Disusun Oleh:
Ghina Febriyanti
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah
UNIVERSITAS:
UIN Syarif Hidayatullah
Tahun:
PENDAHULUAN
Guru madrasah dan pesantren memiliki peran penting dalam membentuk karakter, moral, dan spiritual generasi muda, namun realitas menunjukkan bahwa penghargaan terhadap mereka masih jauh dari kata layak. Ketimpangan kesejahteraan, fasilitas kerja yang minim, serta kurangnya pengakuan terhadap kontribusi mereka membuat kualitas layanan pendidikan keagamaan belum sepenuhnya optimal. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada motivasi dan kesejahteraan guru, tetapi juga memengaruhi mutu pendidikan yang diterima peserta didik. Karena itu, diperlukan reformasi menyeluruh yang menempatkan guru madrasah dan pesantren pada posisi yang semestinya—melalui peningkatan kesejahteraan, pelatihan profesional, dan sistem penghargaan yang adil. Artikel ini mengulas tantangan yang dihadapi guru madrasah dan pesantren, memberikan kritik berbasis fakta, serta menawarkan solusi untuk menciptakan pendidikan keagamaan yang lebih berkualitas dan berkeadilan.
ISI
Tantangan Yang Akan Di Hadapi Agar Guru Madrasah Dan Pesantren Mendapatkan Penghargaan Yang Layak
Salah satu tantangan terbesar dalam dunia pendidikan keagamaan di Indonesia adalah masih rendahnya penghargaan yang diterima guru madrasah dan pesantren. Hingga kini, banyak dari mereka bekerja dengan metode pengajaran yang sangat mengandalkan dedikasi dan pengalaman pribadi, tetapi tidak didukung oleh fasilitas serta insentif yang memadai. Dalam laporan yang dirilis Kementerian Agama (2022), tercatat bahwa sebagian besar guru madrasah swasta mendapatkan honor di bawah standar regional, sementara banyak ustaz dan ustazah pesantren tidak menerima gaji tetap. Kondisi ini menunjukkan adanya ketimpangan serius terhadap profesi yang memiliki peran besar dalam pembentukan karakter dan moral generasi muda.
Minimnya fasilitas dan dukungan kelembagaan turut memperburuk situasi. Banyak madrasah dan pesantren, terutama yang berada di daerah rural, beroperasi dengan sarana terbatas. Studi yang dilakukan oleh Pendis Kemenag (2021) menunjukkan bahwa lebih dari 45% madrasah swasta tidak memiliki ruang belajar yang layak atau akses teknologi dasar. Pembelajaran pun sering kali mengandalkan metode tradisional tanpa dukungan alat bantu modern. Akibatnya, proses pendidikan menjadi kurang optimal, padahal tuntutan zaman menuntut kemampuan adaptasi dan inovasi yang tinggi.
Beban kerja guru madrasah dan pengajar pesantren juga cenderung tidak proporsional. Mereka tidak hanya mengajar mata pelajaran umum dan keagamaan, tetapi juga membimbing akhlak, mengawasi kegiatan santri, hingga menjadi figur orang tua kedua. Namun, semua tanggung jawab besar ini tidak sebanding dengan penghargaan yang diterima. Data dari Forum Madrasah Indonesia (2020) menyebutkan bahwa lebih dari 60% guru honorer madrasah bekerja lebih dari delapan jam per hari, tetapi hanya mendapatkan insentif yang sangat minim.
Kompetensi guru sebenarnya memiliki potensi besar untuk berkembang, tetapi keterbatasan pelatihan menjadi hambatan. Program peningkatan kompetensi tenaga pendidik berbasis sertifikasi dan pelatihan digital masih belum merata. Laporan Balitbang Kemenag (2022) mencatat bahwa hanya sekitar 30% guru madrasah yang memiliki akses rutin terhadap pelatihan berkelanjutan. Kondisi ini menghambat guru untuk meningkatkan profesionalisme dan inovasi dalam mengajar.
Sistem evaluasi dan penilaian kerja guru pun belum sepenuhnya mendukung peningkatan kualitas. Penilaian sering kali hanya berfokus pada administrasi atau kelengkapan dokumen, bukan pada dampak nyata dari proses pembelajaran dan bimbingan karakter. Padahal, kontribusi guru madrasah dan pesantren sangat erat dengan perkembangan moral, spiritual, dan perilaku siswa — aspek yang membutuhkan indikator evaluasi yang lebih komprehensif.
