati pendidikan.
Kejari Langkat Tegaskan Proses Transparan
Kepala Kejaksaan Negeri Langkat melalui Kasi Intel, Ika Lius Nardo SH MH, membenarkan adanya pemeriksaan terhadap kedua pejabat tersebut.
“Benar, penyidik terus bekerja keras memanggil semua pihak yang memiliki korelasi dengan kasus pengadaan Smartboard, agar segera terungkap dan bisa ditetapkan para tersangkanya,” ujar Lius Nardo kepada MediaPatriot.co.id, Kamis (2/10/2025).
Ia menegaskan, Kejari Langkat berkomitmen menjalankan proses hukum secara transparan tanpa intervensi, demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
Pelapor Soroti Dugaan Konflik Kepentingan
Sementara itu, pelapor kasus, Syahrial Sulung dari Lembaga Studi Pengadaan Indonesia (LSPI), menyampaikan apresiasi terhadap langkah cepat Kejari Langkat, meski tetap menyoroti adanya potensi konflik kepentingan di internal kejaksaan.
“Dugaan adanya pertentangan kepentingan bukan hal mustahil. Kasus ini sempat terkesan jalan di tempat, tapi setelah diambil alih oleh Pidsus, langsung bergerak cepat. Kami akan melaporkan hal ini ke Aswas Kejatisu agar bisa dievaluasi,” tegas Syahrial.
Dari Laporan LSPI ke Ruang Penyidikan
Kasus pengadaan Smartboard ini berawal dari laporan LSPI dengan nomor 197/Procurement_Watch/LSPI/VII/2025, yang menemukan kejanggalan dalam spesifikasi teknis proyek pengadaan 312 unit perangkat interaktif senilai Rp49,9 miliar.
Hasil investigasi LSPI menyebutkan adanya dua komponen barang yang fiktif dan satu komponen yang diduga palsu, sehingga negara berpotensi mengalami kerugian hingga Rp15 miliar.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Kejari Langkat resmi meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan setelah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT–02/L.2.25.4/Fd.1/09/2025 pada 11 Agustus 2025. Hingga kini, lebih dari 112 saksi telah diperiksa, sementara kantor Dinas Pendidikan Langkat juga sempat digeledah pada Kamis (11/9/2025).
Publik Menanti “Rompi Oranye”
Meski sudah memasuki tahap penyidikan, Kejari Langkat belum menetapkan tersangka. Kondisi ini membuat publik Langkat menaruh harapan besar agar penegakan hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu.
“Rakyat Langkat ingin tahu siapa yang tega memberi makan keluarganya dari hasil merampas hak pendidikan anak-anak bangsa,” ujar Syahrial.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi Kejaksaan Negeri Langkat dalam menunjukkan keberanian dan integritas penegakan hukum di sektor pendidikan—sektor yang semestinya menjadi fondasi masa depan generasi muda.
Kini, masyarakat menanti langkah tegas Kejari Langkat: siapa yang akan pertama kali mengenakan rompi oranye dalam kasus yang telah mencoreng wajah pendidikan Langkat ini.
(Ramlan | MediaPatriot.co.id, Senin 6 Oktober 2025, pukul 12.03 WIB)
Komentar