Abstrak
Urbanisasi yang cepat mengubah struktur sosial, ekonomi, dan lingkungan kota. Pertumbuhan populasi perkotaan meningkatkan tekanan pada infrastruktur, kualitas udara, air, dan sanitasi, serta menimbulkan masalah kesehatan masyarakat. Artikel ini meninjau literatur ilmiah terbaru mengenai dampak urbanisasi terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan, menyoroti studi kasus di kota-kota besar Indonesia, serta menyajikan strategi pengelolaan perkotaan yang berkelanjutan.
Pendahuluan
Urbanisasi merupakan fenomena global, dengan lebih dari 55% populasi dunia tinggal di perkotaan pada 2025 (UN DESA, 2022). Indonesia mengalami urbanisasi cepat, terutama di Jabodetabek, Surabaya, dan Makassar. Urbanisasi membawa peluang ekonomi dan sosial, namun juga menimbulkan tantangan serius terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Kepadatan penduduk yang tinggi, pertumbuhan kendaraan bermotor, serta pembangunan yang tidak terkendali menyebabkan polusi udara, pencemaran air, limbah padat, dan gangguan sanitasi. Dampak ini meningkatkan risiko penyakit pernapasan, infeksi berbasis air, stres, dan masalah psikososial.
Artikel ini membahas lima dampak utama urbanisasi terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, serta strategi mitigasi yang dapat diterapkan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Dampak Urbanisasi terhadap Kualitas Lingkungan dan Kesehatan
1. Polusi udara dan gangguan pernapasan
Urbanisasi meningkatkan jumlah kendaraan bermotor, industri, dan pembakaran sampah, sehingga kualitas udara menurun. Partikel PM2.5, nitrogen dioksida (NO2), dan ozon troposferik menjadi polutan utama yang membahayakan kesehatan.
Studi di Jakarta dan Bandung menunjukkan bahwa konsentrasi PM2.5 di pusat kota melebihi batas aman WHO hingga 2–3 kali lipat. Populasi yang paling terdampak adalah anak-anak, lansia, dan individu dengan penyakit kronis. Dampak kesehatan meliputi asma, bronkitis, penyakit jantung, dan gangguan perkembangan paru pada anak.
2. Pencemaran air dan sanitasi
Urbanisasi meningkatkan volume limbah domestik dan industri yang dibuang ke sungai, danau, dan saluran air. Pencemaran ini menyebabkan risiko diare, kolera, hepatitis, dan penyakit kulit.
Kasus Sungai Ciliwung di Jakarta menunjukkan tingginya kontaminasi biologis dan kimia, yang memengaruhi kualitas air bagi masyarakat sekitar. Infrastruktur sanitasi yang tidak memadai memperburuk penyebaran penyakit berbasis air.
3. Limbah padat dan degradasi lingkungan
Pertumbuhan penduduk kota meningkatkan volume sampah rumah tangga dan industri. Sampah yang tidak dikelola dengan baik mencemari tanah dan air, serta menimbulkan bau, hama, dan risiko penyakit.
Studi di Surabaya menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang buruk meningkatkan insiden leptospirosis, demam tifoid, dan penyakit kulit di lingkungan padat penduduk. Peningkatan fasilitas pengelolaan sampah dan kesadaran masyarakat menjadi strategi mitigasi penting.
4. Kepadatan dan stres psikososial
Urbanisasi menyebabkan kepadatan penduduk yang tinggi, terbatasnya ruang hijau, dan kemacetan lalu lintas. Kondisi ini memengaruhi kesehatan mental masyarakat, meningkatkan stres, kecemasan, dan gangguan tidur.
Penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa warga yang tinggal di permukiman padat memiliki tingkat stres psikososial lebih tinggi hingga 25% dibandingkan warga di lingkungan dengan ruang terbuka hijau. Peningkatan ruang hijau, taman kota, dan fasilitas rekreasi menjadi strategi penting untuk kesehatan mental.
5. Perubahan iklim lokal dan urban heat island
Kota yang padat dengan gedung tinggi dan aspal luas mengalami efek urban heat island, meningkatkan suhu lokal hingga 2–5°C dibandingkan daerah sekitarnya. Suhu tinggi berdampak pada kesehatan fisik, termasuk heatstroke, dehidrasi, dan penyakit kardiovaskular.
Studi di Surabaya dan Jakarta menunjukkan peningkatan kunjungan ke rumah sakit selama gelombang panas di musim kemarau. Strategi mitigasi termasuk penghijauan kota, atap reflektif, dan transportasi berkelanjutan untuk mengurangi efek panas perkotaan.
Strategi Pengelolaan Urbanisasi Berkelanjutan
- Pengendalian polusi udara
Mendorong transportasi publik, kendaraan rendah emisi, serta regulasi industri dan pembakaran sampah untuk menurunkan polutan udara. - Peningkatan infrastruktur air dan sanitasi
Membangun sistem pengolahan air limbah, distribusi air bersih, dan fasilitas sanitasi yang memadai untuk mengurangi risiko penyakit. - Pengelolaan limbah padat
Menerapkan sistem pengumpulan dan daur ulang sampah yang efektif, serta edukasi masyarakat untuk pengelolaan sampah berbasis komunitas. - Pengembangan ruang terbuka hijau
Meningkatkan taman kota, ruang rekreasi, dan penghijauan lingkungan untuk mengurangi stres, polusi, dan efek urban heat island. - Perencanaan kota berkelanjutan
Mengintegrasikan perencanaan transportasi, bangunan ramah lingkungan, dan manajemen risiko bencana untuk menciptakan kota yang aman, sehat, dan nyaman. - Edukasi dan partisipasi masyarakat
Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program lingkungan, menjaga kebersihan, dan menggunakan sumber daya secara bijak untuk mendukung urbanisasi berkelanjutan.
Kesimpulan
Urbanisasi membawa peluang ekonomi dan sosial, namun juga menimbulkan tantangan serius terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dampak meliputi polusi udara, pencemaran air, limbah padat, stres psikososial, dan perubahan iklim lokal.
Strategi mitigasi yang efektif mencakup pengendalian polusi, peningkatan infrastruktur air dan sanitasi, pengelolaan limbah, ruang terbuka hijau, perencanaan kota berkelanjutan, dan partisipasi masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan komunitas sangat penting untuk menciptakan kota yang sehat, aman, dan berkelanjutan.
Referensi
- UN DESA. (2022). World Urbanization Prospects. New York: United Nations Department of Economic and Social Affairs.
- WHO. (2021). Urban Health and Environmental Risks. Geneva: World Health Organization.
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (2021). Laporan Kualitas Lingkungan Perkotaan. Jakarta: KLHK.
- Susanto, R., et al. (2020). Air pollution and respiratory health in Jakarta. Environmental Monitoring and Assessment, 192, 512.
- Nugroho, D., & Putri, L. (2019). Urban heat island effect in Indonesian cities. Journal of Urban Climate, 28, 100-112.
- BPS Indonesia. (2022). Statistik Kepadatan Penduduk dan Lingkungan Perkotaan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.






Komentar