Jakarta, MediaPatriot.co.id – 5 November 2025 — Memasuki usia ke-29 tahun, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) meneguhkan kembali komitmennya sebagai benteng pembela rakyat tertindas. Dalam peringatan HUT bertema “Militerisasi & Totalitarian Obituary”, PBHI menyerukan kewaspadaan terhadap menguatnya praktik kekuasaan yang mengancam demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia.
Acara peringatan yang digelar di Sadjoe Café, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (5/11), turut diisi dengan peluncuran laporan tahunan PBHI serta obituari mengenang salah satu pendiri sekaligus tokoh advokasi hak asasi manusia, Johnson Panjaitan. Kehadiran para aktivis, akademisi, dan pegiat HAM dalam kegiatan ini menjadi penanda bahwa perjuangan PBHI masih relevan di tengah dinamika sosial politik nasional.
Ketua PBHI Nasional, Julius Ibrani, dalam sambutannya menyampaikan bahwa tema tahun ini merupakan refleksi tajam atas situasi kebebasan yang kian menyempit. Menurutnya, tanda-tanda kemunduran demokrasi mulai tampak melalui normalisasi kekerasan negara, pembatasan kebebasan berekspresi, dan meningkatnya kontrol terhadap masyarakat sipil.
“Kita sedang berada di titik kritis ketika kekuasaan mulai meniru wajah lama: menormalisasi kekerasan negara, membungkam perbedaan, dan mempersempit ruang kebebasan. PBHI berdiri untuk memastikan rakyat tidak kehilangan suaranya,” tegas Julius.
Ia menambahkan, perjuangan hukum sejatinya tidak berhenti pada ruang sidang. Advokasi, kata Julius, adalah perjuangan kemanusiaan yang menuntut keberanian moral untuk menentang segala bentuk ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan.
“Advokasi bukan sekadar soal pasal-pasal hukum, tapi tentang kemanusiaan. Kita harus terus melawan setiap bentuk militerisasi dan totalitarianisme yang membunuh akal sehat demokrasi,” lanjutnya.
Sejak berdiri pada 1996, PBHI telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan panjang rakyat Indonesia melawan ketidakadilan struktural. Organisasi ini tercatat aktif dalam advokasi korban pelanggaran HAM berat, penghilangan paksa, hingga pembelaan terhadap kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan.
Peringatan HUT ke-29 PBHI juga menjadi momentum konsolidasi gerakan masyarakat sipil. Dalam forum tersebut, para peserta menyerukan pentingnya memperkuat solidaritas antarjaringan pembela HAM, memperluas ruang publik yang bebas, dan memastikan lembaga hukum bekerja independen serta akuntabel terhadap rakyat.
Acara ditutup dengan pembacaan refleksi mengenang mendiang Johnson Panjaitan — sosok advokat yang dikenal berani melawan ketidakadilan. Warisan perjuangannya menjadi pengingat bagi generasi baru PBHI bahwa pembelaan terhadap kemanusiaan adalah perjuangan tanpa akhir.
“PBHI akan terus berdiri di barisan rakyat, menjaga nyala keadilan agar tidak padam oleh kekuasaan,” tutup Julius dengan penuh haru.
(Red Irwan)












Komentar