Disusun Oleh: Titin Cahya Setiyowati
Dosen Pengampu: Dr. Kristiawati, S.Kp., M.Kep., Ns., Sp.Kep.An
Program Studi: Ilmu Ekonomi
Universitas Airlangga
Pendahuluan
Kebijakan fiskal merupakan instrumen penting dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional, terutama di tengah tantangan global dan tekanan pasar domestik. Pergantian Menteri Keuangan ke Purabaya menjadi momen yang menarik untuk diamati, karena berbagai gebrakan fiskal mulai diperkenalkan hanya dalam waktu sebulan masa jabatannya. Artikel ini membahas bagaimana “Purabaya Effect” muncul di ruang publik, bagaimana respons pasar, serta sejauh mana dampaknya mulai dirasakan oleh masyarakat dan sektor riil.
Sudah sebulan sejak Menteri Keuangan baru, Purabaya, resmi menjalankan tugasnya menggantikan posisi strategis yang menjadi ujung tombak kebijakan fiskal Indonesia. Dalam waktu singkat, ia meluncurkan sejumlah langkah cepat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang sempat tertahan oleh tekanan global dan ketidakpastian pasar domestik. Namun, seberapa jauh “Purabaya Effect” benar-benar terasa di masyarakat?
Sejak awal menjabat, Purabaya menegaskan bahwa arah kebijakan fiskal akan difokuskan pada efisiensi belanja negara, percepatan penyerapan anggaran, serta penguatan dukungan bagi sektor produktif. Tiga fokus ini menjadi pondasi utama strategi fiskal barunya.
Hasil awal terlihat dari respons pasar keuangan: rupiah menguat tipis terhadap dolar AS, sementara indeks saham menunjukkan tren positif dalam beberapa pekan terakhir. Investor menilai sinyal kebijakan pemerintah kini lebih terbuka dan terukur.
Meski pasar menunjukkan reaksi cepat, dampak di sektor riil belum terasa sepenuhnya. Penyaluran dana untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan UMKM memang mulai dipercepat, namun efek pengganda terhadap konsumsi dan lapangan kerja masih terbatas. Kondisi ini dinilai wajar, mengingat kebijakan fiskal biasanya memerlukan waktu untuk menjalar hingga ke tingkat masyarakat.
Beberapa ekonom mencatat, peningkatan kepercayaan pelaku usaha terhadap stabilitas fiskal pemerintah menjadi modal penting untuk memperkuat investasi dalam negeri ke depan.
Salah satu kebijakan yang paling disorot publik adalah langkah mengalihkan sebagian anggaran birokrasi ke sektor produktif. Kebijakan ini dinilai mampu meningkatkan efisiensi tanpa memangkas belanja sosial. Selain itu, pemberian insentif pajak bagi industri hijau dan manufaktur ekspor dinilai sebagai sinyal kuat bahwa arah kebijakan fiskal Purabaya mendukung pertumbuhan berkelanjutan dan peningkatan daya saing global.
Namun, sejumlah pengamat mengingatkan bahwa keberlanjutan “Purabaya Effect” akan sangat bergantung pada kemampuan menjaga keseimbangan antara disiplin fiskal dan dorongan pertumbuhan. Jika belanja pemerintah terlalu ekspansif tanpa diimbangi peningkatan penerimaan, risiko pelebaran defisit dapat menjadi ancaman bagi stabilitas ekonomi makro.
Satu bulan memang belum cukup untuk menilai hasil secara menyeluruh, namun cukup untuk melihat arah baru yang lebih progresif dan praktis. Jika konsistensi kebijakan terjaga, “Purabaya Effect” berpotensi menjadi momentum penting bagi percepatan pemulihan dan transformasi ekonomi Indonesia.
Daftar Pustaka
Simanjuntak, A. K. M. (2025, 12 Oktober). Jamin Defisit di Bawah 3%, Purbaya: Tak Ada Kebijakan Fiskal Agresif. DDTC News. Diakses dari https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1814398/jamin-defisit-di-bawah-3-purbaya-tak-ada-kebijakan-fiskal-agresif
















Komentar