Rabu, 15/10/2025,Pukul.08.56.Wib.
Mediapatriot.co.id|Langkat, Sumatera Utara— Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, kembali menghadapi ancaman banjir musiman yang menjadi “ritual tahunan” di penghujung tahun.


Dari Oktober hingga Desember, sebagian besar wilayah ini tergenang air akibat limpahan dari dua sungai besar yang mengapit kawasan tersebut — Sungai Wampu dan Sungai Barung Serangan.
Fenomena ini bukan sekadar masalah air yang meluap, melainkan sebuah krisis sosial dan kemanusiaan yang terus berulang tanpa solusi konkret dari pihak berwenang.
Sawah-sawah tadah hujan gagal panen, rumah-rumah warga terendam, aktivitas ekonomi lumpuh, dan semangat masyarakat perlahan terkikis oleh kekecewaan.
Di lapangan, kondisi semakin diperparah oleh penutupan anak-anak paluh (anak sungai) yang selama ini menjadi jalur alami pembuangan air ke hilir.
Banyak di antaranya telah diubah menjadi areal perkebunan kelapa sawit oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.
Mereka membangun tanggul-tanggul pribadi untuk melindungi kebunnya, tanpa memikirkan dampaknya bagi ribuan warga di sekitar.
Akibatnya, debit air dari hulu Sungai Wampu tak lagi tertampung, dan setiap kali hujan deras mengguyur, air meluap menenggelamkan lahan pertanian dan permukiman warga.
“Kami sudah capek mengadu. Tiap tahun kami kebanjiran, sawah gagal panen, tapi tak ada solusi.
Bahkan kalau kami cerita ke media pun tak pernah ada perubahan.
Kami ini rakyat kecil, lemah, hanya bisa pasrah,” keluh seorang warga dengan nada getir.
Warga juga menyoroti waduk di kawasan Jalan Bambu Runcing yang dinilai tidak lagi memadai menampung air kiriman dari dua sungai besar tersebut.
Padahal, waduk itu semestinya menjadi solusi pengendali banjir alami.
Kini, fungsinya lebih banyak simbolik daripada substantif.
Kondisi ini menuntut intervensi serius dari Pemerintah Kabupaten Langkat dan Pemerintah Pusat, tidak hanya dalam bentuk bantuan darurat ketika banjir sudah datang, tetapi melalui kebijakan tata ruang dan pengawasan lingkungan yang tegas.
Pembiaran terhadap alih fungsi lahan di bantaran sungai akan terus memperpanjang penderitaan masyarakat bawah, sekaligus menjadi potret ketimpangan sosial di tengah klaim pembangunan daerah.
Jika pemerintah tak segera bertindak, Tanjung Pura akan terus menjadi “desa air” musiman, tempat di mana banjir bukan lagi bencana, melainkan kenyataan hidup yang harus ditanggung rakyat setiap tahun — tanpa kepastian, tanpa keadilan.(Ramlan/Mediapatriot.co.id/Kabiro Langkat)










