Jakarta Pusat, MediaPatriot.co.id – 20 Oktober 2025 — Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) DKI Jakarta menegaskan dukungan penuh terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden, sekaligus menyuarakan penolakan keras terhadap penggunaan foodtray impor asal China yang diduga tidak halal karena dalam proses produksinya menggunakan minyak babi.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers bertajuk “Dialog Asosiasi Pesantren NU Mendukung Program MBG Presiden dan Menolak Foodtray Impor China” yang berlangsung di Sofyan Hotel, Jakarta Pusat, Senin (20/10). Acara ini dihadiri oleh Ketua RMI-NU DKI Jakarta KH. Rahmad Dzalani Kiki, Wakil Ketua RMI-NU DKI Jakarta, Wakil Sekretaris RMI-NU DKI Jakarta Ust. Wafa Ariansyah, serta perwakilan dari Asosiasi Wadah Makan Indonesia (APWAKI).
Dukung MBG, Pesantren Siap Jadi Garda Terdepan
Dalam sambutannya, KH. Rahmad Dzalani Kiki menegaskan bahwa seluruh pesantren di bawah naungan NU siap menjadi garda terdepan dalam menyukseskan program MBG yang dinilai sejalan dengan misi pemberdayaan umat dan peningkatan gizi generasi bangsa.
“Pesantren NU mendukung MBG bukan sekadar sebagai program bantuan, tetapi sebagai ikhtiar membangun kualitas sumber daya manusia Indonesia. Kami siap bersinergi dengan pemerintah agar program ini berjalan optimal, transparan, dan memberi manfaat luas,” ujarnya.
KH. Rahmad menambahkan, program MBG merupakan langkah strategis dalam menciptakan generasi sehat dan berdaya saing tinggi, sekaligus membuka peluang bagi pesantren untuk berkontribusi dalam rantai produksi pangan bergizi dan halal.
Tolak Foodtray Impor China: Tidak Halal dan Tidak Sehat
Namun, RMI-NU DKI Jakarta menolak keras penggunaan foodtray impor asal China yang dikabarkan tidak memenuhi standar halal. Menurut hasil investigasi yang dilakukan oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU DKI Jakarta ke Tiongkok, ditemukan bahwa proses pembuatan baki tersebut melibatkan penggunaan minyak babi atau lard.
“Kami memiliki bukti hasil investigasi langsung ke pabrik di Tiongkok. Dari sana diketahui bahwa proses produksinya tidak halal karena masih menggunakan unsur babi,” tegas KH. Rahmad.
Atas temuan itu, RMI-NU DKI Jakarta mendesak pemerintah untuk segera menghentikan impor baki atau wadah makan yang diragukan kehalalannya. “Program MBG harus terus berjalan, namun harus menjunjung tinggi prinsip halalan thayyiban — halal dan baik. Jangan sampai alat makan yang digunakan justru bertentangan dengan nilai keislaman dan kesehatan,” ujarnya.
Ungkap Pemalsuan Label dan Kandungan Berbahaya
Wakil Sekretaris RMI-NU DKI Jakarta, Ust. Wafa Ariansyah, menambahkan bahwa selain isu kehalalan, ditemukan pula indikasi pemalsuan label “Made in Indonesia” dan logo SNI pada foodtray yang sebenarnya diproduksi di China.
“Ompreng atau foodtray tipe 201 tersebut diduga mengandung logam mangan yang tinggi dan tidak aman untuk makanan asam. Bahkan, ada bukti kuat bahwa produsen di Chaoshan, China menggunakan minyak babi dalam proses produksinya. Semua ini sudah kami lengkapi dengan dokumen dan video lapangan,” jelas Wafa.
Ia menegaskan bahwa kondisi tersebut bertentangan dengan standar penetapan kehalalan produk yang ditetapkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), sehingga produk tersebut tidak layak digunakan dalam program nasional MBG.
Dorong Kemandirian Industri Halal Lokal
RMI-NU DKI Jakarta bersama Asosiasi Pesantren NU juga mendorong pemerintah agar memberdayakan produsen lokal, termasuk usaha kecil dan menengah berbasis pesantren, untuk memproduksi wadah makan halal dan ramah lingkungan.
“Indonesia punya banyak pengusaha lokal yang mampu membuat produk berkualitas dan halal. Tidak ada alasan untuk terus bergantung pada impor, apalagi yang berpotensi membahayakan akidah dan ekonomi bangsa,” tegas KH. Rahmad Dzalani Kiki.
Dengan pernyataan ini, RMI-NU DKI Jakarta menegaskan sikapnya: mendukung penuh Program MBG sebagai upaya peningkatan gizi anak bangsa, namun tetap menjaga kehalalan setiap aspek pelaksanaannya sebagai bentuk tanggung jawab moral dan spiritual terhadap umat.
(Red Irwan)




















Komentar