Sumedang, Mediapatriot.co.id — Dalam suasana Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025, semangat perjuangan dan pelestarian nilai luhur bangsa kembali bergema di lingkungan Karaton Sumedang Larang. Di balik kemegahan istana yang sarat sejarah itu, sosok Sri Radya H.R.I. Lukman Soemadisoeria tampil sebagai penjaga utama kemurnian tradisi Sunda sekaligus penerus sah nilai kepahlawanan leluhur yang diwariskan sejak masa Prabu Geusan Ulun.
Sebagai tokoh adat yang disegani, Sri Radya menegaskan bahwa Hari Pahlawan tidak hanya diperingati melalui upacara, tetapi dihidupkan melalui tindakan nyata dan pelestarian budaya. Ia menilai, perjuangan zaman modern tidak lagi mengangkat senjata, melainkan menjaga warisan budaya, moral, dan spiritual agar tidak punah diterpa arus globalisasi. “Semangat kepahlawanan itu tidak mati. Ia hanya berganti bentuk — dari medan perang ke medan moral dan kebudayaan,” ujarnya dalam wawancara dengan redaksi Mediapatriot.co.id.
Pelestarian Tradisi dan Makna Spiritualitas
Dalam momentum Hari Pahlawan kali ini, Karaton Sumedang Larang melaksanakan prosesi adat Jamasan Pusaka dan Kirab Alit & Gunungan di pelataran istana, Jalan Prabu Geusan Ulun No. 40B, Regol Wetan, Sumedang Selatan. Prosesi itu menjadi simbol penyucian lahir batin masyarakat serta penghormatan kepada para pendiri karaton dan raja Sunda terdahulu.
“Jamasan Pusaka bukan hanya membersihkan benda pusaka, tapi juga membersihkan jiwa dan niat manusia agar tetap selaras dengan nilai luhur leluhur serta semangat kepahlawanan bangsa,” tutur Sri Radya dengan nada penuh wibawa. Bagi beliau, pusaka bukan sekadar benda sejarah, melainkan lambang tanggung jawab untuk menjaga martabat bangsa.
Makna spiritual dari kegiatan itu menjadi refleksi tentang bagaimana perjuangan dan kebersihan hati menjadi dasar bagi setiap pengabdian. Seperti halnya para pahlawan yang berkorban tanpa pamrih, Sri Radya mengajak masyarakat menjadikan budaya sebagai sumber inspirasi untuk memperkuat moral dan rasa cinta tanah air.
Sumedang Larang: Dari Kerajaan ke Pusat Budaya
Kini Karaton Sumedang Larang tak lagi hanya dipandang sebagai peninggalan sejarah, tetapi telah menjelma menjadi pusat budaya dan spiritual Sunda. Melalui kegiatan seperti Festival Tradisi Karaton Sumedang Larang, Pasanggiri Duta Karaton, hingga Tausiah Maulid Nabi, masyarakat diajak mengenal akar budayanya sekaligus menumbuhkan semangat nasionalisme.
“Adat, budaya, dan agama tidak boleh dipisahkan. Ketiganya adalah fondasi kuat untuk menjaga moral dan karakter bangsa. Semangat Hari Pahlawan adalah menjaga keseimbangan itu,” ujar Sri Radya Lukman Soemadisoeria. Menurutnya, nilai kepahlawanan juga berarti menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan — sebuah filosofi yang telah lama hidup dalam kebudayaan Sunda.
Berbagai kegiatan di karaton selalu dipadati masyarakat dari berbagai daerah. Mereka datang tidak hanya untuk menyaksikan ritual adat, tetapi juga untuk belajar tentang makna pengabdian dan tanggung jawab sosial. Di tengah arus modernisasi, Karaton Sumedang Larang menjadi oase budaya yang mengingatkan bangsa ini akan akar identitasnya.
Dukungan Masyarakat dan Pemerintah Daerah
Dukungan terhadap eksistensi Karaton Sumedang Larang datang dari banyak pihak, mulai dari masyarakat lokal hingga pemerintah daerah. Banyak tokoh budaya dan akademisi menilai bahwa Sumedang Larang adalah “tulang punggung spiritual” budaya Sunda. Dengan pendekatan inklusif, Sri Radya berhasil menjadikan karaton bukan hanya milik bangsawan, melainkan milik seluruh rakyat.
