Bencana Besar Sumatra dan Nurani yang Kian Tenggelam
Rabu|3 Desember 2025|Pukul|18.00|WIB
Mediapatriot.co.id|Sumatera Utara|Berita Terkini – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali memperbarui data yang seharusnya mengguncang hati siapa pun yang masih memiliki sejumput kepekaan: 753 jiwa meninggal, 650 orang masih hilang, dan 2.600 luka-luka akibat banjir dan longsor besar yang menghantam Sumatra sejak akhir November.
Lebih dari 3,3 juta warga di 50 kabupaten kini menjadi bagian dari statistik penderitaan yang kian memanjang – angka yang jauh lebih mudah diucapkan dibanding dirasakan.
Namun di balik deretan angka itu, satu pertanyaan menggantung seperti awan pekat yang membawa hujan tak berkesudahan: berapa banyak lagi korban yang harus menjadi angka sebelum nurani pemerintah benar-benar terbangun?
Air Bah yang Membawa Pergi Ketenangan Ribuan Warga.
Di banyak wilayah, warga yang kehilangan rumah kini menempati tenda seadanya, yang kadang lebih pantas disebut kain peneduh daripada tempat perlindungan.
Mereka menunggu bantuan sambil memandangi sisa-sisa kehidupan yang terseret arus.
Anak-anak yang gemetar kedinginan tidur beralaskan karpet tipis, sementara ibu-ibu hanya bisa memeluk bayinya, berharap tubuhnya cukup hangat untuk menahan malam.
Di beberapa lokasi, mayat-mayat yang berhasil ditemukan diletakkan berjejer dalam kondisi darurat – bukan karena kurang hormat, tetapi karena ruang untuk kematian pun kini terbatas.
Bau lumpur dan duka bercampur menjadi satu, membekap napas siapa saja yang menyaksikannya langsung.
Kabupaten-Kabupaten yang Menjerit Tanpa Suara
Lima puluh kabupaten kini terpapar dampak bencana ini. Dari Sumatra Utara hingga Aceh, dari dataran rendah hingga lembah perbukitan, jeritan warga berjalan lebih cepat daripada arus bantuan.
Infrastruktur yang ambruk, jalan yang terputus, bandara yang lumpuh, dan listrik yang padam menjadi bukti bahwa alam tidak sedang bermain-main.
Tetapi di saat yang sama, publik bertanya-tanya:
Jika alam sedang murka, apakah kesiapsiagaan negara harus ikut ambruk?
Jika rakyat melolong meminta pertolongan, mengapa birokrasi masih meraba-raba?
Sindiran yang Harusnya Tak Perlu Diucapkan.
Dalam setiap konferensi pers, kata “koordinasi” lumrah terdengar – begitu lumrah.
hingga masyarakat mulai bertanya apakah itu benar-benar langkah konkret atau sekadar jeda elegan ketika pejabat mencari jawaban yang lebih manis disampaikan daripada realitas di lapangan.
Sementara itu, di lokasi bencana, warga saling menolong tanpa perlu membuat rapat kerja atau menunggu tanda tangan.
Ironis, bukan?
Ketika masyarakat bahu-membahu tanpa anggaran, justru negara yang berkecukupan terkadang tampil paling lambat memberi dukungan.
Dalam setiap musibah, bangsa ini selalu membuktikan satu hal: solidaritas rakyat lebih gesit daripada perangkat formal negara.
Bencana Besar yang Mungkin Tak Akan Jadi Terakhir ,Jika pembelajaran dari bencana terus diulang tanpa pernah benar-benar diperbaiki, bukankah itu mengindikasikan bahwa kita sedang terjebak dalam siklus kelalaian?
Perubahan iklim mungkin salah satu penyebab, tetapi kurangnya mitigasi jelas bukan sepenuhnya salah hujan.
Hutan yang terus digunduli, sungai yang menyempit oleh sedimen dan bangunan, drainase yang tak diperhatikan, hingga perencanaan tata ruang yang kerap lebih tunduk pada investasi daripada keselamatan: semuanya berkontribusi terhadap derita yang kini menjadi headline nasional.
Sekiranya Nurani Pemerintah Tak Turut Tenggelam
Lebih dari 753 nyawa yang terhenti dan 650 yang belum ditemukan adalah panggilan kemanusiaan yang semestinya menggugah tindakan cepat, bukan sekadar pernyataan.
Lebih dari 3,3 juta warga yang terdampak bukanlah statistik, melainkan undangan untuk hadir sepenuhnya sebagai negara yang melindungi.
Rakyat tak menuntut keajaiban – hanya kehadiran nyata, kecepatan bantuan, ketegasan mitigasi, keberanian memperbaiki kebijakan, dan ketulusan untuk memastikan tragedi ini tidak terulang dengan skala yang lebih kelam.
Dan hingga saat itu tiba, banjir Sumatra bukan hanya bencana alam – ia adalah cermin besar yang memaksa pemerintah menatap bayangan sendiri:
apakah selama ini sungguh-sungguh hadir, atau hanya muncul saat kamera menyala?
#banjirsumatra #longsorsumatra #bansorsumatra
(Redaksi|Mediapatriot.co.id|Ramlan)













Komentar