Siapa sangka teknologi nuklir bisa menjadi sahabat petani? Di tangan ilmuwan Indonesia, sinar gamma yang lazim digunakan di laboratorium justru melahirkan inovasi di sawah. Dari teknologi ini lahirlah Sorgamma—singkatan dari Sorghum Gamma—varietas sorgum unggul yang tangguh terhadap kekeringan, cepat panen, dan ramah lingkungan.
Inilah bukti bahwa nuklir tak hanya soal listrik dan reaktor, tetapi juga tentang pangan, energi, dan masa depan bangsa.
Teknologi Nuklir untuk Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan kini bukan semata urusan hasil panen, melainkan kemampuan bangsa menyediakan bahan pangan sehat dan berkelanjutan tanpa merusak lingkungan. Tantangannya kian berat: perubahan iklim, degradasi lahan, dan kebutuhan pangan yang terus meningkat.
Menjawab hal itu, Prof. Dr. Ir. Soeranto Human, M.Sc., peneliti dari Pusat Riset Tanaman Pangan (PRTP), Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengembangkan teknologi mutasi induksi menggunakan sinar gamma.
Dalam prosesnya, benih tanaman disinari dengan dosis tertentu untuk memunculkan variasi genetik alami namun terkendali. Dari ribuan benih yang bermutasi, dipilih yang paling unggul: tahan kering, berumur pendek, dan hasil panennya tinggi. Proses ini dilakukan di fasilitas Gamma Irradiator Merah Putih milik BRIN di Serpong.
Sebagian orang mungkin khawatir mendengar kata “mutasi.” Namun mutasi yang dilakukan di sini berbeda dari rekayasa genetika (GMO). Dalam mutasi induksi tidak ada gen asing yang dimasukkan; yang berubah hanyalah gen tanaman itu sendiri secara alami, dengan bantuan energi radiasi.
Menurut Joint FAO/IAEA Division, tanaman hasil mutasi:
- Tidak mengandung sisa radiasi.
- Aman dikonsumsi manusia maupun hewan.
- Stabil secara genetik untuk generasi berikutnya.
Dengan kata lain, Sorgamma bukan tanaman radioaktif, melainkan hasil riset cerdas anak bangsa untuk meningkatkan produktivitas pertanian nasional.
Sorgum: Si Multiguna Ramah Iklim
Sorgum dikenal sebagai tanaman serbaguna yang tahan di lahan kering dan minim air. Ia tumbuh subur di daerah seperti Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Dari satu tanaman sorgum, manfaatnya beragam:
- Pangan: biji dapat diolah menjadi nasi sorgum, tepung, atau sereal.
- Energi: batangnya menghasilkan bioetanol dan gula cair.
- Pakan ternak: daun dan batang muda kaya nutrisi.
- Kesehatan: bebas gluten, rendah indeks glikemik, serta kaya zat besi dan antioksidan.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, setiap 100 gram sorgum mengandung 11% protein, 30 gram karbohidrat kompleks, serta mineral penting seperti kalsium dan fosfor yang membantu pertumbuhan tulang dan mencegah anemia. Tak heran jika sorgum kini disebut sebagai pangan fungsional—menyehatkan sekaligus mengenyangkan.
Sorgamma: Bukti Nyata Inovasi Anak Bangsa
Melalui riset panjang, tim BRIN berhasil menciptakan varietas Sorgamma (Sorghum Gamma) dengan dosis iradiasi optimal 250–400 Gray (Gy). Varietas ini memiliki karakter:
- Tinggi tanaman sekitar 90 sentimeter, tahan roboh.
- Umur panen 120 hari.
- Produktivitas 7–8 ton per hektar.
- Daun tetap hijau setelah panen (stay green).
- Dapat dipanen ulang (ratooning).
- Warna biji putih cerah, ideal untuk produk olahan pangan.
- Adaptif di lahan kering dan miskin hara.
Dengan efisiensi fotosintesis tinggi dan kadar lignin rendah, Sorgamma mudah diolah menjadi bahan pangan maupun bioenergi.
Manfaat Sosial dan Lingkungan
Dalam publikasi Springer (2023), Sorgamma disebut sebagai “model varietas multiguna” untuk climate-smart agriculture, atau pertanian tangguh terhadap perubahan iklim.
Menanam sorgum mutan seperti Sorgamma berarti mengoptimalkan lahan kering tanpa perlu membuka hutan baru, sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru di pedesaan. Selain itu, pengembangan bioetanol dari sorgum membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Kolaborasi antara BRIN, pemerintah daerah, universitas, dan kelompok petani menjadi kunci. Program percontohan di Jawa Barat dan Nusa Tenggara menunjukkan hasil menggembirakan: produktivitas meningkat, minat petani tumbuh, dan nilai ekonomi sorgum kian menjanjikan.
Menuju Pangan Mandiri dan Ramah Lingkungan
Indonesia memiliki lebih dari 14 juta hektar lahan kering yang belum tergarap optimal. Jika sebagian kecil saja ditanami sorgum mutan seperti Sorgamma, produksi pangan nasional dapat melonjak tanpa merusak lingkungan.
Selain itu, produksi bioetanol dari sorgum dapat menjadi langkah nyata dalam komitmen pengurangan emisi karbon dan pembangunan berkelanjutan.
Program pendampingan petani yang kini dilakukan BRIN mencakup pelatihan budidaya, pemuliaan sederhana, hingga pengolahan produk olahan berbasis sorgum. Harapannya, sorgum menjadi ikon diversifikasi pangan nasional—pilar penting menuju kemandirian pangan Indonesia.
Dari Sinar Jadi Sumber Kehidupan
Kisah Sorgamma membuktikan bahwa teknologi nuklir tak selalu berkonotasi bahaya. Di tangan ilmuwan Indonesia, sinar gamma justru menjadi sumber kehidupan baru.
Sorgamma bukan sekadar varietas tanaman. Ia adalah simbol bagaimana ilmu pengetahuan, inovasi, dan semangat kemandirian bisa berjalan seiring untuk mewujudkan ketahanan pangan yang cerdas, sehat, dan berkelanjutan.













