Disusun oleh: Jocelyn Gracia
Salah satu hal yang masih sering terlihat di berbagai klinik gigi di Indonesia adalah kebiasaan masyarakat yang baru datang ke dokter ketika rasa sakit giginya sudah tak tertahankan. Dari hasil pengamatan di klinik, pola ini seolah menjadi kebiasaan umum yaitu pasien datang bukan untuk mencegah, melainkan karena sudah benar-benar terpaksa. Fenomena inilah yang kemudian menjadi tantangan besar bagi para dokter gigi dalam menjalankan perannya menjaga kesehatan masyarakat.
Banyak orang masih menganggap kesehatan gigi dan mulut bukan hal yang penting atau mendesak. Sakit gigi sering dipandang sebagai masalah kecil yang bisa diatasi dengan obat pereda nyeri atau ramuan tradisional. Padahal, keluhan sederhana seperti gigi berlubang atau karang gigi yang menumpuk bisa berkembang menjadi infeksi serius jika dibiarkan. Tidak jarang, saat pasien akhirnya datang ke klinik, kerusakan sudah terlalu parah dan memerlukan tindakan medis yang lebih rumit seperti perawatan saluran akar, pencabutan gigi, bahkan pemasangan gigi tiruan.
Dalam sebuah kesempatan, drg. Ari Sigit, Sp.Pros., menyampaikan bahwa kebiasaan menunggu sakit parah sebelum ke dokter gigi menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi tenaga medis gigi di Indonesia. “Sebagian besar pasien datang karena sudah tidak tahan sakit, bukan karena ingin mencegah,” ujarnya. Pengalaman di lapangan juga menunjukkan hal yang sama: sebagian besar kunjungan pasien didorong oleh rasa nyeri, bukan kesadaran akan pentingnya pemeriksaan rutin.
Masalah ini berkaitan erat dengan rendahnya edukasi dan persepsi masyarakat terhadap profesi dokter gigi. Banyak yang menganggap perawatan gigi itu mahal, padahal justru karena datang terlambatlah biayanya menjadi tinggi. Pemeriksaan rutin dan tindakan sederhana seperti pembersihan karang gigi sebenarnya jauh lebih terjangkau dibanding perawatan akibat kerusakan berat. Di sinilah peran dokter gigi menjadi penting bukan sekadar mengobati, tetapi juga mengedukasi dan membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi sejak dini.
Untuk mengubah pola pikir ini, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak mulai dari tenaga kesehatan, lembaga pendidikan, dan pemerintah. Edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan mulut harus dimulai sejak usia sekolah, disertai kampanye publik dan program pemeriksaan berkala yang mudah dijangkau masyarakat. Upaya ini dapat membantu masyarakat memahami bahwa dokter gigi bukan hanya “tempat berobat”, tetapi juga profesi yang membantu menjaga kualitas hidup.
Melalui pengamatan di klinik, terlihat jelas bahwa peran dokter gigi tidak hanya sebatas memperbaiki gigi yang rusak, tetapi juga menjadi ujung tombak dalam menciptakan budaya hidup sehat. Sudah saatnya masyarakat mengubah kebiasaan “berobat saat sakit” menjadi “memeriksa sebelum sakit.” Karena pada akhirnya, gigi yang sehat bukan hanya soal senyum yang indah, tetapi juga kunci untuk makan dengan nyaman, berbicara dengan percaya diri, dan hidup lebih sehat secara menyeluruh.














Komentar