Jakarta, MediaPatriot.co.id – 3 November 2025 — Universitas Saintek Muhammadiyah (Saintekmu) bekerja sama dengan Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia menggelar kegiatan Literasi Gerakan Nasional bertajuk “Budaya Sensor Mandiri: Mari Memilah dan Memilih Tontonan” di kampus Saintekmu, Jakarta. Program ini bertujuan menumbuhkan kesadaran masyarakat, khususnya kalangan akademisi dan pelaku film, untuk lebih bijak dalam memilih tontonan dan memahami pentingnya budaya sensor mandiri.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting di dunia perfilman dan akademisi, antara lain Dr. Zaqia Ramallah, S.Pd., M.Sn. (Ketua Subkomisi Penelitian dan Pengembangan LSF), Pritagita Arianegara dan Avesina Soebil (Produser Film), serta Dr. Faiz Rafdhi, M.Kom. selaku Rektor Universitas Saintek Muhammadiyah.
Dalam sambutannya, Dr. Faiz Rafdhi menegaskan bahwa keberadaan LSF memiliki peran vital dalam menjaga kualitas dan moralitas tontonan di Indonesia. Ia menilai, setiap karya film, sehebat apapun, tetap membutuhkan proses penyensoran agar layak tayang bagi publik.
“Lembaga Sensor Film itu sangat penting bagi setiap film. Sebagus apapun film tersebut, tanpa proses sensor yang benar, ia tidak bisa dikatakan layak tayang. Karena itu, kegiatan literasi seperti ini menjadi sangat relevan, terlebih bagi kami di Universitas Saintek Muhammadiyah yang memiliki Program Studi Film dan Televisi berbasis nilai-nilai intelektual dan moral,” ujar Dr. Faiz.
Lebih lanjut, ia menyoroti adanya “wilayah abu-abu” dalam dunia tontonan digital seperti YouTube, Netflix, dan WeTV yang saat ini belum sepenuhnya tercakup dalam regulasi perfilman Indonesia.
“Tontonan di platform digital seperti YouTube belum menjadi ranah yang diatur oleh LSF. Padahal, konten digital ini kini sangat berpengaruh pada masyarakat. Karena itu, saya kira Undang-Undang Perfilman perlu direvisi agar mencakup ranah digital,” tambahnya.
Selain itu, Dr. Faiz juga menekankan pentingnya pendidikan etika profesi di bidang produksi film bagi mahasiswa. Menurutnya, pembelajaran tentang tanggung jawab moral dan sosial seorang kreator harus menjadi pondasi dalam proses penciptaan karya.
“Kami memiliki mata kuliah Etika Profesi yang menjadi bagian penting dalam membentuk karakter mahasiswa, terutama dalam produksi tontonan yang edukatif dan beretika. Produksi film yang baik harus lahir dari insan perfilman yang memiliki kesadaran moral, bukan hanya sekadar kemampuan teknis,” jelasnya.
Avesina Soebli selaku Produser Film menekankan bahwa budaya sensor mandiri bukanlah upaya membatasi kreativitas, melainkan bentuk tanggung jawab bersama untuk menciptakan ekosistem perfilman yang sehat dan mendidik.
“Sensor mandiri dimulai dari diri sendiri. Kita sebagai penonton perlu sadar bahwa tontonan berpengaruh besar pada cara berpikir dan berperilaku, terutama bagi anak-anak dan remaja,” ujar Avesina.
Sebagai produser yang telah banyak melahirkan karya film berkualitas, Avesina juga menyoroti kolaborasi penting antara pembuat film, lembaga sensor, dan masyarakat untuk membangun kesadaran budaya menonton yang cerdas.
“Film bisa menjadi alat edukasi yang luar biasa jika penontonnya paham konteks dan tahu mana yang pantas ditonton,” tambahnya.
Kegiatan literasi ini menjadi bagian dari komitmen Universitas Saintek Muhammadiyah untuk mendukung gerakan nasional budaya sensor mandiri serta memperkuat sinergi antara dunia pendidikan dan lembaga pemerintah dalam menciptakan ekosistem perfilman yang sehat dan bertanggung jawab.
(Red Irwan)


 






Komentar