Screenshot 20251021 171934
Screenshot 20251021 171959
Rabu,22/10/2025 | Pukul 08.29 WIB
Mediapatriot.co.id | Langkat, Sumatera Utara — Nama Pangkalan Berandan telah lama menempati tempat istimewa dalam lembar sejarah Indonesia.
Dari kota kecil di pesisir utara Kabupaten Langkat inilah, perjalanan industri perminyakan nasional dimulai — lebih dari seabad silam — dan menjadikan Langkat sebagai saksi lahirnya peradaban energi di tanah air.
Kini, meski kejayaannya telah memudar, semangat dan asa untuk membangkitkan kembali kota minyak itu mulai bersemi, dipantik oleh tekad putra daerah dan dukungan masyarakat yang mencintai sejarah tanah kelahirannya.
Dari Telaga Said ke Berandan: Awal Mula Sejarah Minyak Nusantara
Pada 15 Juni 1885, seorang pengusaha Belanda, A.J. Zijlker, berhasil membor sumur minyak pertama di Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, yang diberi nama Telaga Tunggal.
Sumur inilah yang menandai dimulainya babak baru sejarah energi Indonesia.
Tak lama kemudian, dibangunlah kilang minyak di Pangkalan Berandan, yang menjadi pusat pengolahan dan pengapalan minyak mentah ke luar negeri melalui jaringan pipa menuju pelabuhan laut.
Dari aktivitas ini, lahirlah perusahaan besar Royal Dutch Petroleum Company, cikal bakal Shell — raksasa minyak dunia yang bermula dari bumi Langkat.
Masa itu menjadikan Pangkalan Berandan sebagai simbol kemajuan dan modernitas di era kolonial.
Namun, di balik kejayaan ekonomi tersebut, masyarakat pribumi hanya berperan sebagai pekerja rendahan di tanahnya sendiri.
Kekayaan alam yang melimpah tidak banyak memberi kemakmuran bagi warga lokal.
Antara Puing dan Keteguhan Warga
Lebih dari seabad kemudian, jejak kejayaan itu kini tinggal kenangan. Tangki-tangki raksasa berkarat, pipa-pipa tua terbengkalai, serta bangunan bersejarah berdiri dalam keheningan waktu.
Namun denyut kehidupan minyak belum sepenuhnya padam.
Di sejumlah titik, masyarakat masih mengelola sumur-sumur tua secara tradisional, menggunakan peralatan sederhana untuk memompa minyak dari perut bumi.
Aktivitas ini bukan hanya bentuk ketahanan hidup, tetapi juga simbol bahwa potensi energi Langkat belum benar-benar sirna.
Meski demikian, ketiadaan regulasi dan dukungan teknis membuat kegiatan rakyat ini berjalan di antara risiko hukum, keselamatan, dan lingkungan.
Harapan Baru dari Putra Asli Berandan
Cahaya harapan kini muncul dari Bupati Langkat, H. Syah Afandin, SH, putra asli Pangkalan Berandan.
Ia menggagas pembentukan Perseroan Daerah (Perseroda)
Langkat Setia Negeri, yang diharapkan menjadi wadah resmi pengelolaan sumber daya strategis daerah, termasuk potensi minyak rakyat.
“Masih banyak sumur rakyat yang bisa diberdayakan secara profesional. Jika dikelola dengan baik dan legal, hal itu dapat menjadi sumber PAD sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Langkat,” ujar Syah Afandin dalam salah satu kesempatan.
Gagasan ini menjadi langkah progresif dalam upaya mengembalikan semangat kejayaan Pangkalan Berandan.
Melalui Perseroda, pengelolaan minyak rakyat diharapkan berjalan lebih terarah, berkeadilan, dan berkelanjutan, dengan melibatkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan investor.
Menjaga Warisan, Menyalakan Asa
Kini, Pangkalan Berandan memang tak lagi berderu dengan suara mesin kilang seperti masa lampau.
Yang tersisa hanyalah monumen tua, sisa pipa, dan kisah sejarah yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Namun, dari serpihan sejarah itu, api harapan belum padam.
Jika dulu A.J. Zijlker menggali minyak untuk kepentingan kolonial, maka kini putra daerah seperti Syah Afandin bertekad menggali potensi demi kesejahteraan rakyatnya sendiri.
Pangkalan Berandan bukan sekadar kota minyak, tetapi tanah kelahiran semangat kemandirian dan kebangkitan daerah.
Dari Telaga Said yang menyalakan sejarah, hingga tangan-tangan rakyat yang menjaga warisan bumi Langkat, energi yang tersimpan kini bukan hanya minyak — melainkan semangat untuk bangkit dan berdikari.
(Ramlan|Mediapatriot.co.id|Kabiro Langkat).











