Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.
Turut berduka cita sedalam-dalamnya atas musibah runtuhnya asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, pada 29 September 2025. Semoga Allah SWT menerima amal ibadah para almarhum santri dengan husnul khatimah serta memberikan ketabahan kepada keluarga dan seluruh pihak yang ditinggalkan.
Tragedi tersebut menewaskan 67 santri dan melukai banyak lainnya. Tim SAR gabungan berhasil mengevakuasi total 171 orang, termasuk mereka yang selamat dan mendapat perawatan medis. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa risiko bangunan tidak hanya soal arsitektur, tetapi juga pengawasan dan kesadaran mitigasi bencana.
Depok di Antara Dua Sesar Aktif
Kota Depok menjadi salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki tingkat risiko gempa cukup tinggi. Posisi geografisnya berada di antara dua sesar aktif — Sesar Citarik dan Sesar Baribis. Kedua jalur patahan ini menjadi sumber potensi gempa yang dapat berdampak signifikan bagi kawasan urban padat seperti Jabodetabek.
Beberapa waktu terakhir, diskusi publik tentang ancaman gempa semakin marak. Podcast resmi BMKG (Agustus 2025) menyinggung gempa 4,7 SR di Jawa Barat yang terasa hingga Depok. Sementara itu, konten edukasi dari akun @rizky.rmadhani di TikTok turut memaparkan jalur Sesar Baribis yang melintasi Sungai Ciliwung serta potensi dampaknya bagi masyarakat Depok dan sekitarnya.
Gedung Dibaleka II dan Catatan Panjang Pembangunan
Kota Depok memang gencar membangun infrastruktur. Salah satu bangunan yang menjadi sorotan adalah Gedung Dibaleka II di Jalan Margonda Raya No. 54 — gedung pemerintahan setinggi 10 lantai yang diresmikan pada 27 April 2014 dengan anggaran awal mencapai Rp125 miliar.
Namun sejak awal, gedung ini tidak lepas dari kontroversi.
Pada Juni 2015, kanopi gedung runtuh akibat hujan deras, menimbulkan kritik terhadap perawatan dan pengawasan. Sebelumnya, pada Maret 2015, dalam kunjungan MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi, lantai I sisi barat gedung dilaporkan nyaris ambrol di dekat tangga menuju area parkir bawah tanah.
Tak hanya itu, proyek Dibaleka II sempat dikaitkan dengan dugaan markup anggaran hingga Rp182 miliar, memunculkan gelombang protes mahasiswa dan aktivis di depan Balai Kota Depok. Gerakan ini dikenal dengan sebutan “Dibaleka II Gate”, yang menyoroti dugaan pembengkakan biaya serta lemahnya kualitas material bangunan pemerintah.
Namun berdasarkan penelitian terbaru tahun 2025, dengan metode Non Destructive Test (NDT) dan Destructive Test (DT) sesuai SNI 2847:2019, struktur Gedung Dibaleka II dinyatakan memenuhi standar kekuatan tekan beton dan stabilitas struktural nasional. Artinya, bangunan ini masih tergolong aman dan andal untuk digunakan — meski rekomendasi audit berkala tetap harus dilakukan.
Gempa 2018 dan Dampaknya di Depok
Gempa besar yang mengguncang Banten pada 23 Januari 2018 (magnitudo 6,1 SR) turut terasa kuat di Depok. Berdasarkan shakemap BMKG, getaran mencapai intensitas III MMI di kawasan Kampus UI.
Beberapa bagian Gedung Dibaleka II mengalami kerusakan:
- Dinding dan plafon di lantai 8 retak,
- Keramik lantai pecah,
- Ratusan ASN melakukan evakuasi darurat,
- 74 pasien RSUD Depok berhasil diselamatkan tanpa korban jiwa.
Pemeriksaan pascagempa menyebutkan kerusakan bersifat non-struktural, namun audit lanjutan direkomendasikan untuk memperbarui Sertifikat Laik Fungsi (SLF) setiap lima tahun. Sejak saat itu, Pemerintah Kota Depok mulai mengintensifkan program simulasi evakuasi gempa di sekolah-sekolah dan perkantoran.
Edukasi dan Mitigasi: Kunci Keselamatan Warga
Kesadaran mitigasi bencana mulai tumbuh sejak tahun 2018. BPBD Depok bersama TNI, Polri, dan sekolah-sekolah menggelar pelatihan tanggap gempa.
Contohnya, 15 November 2018, SDN Anyelir 1 menjadi lokasi simulasi besar yang melibatkan siswa dan guru dengan metode “drop, cover, and hold on”.
Sementara 1 November 2018, kegiatan serupa di SDN Citayam 1 memperkuat kesiapsiagaan masyarakat sekaligus mempererat koordinasi lintas lembaga.
Tradisi simulasi tersebut kini menjadi kegiatan rutin untuk memastikan Depok siap menghadapi risiko gempa, terutama karena lokasinya yang dekat dengan zona aktif Sesar Cimandiri.
Belajar dari Daerah Lain
Kelemahan konstruksi publik sudah berulang kali menimbulkan korban jiwa.
Di Aceh, pada gempa 2016, sejumlah gedung publik roboh akibat ketidakpatuhan terhadap standar teknis. Pengalaman pahit itu seharusnya menjadi cermin bagi daerah lain, termasuk Depok, untuk memperkuat sistem audit dan pengawasan.
Menurut simulasi InaRisk BNPB/BMKG (2022), gempa dengan kekuatan di atas 6 SR dapat menimbulkan ratusan hingga ribuan korban jiwa di Jabodetabek jika bangunan publik tidak direnovasi dengan teknologi retrofitting tahan gempa.
Refleksi dan Catatan Akhir
Depok menghadapi risiko ganda: aktivitas dua sesar aktif dan kerentanan infrastruktur publik.
Kasus runtuhnya kanopi (2015) dan kerusakan akibat gempa (2018) menjadi peringatan agar evaluasi bangunan publik tidak sekadar formalitas anggaran, melainkan bagian nyata dari strategi mitigasi bencana.
Pemerintah daerah, BMKG, dan masyarakat harus bekerja sama dalam audit struktur berkala, edukasi publik, serta penegakan standar bangunan tahan gempa. Hanya dengan itu, Depok dapat menjadi kota yang benar-benar siap menghadapi ancaman alam di masa depan.
Sebagai penutup, penulis menulis refleksi berikut:
“Pelaku korupsi yang bermain dalam proyek publik mungkin merasa kaya sesaat, tetapi mereka takkan bisa tidur tenang. Kerusakan yang mereka sebabkan akan menghantui nurani sepanjang hidup, bahkan setelah jabatan berakhir.
Seperti kata Gus Dur: ‘Tidak ada kekuasaan yang harus dipertahankan mati-matian.’
Gunakan kekuasaan untuk kebaikan, bukan untuk merusak keselamatan manusia.”
🖋️ Artikel ini disusun oleh Novita Sari Yahya – Penulis dan Peneliti.



