Festival tahunan yang digelar karaton selalu menampilkan perpaduan antara ritual sakral dan hiburan rakyat. Beberapa kegiatan yang menjadi daya tarik publik antara lain Kirab Alit & Gunungan, Bazar UMKM khas Sumedang, Pameran Pusaka dan Batik Sumedang Larang, serta Pagelaran Tari dan Musik Sunda Tradisional. Melalui kegiatan tersebut, nilai-nilai kepahlawanan dan semangat cinta tanah air disebarkan secara halus namun mendalam kepada generasi muda.
Menurut Sri Radya, budaya adalah media paling efektif untuk menanamkan nilai perjuangan. “Pahlawan bukan hanya mereka yang gugur di medan perang, tapi juga mereka yang menjaga moral bangsanya agar tetap berdiri tegak,” katanya. Oleh karena itu, karaton berkomitmen menjadi ruang pembelajaran karakter bagi masyarakat, khususnya kaum muda.
Nilai-Nilai Kepemimpinan Sri Radya Lukman Soemadisoeria
Sebagai pemangku adat, Sri Radya dikenal memiliki ketegasan dan kebijaksanaan yang mencerminkan nilai kepemimpinan tradisional Sunda. Ia hidup sederhana, namun berwibawa dan tegas dalam menegakkan nilai-nilai moral. Dalam kesehariannya, ia membina para abdi dalem agar memahami filosofi kepemimpinan “ngawula tanpa pamrih” — mengabdi tanpa mengharapkan imbalan.
“Budaya bukan sekadar tontonan, tapi tuntunan. Karaton harus menjadi sumber moral bagi rakyat, bukan sekadar simbol masa lalu,” ucap Sri Radya menegaskan. Ucapan itu menjadi penegasan bahwa kepemimpinan sejati bukan tentang gelar, melainkan tanggung jawab dan keteladanan. Di tangannya, karaton tidak lagi sekadar tempat upacara adat, tetapi menjadi lembaga moral yang menanamkan nilai kejujuran, keberanian, dan kasih sayang.
Para tokoh masyarakat menilai, kehadiran Sri Radya Lukman Soemadisoeria membawa nuansa baru bagi Sumedang. Ia mampu menjembatani antara tradisi dan kemodernan tanpa kehilangan esensi nilai-nilai leluhur. Sikapnya yang terbuka terhadap kolaborasi dengan akademisi, seniman, dan lembaga pemerintahan memperkuat posisi karaton sebagai pusat pembelajaran budaya Sunda yang hidup dan relevan dengan zaman.
Misi Pelestarian Menuju Indonesia Emas 2045



Menatap masa depan, Sri Radya H.R.I. Lukman Soemadisoeria menegaskan visi besar: menjadikan Karaton Sumedang Larang sebagai pusat pendidikan budaya nasional yang menanamkan semangat kepahlawanan sejak dini. Ia percaya bahwa kekuatan bangsa di masa depan terletak pada generasi yang memahami akar budayanya sendiri. “Jika anak muda kehilangan sejarah, maka mereka akan kehilangan arah,” katanya.
Dalam konteks menuju Indonesia Emas 2045, karaton berkomitmen mengembangkan digitalisasi arsip budaya dan memperluas literasi sejarah lokal. Upaya ini dilakukan agar warisan leluhur tetap hidup dan dapat diakses oleh masyarakat luas, termasuk generasi milenial dan Gen Z. Melalui kolaborasi dengan lembaga pendidikan dan komunitas seni, karaton bertransformasi menjadi ruang edukasi yang menanamkan nilai patriotisme melalui pendekatan budaya.
Bagi Sri Radya, menjaga pusaka bangsa sama nilainya dengan mempertahankan kemerdekaan. Ia menekankan bahwa keberlanjutan kebudayaan adalah bentuk nyata perjuangan zaman modern — perjuangan yang sunyi, tapi bermakna mendalam.
✨ Sri Radya Karaton Sumedang Larang, R.I. Lukman Soemadisoeria
Menjaga Warisan Leluhur, Menghidupkan Budaya, Menyatukan Bangsa.













Komentar