Kurangnya dukungan teknologi dan akses digital menjadi hambatan tambahan. Menurut survei Direktorat GTK Madrasah (2022), hanya sekitar 35% madrasah yang memiliki fasilitas digital memadai, dan angka ini jauh lebih rendah untuk pesantren tradisional. Padahal, integrasi teknologi dalam pendidikan terbukti mampu meningkatkan kualitas pengajaran dan memperluas wawasan santri. Tanpa dukungan ini, guru kesulitan mengembangkan metode pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan generasi sekarang.
Berbagai fakta ini menunjukkan bahwa sudah saatnya guru madrasah dan pesantren mendapatkan penghargaan yang layak—baik dalam bentuk peningkatan kesejahteraan, penguatan fasilitas, pelatihan berkelanjutan, maupun reformasi sistem evaluasi. Upaya ini bukan hanya demi keadilan bagi para pendidik, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas pendidikan keagamaan dan memperkuat fondasi moral bangsa. Reformasi komprehensif mutlak diperlukan agar guru madrasah dan pesantren dapat menjalankan peran strategis mereka secara optimal.
Solusi Berbasis Performansi: Meningkatkan Penghargaan bagi Guru Madrasah dan Pesantren
Untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi guru madrasah dan pesantren, diperlukan pendekatan berbasis performansi yang mampu menempatkan kontribusi mereka secara objektif. Selama ini, penghargaan terhadap guru madrasah dan pesantren sering kali masih bersifat administratif dan belum mencerminkan beban kerja serta dampak sosial yang mereka berikan. Padahal, guru di kedua lembaga ini tidak hanya mengajar, tetapi juga membina akhlak, membimbing kehidupan spiritual, serta mengawasi perkembangan santri sehari-hari. Oleh karena itu, reformasi yang berfokus pada kualitas nyata dan performansi guru menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme mereka.
Pendekatan strategis yang dapat digunakan adalah pengembangan Kerangka Kompetensi Guru Madrasah dan Pesantren (KKGMP), yaitu standar acuan yang menilai kemampuan pedagogik, profesional, dan sosial guru secara menyeluruh. Kerangka ini dapat dibagi ke dalam beberapa level kompetensi, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat utama. Guru pada level dasar fokus pada penguasaan materi dan strategi mengajar, sementara pada level madya dan ahli mereka dituntut mampu berinovasi dalam pembelajaran, menjadi pembimbing moral yang kuat, serta berkontribusi pada pengembangan pesantren. Dengan adanya kerangka kompetensi ini, penghargaan dapat diberikan berdasarkan performansi yang terukur dan tidak lagi hanya pada kelengkapan administrasi.
KKGMP mencakup tiga domain utama, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi spiritual dan karakter, serta kompetensi pengabdian sosial. Pada kompetensi pedagogik, guru dievaluasi dari kemampuan mereka mengelola kelas, merancang pembelajaran, dan menyampaikan materi secara efektif. Pada kompetensi spiritual, guru dinilai berdasarkan kualitas keteladanan, kemampuan membina akhlak, serta integritas mereka sebagai pendidik moral. Sementara itu, kompetensi sosial mencakup kontribusi guru dalam kegiatan pesantren, pendampingan santri di luar kelas, dan partisipasi mereka dalam pengabdian masyarakat. Struktur ini memungkinkan penilaian performansi yang lebih sesuai dengan peran nyata guru di madrasah dan pesantren.
Metode pembelajaran berbasis tugas (Task-Based Islamic Teaching) serta pendekatan Contextual Religious Education dapat membantu meningkatkan kualitas performansi guru. Aktivitas seperti diskusi nilai, kajian tematik, simulasi masalah sosial, hingga proyek layanan masyarakat memberi ruang bagi guru untuk memperlihatkan kualitas mengajar dan membimbing secara autentik. Evaluasi guru dapat didasarkan pada keberhasilan mereka dalam menciptakan pembelajaran bermakna, meningkatkan pemahaman santri, serta memberikan dampak positif di lingkungan pesantren. Evaluasi berbasis performansi seperti ini memastikan bahwa penghargaan diberikan berdasarkan kualitas nyata, bukan sekadar tugas administratif.
