Ahli Waris Goneng Bin Nisan Tuntut Keadilan: 15 Tahun Lahan Dikuasai PLTGU Muara Tawar Tanpa Ganti Rugi
Bekasi, MediaPatriot.co.id – 3 November 2025 — Perjuangan panjang ahli waris Goneng bin Nisan untuk memperoleh hak atas tanahnya yang digunakan dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Tawar, Kabupaten Bekasi, kembali mencuat ke permukaan. Setelah hampir dua dekade, keluarga besar Goneng bin Nisan menegaskan belum menerima ganti rugi atas lahan seluas 7.000 meter persegi yang sejak tahun 2007 digunakan untuk operasional PLTGU Muara Tawar.
Kuasa hukum ahli waris, Muhammad Kadafi, menyampaikan bahwa pihaknya menolak segala bentuk penindasan dan ketidakadilan yang dialami kliennya. “Hari ini kami hadir untuk melawan penindasan kekuasaan oknum atau kekeliruan dalam pelaksanaan teknis pembayaran. Kami menuntut hak kami yang belum dibayar,” ujarnya saat aksi unjuk rasa berlangsung di sekitar area PLTGU Muara Tawar, Senin (3/11/2025).
Kadafi menegaskan, surat girik asli tanah seluas 2,055 hektare milik Goneng bin Nisan masih dipegang oleh ahli waris, sebagai bukti sah kepemilikan. “Apabila pembayaran telah dilunasi, tentu girik asli sudah kami serahkan. Namun faktanya, hingga kini belum ada pembayaran untuk sisa lahan 7.000 meter persegi tersebut,” ungkapnya.
Ia juga mempertanyakan klaim PT PLN Nusantara Power UP Muara Tawar yang menyebut telah menyelesaikan seluruh proses pembebasan lahan dan ganti rugi sejak tahun 2007–2008. “Jika memang sudah dibayar, kami minta buktinya. Kapan dibayar? Di mana? Siapa penerimanya? Siapa saksinya? Dan berapa jumlahnya? Semua harus transparan,” tegas Kadafi.
Lebih lanjut, pihak ahli waris meminta penjelasan resmi terkait adanya putusan inkrah dan penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan tersebut. “Jika PLN mengaku memiliki sertifikat, maka kami ingin tahu nomor putusan inkrahnya, nomor sertifikatnya, dan siapa penerbitnya. Karena hingga hari ini, girik asli masih ada di tangan ahli waris,” ujarnya.

Kronologi Kasus
Berdasarkan data yang dihimpun, proses pembebasan lahan untuk pembangunan PLTGU Muara Tawar berlangsung pada tahun 2007–2008, mencakup tanah milik Goneng bin Nisan yang terletak di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Goneng bin Nisan diketahui memiliki tanah seluas 2,055 hektare dengan nomor girik C.168/425. Sebagian tanah seluas 7.500 meter persegi telah dijual kepada Aminah berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 1259/WT/IX/1983 di hadapan Camat Tarumajaya saat itu, Drs. Damanuru Husein.
Sisa tanah seluas 13.050 meter persegi kemudian dialihkan kepada beberapa pihak, di antaranya Sukih–Nyen, Marta–Rilun, Noin–Gani, Torni–Tanung, dan lainnya, dengan luas total 6.050 meter persegi yang telah dibayar oleh PLN. Namun, masih terdapat sisa 7.000 meter persegi yang belum mendapatkan ganti rugi hingga kini.
Berdasarkan Penetapan Pengadilan Agama Cikarang Nomor 2/Pdt.P/2024/PA.Ckr tanggal 7 Februari 2024, ahli waris Goneng bin Nisan dinyatakan sah memiliki hak atas tanah tersebut. Namun demikian, PT PLN Nusantara Power UP Muara Tawar belum melaksanakan kewajiban pembayaran sebagaimana mestinya.
Menuntut Keadilan, Bukan Menghambat Pembangunan
Dalam pernyataannya, ahli waris menegaskan tidak bermaksud menghambat pembangunan nasional. Mereka tetap menghormati peran strategis PLTGU Muara Tawar sebagai penyokong kebutuhan energi di Jawa Barat dan sekitarnya. Namun, hak rakyat harus tetap dihormati.
“Kami tidak menolak pembangunan. Kami hanya menuntut keadilan atas hak kami. Selama lebih dari 15 tahun, lahan kami digunakan untuk kepentingan negara, tetapi sisa pembayaran tidak pernah kami terima,” ungkap Kadafi.
Pihak ahli waris berharap PT PLN Nusantara Power dapat segera membuka ruang dialog dan menyelesaikan permasalahan ini secara adil dan transparan. “Kami memiliki dokumen sah, termasuk girik asli dan penetapan pengadilan. Jika PLN memang beritikad baik, mari duduk bersama dan selesaikan sesuai hukum,” tegasnya.
Sampai berita ini diturunkan, pihak PT PLN Nusantara Power UP Muara Tawar belum memberikan tanggapan resmi terbaru atas tuntutan ahli waris Goneng bin Nisan.
(Red Irwan)












