Pada Rabu, 12 November 2025, Denpasar, Bali, menjadi pusat perhatian dunia budaya saat WCH Royal Summit ke-8 digelar di UC Silver and Gold Gallery and Museum. Acara internasional ini menghadirkan para bangsawan, tokoh kemanusiaan, pemimpin tradisional, dan pejabat dari berbagai negara. Di tengah sorotan global, KMA Wahyuni Gayatri Ningtyas, pendiri dan pimpinan Rumah Adat Budaya Nusantara, muncul sebagai sosok yang menonjol dengan keanggunan dan wibawanya, memadukan nilai-nilai tradisi Nusantara dengan diplomasi budaya modern.


Wahyuni hadir bukan hanya sebagai tamu kehormatan, tetapi juga sebagai representasi budaya Indonesia yang aktif melestarikan tradisi sekaligus menanamkan nilai kemanusiaan. Dalam wawancara singkat sebelum acara, ia menekankan pentingnya forum internasional seperti WCH Royal Summit untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia, menekankan bahwa budaya bukan sekadar estetika, melainkan juga medium untuk menyampaikan pesan moral dan kemanusiaan. “Budaya adalah identitas bangsa. Melalui forum internasional seperti ini, kita dapat memperkenalkan nilai-nilai luhur Indonesia kepada dunia. Saya ingin menunjukkan bahwa kemanusiaan dan kebudayaan berjalan beriringan,” ujarnya.
Salah satu momen paling menonjol dalam acara ini adalah pertemuan Wahyuni dengan Agung Sagung Saraswathi Dharmaputri, cucu Raja Pamecutan, Bali. Pertemuan ini menjadi simbol kesinambungan tradisi dan kolaborasi lintas generasi dalam pelestarian budaya. Agung Sagung Saraswathi, yang dikenal aktif mempromosikan budaya dan pendidikan generasi muda, terlihat berbincang hangat dengan Wahyuni, berbagi wawasan tentang cara menjaga warisan budaya di tengah modernisasi. Pertemuan ini menarik perhatian para hadirin karena memperlihatkan hubungan harmonis antara pelaku budaya modern dan keluarga kerajaan, yang keduanya memiliki misi yang sama: memperkuat identitas budaya Indonesia di kancah global.
Selain bertemu cucu Raja Pamecutan, Wahyuni juga berkesempatan berinteraksi dengan berbagai delegasi asing yang hadir dari sejumlah negara, termasuk perwakilan dari Asia, Eropa, dan Amerika. Para delegasi ini memperlihatkan minat besar terhadap filosofi budaya Nusantara yang diperkenalkan Wahyuni, mulai dari simbolisme busana adat, tata nilai sosial, hingga hubungan manusia dengan alam dan spiritualitas. Wahyuni menjelaskan bagaimana setiap simbol dan motif tradisional memiliki makna yang mendalam, menekankan bahwa budaya Indonesia adalah jembatan untuk komunikasi lintas bangsa, sekaligus alat diplomasi soft power.
Penampilan Wahyuni begitu memikat, mengenakan busana adat Nusantara bernuansa modern yang memadukan warna, tekstur, dan simbol khas budaya lokal. Ia tampil anggun sekaligus memancarkan wibawa, mampu menarik perhatian tidak hanya delegasi asing, tetapi juga tokoh lokal dan nasional yang hadir. Para tamu tampak antusias mengikuti setiap penjelasannya, termasuk tentang makna di balik motif, filosofi adat, dan nilai kemanusiaan yang terkandung dalam setiap simbol tradisi Nusantara.
Ketua Panitia Regional Bali, General (Ret) Dr. I Nyoman Trisantosa, menegaskan bahwa kehadiran tokoh-tokoh seperti Wahyuni sangat penting untuk menunjukkan bahwa budaya Indonesia mampu memadukan kemanusiaan, estetika, dan diplomasi internasional. Ia menyatakan, “KMA Wahyuni Gayatri Ningtyas adalah representasi semangat budaya Indonesia yang hidup dan dinamis. Beliau menunjukkan bahwa kemanusiaan bisa disampaikan dengan cara yang indah melalui budaya.”
Selain interaksi dengan cucu Raja Pamecutan dan delegasi asing, Wahyuni juga ikut mendampingi delegasi lain dalam melihat berbagai penampilan seni tradisional Bali, pameran budaya, dan jamuan kuliner khas Nusantara. Kehadirannya memberikan konteks yang lebih luas mengenai bagaimana budaya bisa menjadi medium edukasi, pemberdayaan masyarakat, dan promosi nilai-nilai kemanusiaan. Rumah Adat Budaya Nusantara yang dipimpin Wahyuni selama ini aktif mengadakan kegiatan sosial, pelestarian adat, serta pemberdayaan perempuan dan anak melalui jalur budaya, dan semua ini menjadi contoh nyata untuk para delegasi asing.
Dalam kesempatan khusus, Wahyuni menyerahkan bingkisan budaya kepada Agung Sagung Saraswathi Dharmaputri, yang menjadi simbol penghormatan lintas generasi dan kesinambungan tradisi. Momen ini disambut hangat oleh semua pihak karena memperlihatkan kolaborasi antara pelaku budaya modern dan keluarga kerajaan, yang memiliki misi sama: menjaga, melestarikan, dan memperkenalkan budaya Indonesia di panggung global.
Wahyuni menegaskan bahwa diplomasi budaya bukan hanya soal estetika atau simbol semata, tetapi juga upaya nyata dalam membangun kesadaran global akan nilai-nilai luhur. “Saya bangga Bali menjadi tuan rumah forum ini. Di sini, kita tidak hanya memperlihatkan keindahan budaya, tetapi juga nilai kemanusiaan yang dapat menyatukan berbagai bangsa,” ujar Wahyuni.
Sepanjang acara, interaksi dengan delegasi asing berlangsung intens. Para peserta dari berbagai negara memperlihatkan minat besar terhadap filosofi budaya Nusantara, mengapresiasi bagaimana nilai-nilai tradisi dapat dikaitkan dengan isu global seperti kesetaraan, perlindungan anak, dan solidaritas sosial. Wahyuni menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan bahwa budaya Indonesia adalah jembatan soft power yang mampu membangun dialog antarbangsa dan mempererat hubungan internasional.
Secara keseluruhan, kehadiran KMA Wahyuni Gayatri Ningtyas di WCH Royal Summit ke-8 tidak hanya menegaskan posisinya sebagai duta budaya dan pemimpin rumah adat, tetapi juga memperlihatkan bagaimana budaya dapat menjadi sarana diplomasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat. Pertemuan dengan Agung Sagung Saraswathi Dharmaputri, cucu Raja Pamecutan, menambahkan nilai simbolis dan historis, memperlihatkan kesinambungan budaya dari generasi kerajaan hingga pelaku budaya modern. Interaksi dengan delegasi asing menegaskan bahwa budaya Indonesia memiliki daya tarik universal, relevansi global, dan kekuatan untuk menyampaikan pesan kemanusiaan dan perdamaian.
Dengan semua rangkaian kegiatan ini, Wahyuni berhasil menyampaikan pesan yang sederhana namun mendalam: bahwa Indonesia bukan hanya terkenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena budaya dan nilai-nilai luhur yang hidup, mampu menginspirasi dunia, dan menyatukan bangsa. Kehadiran dan interaksinya dengan tokoh lokal, cucu Raja Pamecutan, dan delegasi internasional menegaskan bahwa budaya adalah alat diplomasi soft power yang nyata, efektif, dan relevan untuk masa depan global.
(Tommy/Handanil)















Komentar