Jakarta, 14 November 2025 — Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI bersama Komite Pengembangan Pengetahuan Demokrasi dan Media (KPPDEM) menggelar Program Ruang Sinema: Diskusi Media Kepemiluan bertema “Antisipasi Perkembangan AI dan Model Pengawasan Digital di Pemilu”. Acara yang berlangsung di Media Center Bawaslu RI, Jakarta Pusat, pada Jumat (14/11/2025) ini disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Bawaslu RI.
Meskipun menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai lembaga negara, sorotan utama dalam diskusi publik ini datang dari Direktur Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko, yang memaparkan analisis mendalam mengenai ancaman teknologi kecerdasan buatan (AI) terhadap keamanan informasi dan stabilitas pemilu mendatang.
“Pemilu, AI, dan SARA: Tiga Titik Pertemuan yang Berbahaya”
Dalam paparannya, Septiaji Eko menegaskan bahwa Pemilu 2029 berpotensi menghadapi ancaman yang lebih kompleks dibandingkan pemilu sebelumnya. Menurutnya, perkembangan AI yang sangat cepat membuka ruang baru bagi penyebaran informasi palsu, manipulatif, dan provokatif, terutama yang memanfaatkan isu sensitif seperti SARA.
“2029 belum aman dari SARA. Ada pertemuan tiga titik yang saya khawatirkan: Pemilu, AI, dan SARA,” kata Septiaji. Ia menjelaskan bahwa teknologi AI saat ini mampu menghasilkan konten yang sangat mirip dengan karya manusia—baik dalam bentuk teks, suara, maupun video—yang bisa digunakan untuk memicu kebencian, mengganggu stabilitas, bahkan membakar emosi publik.
Minta Kerja Sama Lintas Lembaga: BSSN, Kominfo Digital, hingga Penyedia Platform
Septiaji menilai bahwa penyelenggara pemilu dan pemerintah harus memperkuat koordinasi lintas lembaga untuk menghadapi ancaman tersebut. Ia merekomendasikan kerja sama intensif antara Bawaslu, KPU, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kominfo Digital dalam membangun infrastruktur pengawasan digital yang lebih komprehensif.
“Kita ingin platform media sosial dapat mengecek apakah konten tersebut dibuat oleh AI atau bukan. Ini PR besar kita. Regulasi harus kuat, dan platform harus ikut bertanggung jawab,” ujarnya menegaskan.
Ia juga mengingatkan bahwa produksi konten AI yang bertujuan memprovokasi masyarakat harus menjadi fokus utama pemantauan. “Ada konten AI yang dibuat untuk membakar massa. Itu harus dipantau secara ketat,” tambahnya.

Literasi Pemilih Menjadi Kunci Pertahanan
Selain aspek keamanan digital, Septiaji menekankan pentingnya literasi pemilih. Menurutnya, masyarakat harus dibekali kemampuan untuk memahami informasi pemilu secara benar dan kritis, terutama ketika berhadapan dengan banjir konten digital yang sulit diverifikasi.
“Pemilih harus dibekali pengetahuan terkait pemilu. Literasi digital bukan hanya pelengkap, tapi benteng utama kita,” ungkapnya.
Bawaslu dan KPPDEM Tegaskan Komitmen Penguatan Pengawasan Digital
Melalui forum ini, Bawaslu dan KPPDEM menegaskan bahwa isu AI bukan lagi topik futuristik, melainkan tantangan aktual yang harus dipersiapkan sejak sekarang. Kolaborasi dengan organisasi masyarakat seperti Mafindo dipandang menjadi elemen penting dalam menjaga integritas informasi, mencegah misinformasi, dan memastikan pemilu berlangsung aman serta terpercaya.
Diskusi ini diharapkan menghasilkan rekomendasi strategis bagi pemangku kepentingan pemilu dalam menghadapi kompleksitas era digital, sekaligus memperkuat kesadaran publik bahwa ancaman manipulasi AI di ruang informasi adalah nyata dan harus diantisipasi bersama.
Red Irwan









Komentar