Integrasi teknologi juga penting dalam mendukung peningkatan performansi guru madrasah dan pesantren. Penggunaan platform pembelajaran digital, aplikasi manajemen kelas, dan materi ajar interaktif dapat memperkuat kualitas pengajaran. Negara seperti Malaysia, Turki, dan Uni Emirat Arab telah membuktikan bahwa modernisasi pendidikan keagamaan berbasis teknologi mampu meningkatkan pemahaman agama sekaligus memperluas wawasan global siswa. Dengan dukungan infrastruktur digital, guru dapat lebih kreatif mengembangkan metode pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Pelatihan profesional berkelanjutan diperlukan untuk memastikan guru memiliki kompetensi yang terus berkembang. Pelatihan seperti Sertifikasi Guru Madrasah, Diklat Pengasuhan Santri, serta pelatihan pedagogik modern dapat meningkatkan keterampilan mengajar dan kemampuan membina karakter. Pemerintah dapat memberikan subsidi pelatihan untuk meringankan beban guru, terutama yang bertugas di daerah terpencil. Pengalaman dari negara seperti Maroko dan Mesir menunjukkan bahwa pelatihan terstruktur bagi guru agama mampu meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus profesionalisme mereka.
Selain reformasi kompetensi, penghargaan juga perlu diberikan melalui skema insentif yang adil dan layak. Insentif berbasis performansi, tunjangan kesejahteraan, kenaikan pangkat berbasis kontribusi, serta penghargaan tahunan dapat menjadi motivasi bagi guru untuk terus meningkatkan kualitas mereka. Dukungan ini juga harus disertai peningkatan fasilitas madrasah dan pesantren, seperti ruang kelas yang layak, akses digital, dan sarana pendukung pembelajaran lainnya.
Program tambahan seperti kelas kajian kreatif, pembinaan minat bakat santri, atau kegiatan sosial berbasis pesantren juga dapat menjadi ruang untuk menonjolkan performansi guru. Pesantren dapat mengadakan Hari Apresiasi Guru atau forum refleksi tahunan untuk mengakui kontribusi pendidik. Dengan adanya ruang pengakuan semacam ini, posisi guru sebagai pilar moral dan intelektual masyarakat dapat semakin dihargai.
Berbagai solusi berbasis performansi ini menunjukkan bahwa penghargaan bagi guru madrasah dan pesantren bukan hanya soal gaji, tetapi juga tentang pengakuan profesional, peningkatan kompetensi, dan perbaikan fasilitas. Dengan implementasi yang konsisten dan dukungan kebijakan yang kuat, para guru dapat melaksanakan peran penting mereka secara optimal. Sudah saatnya mereka mendapatkan penghargaan yang layak sebagai pendidik, pembina moral, dan penjaga nilai-nilai bangsa.
PENUTUP
Secara keseluruhan, guru madrasah dan pesantren memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter, moral, dan spiritual generasi muda, namun penghargaan yang mereka terima masih jauh dari layak. Rendahnya tingkat kesejahteraan, minimnya fasilitas, terbatasnya akses pelatihan profesional, serta sistem evaluasi yang belum berbasis performansi menjadi hambatan utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan keagamaan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa penghargaan bagi guru tidak hanya perlu diberikan dalam bentuk finansial, tetapi juga dalam bentuk dukungan kelembagaan, kesempatan pengembangan diri, dan pengakuan publik yang mencerminkan kontribusi besar mereka. Pendekatan berbasis performansi melalui Kerangka Kompetensi Guru Madrasah dan Pesantren (KKGMP), integrasi teknologi, serta modernisasi metode pembelajaran dapat menjadi solusi strategis untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas kerja guru.
Dengan dukungan pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat, guru madrasah dan pesantren dapat menjalankan perannya secara optimal dan mendapatkan penghargaan yang sejalan dengan dedikasi mereka terhadap pendidikan bangsa.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Agama Republik Indonesia. (2022). Laporan Kementerian Agama tentang guru madrasah.
Pendis Kemenag. (2021). Studi kondisi madrasah swasta.
Forum Madrasah Indonesia. (2020). Survei beban kerja guru madrasah.
Balitbang Kemenag. (2022). Laporan pelatihan dan sertifikasi guru madrasah.
Direktorat GTK Madrasah. (2022). Survei fasilitas digital madrasah.














Komentar