Disusun Oleh:
Daffa Nurmalitasari
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Harya Kuncara Wiralaga, S.E., M. SI
Mata Kuliah:
Ekonomi Moneter
UNIVERSITAS:
Universitas Negeri Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Pendidikan Ekonomi
Tahun:
2025
PENDAHULUAN
Wacana Redenominasi Rupiah kembali mencuri perhatian publik setelah pemerintah melalui Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) menyatakan kesiapan untuk mewujudkan penyederhanaan nominal rupiah. Berdasarkan regulasi terbaru PMK 70 Tahun 2025, rencana ini ditargetkan selesai pada 2027. Redenominasi bukan hal baru karena telah pernah dicetuskan. Secara sederhana, kebijakan ini mengurangi sejumlah angka nol dari pecahan mata uang tanpa mengubah nilai riil atau daya beli. Misalnya, nominal Rp1.000 dapat menjadi Rp1 tetapi tetap bisa membeli barang yang sama seperti sebelumnya.
ISI
1. Manfaat Teknis Redenominasi
Bagi pemerintah dan pendukungnya, wacana ini menawarkan berbagai argumen praktis: penyederhanaan transaksi, kemudahan pencatatan keuangan dan akuntansi, serta adaptasi infrastruktur digital pembayaran. Nominal yang lebih ringkas membuat sistem moneter dan keuangan berjalan lebih efisien, terutama di era transformasi digital dan penetrasi fintech yang tinggi.
2. Perspektif Kebijakan Moneter
Redenominasi tidak mengubah daya beli, suku bunga, jumlah uang beredar, atau struktur ekonomi. Faktor utama yang memengaruhi inflasi, nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi tetap berasal dari kebijakan moneter dan fiskal, bukan dari pengurangan angka nol. Oleh karena itu, manfaat redenominasi terbatas pada aspek teknis dan administratif.
3. Risiko dan Tantangan
Pelaksanaan redenominasi dapat membawa risiko dan tantangan, seperti biaya transisi yang tinggi (pencetakan uang baru, penyesuaian sistem perbankan) dan literasi publik. Risiko psikologis dan ekonomi juga muncul, misalnya efek “money illusion” yang bisa memicu inflasi sementara.
4. Bukti Empiris Internasional
Penelitian “Redenomination: Why is It Effective in One Country but Not in Another?” menunjukkan bahwa redenominasi bisa menurunkan estimasi inflasi dan meningkatkan estimasi real GDP per kapita, tetapi keberhasilannya sangat bergantung pada reputasi pemerintah, stabilitas politik, dan efektivitas administrasi serta regulasi.
5. Prioritas Kebijakan Ekonomi
Redenominasi sebaiknya dipandang sebagai instrumen administratif yang membawa keuntungan marginal. Jika diklaim dapat “menguatkan ekonomi”, hal itu berlebihan kecuali disertai kebijakan makroekonomi seperti peningkatan produktivitas, stabilitas fiskal, penguatan sektor riil, dan perbaikan institusi. Pemerintah harus menimbang prioritas antara penyederhanaan angka dan penguatan fondasi ekonomi.
PENUTUP
Redenominasi bisa menjadi bagian dari modernisasi ekonomi di era digital, namun harus didukung komunikasi publik yang jelas, fase transisi matang, dan kebijakan ekonomi makro yang solid. Tanpa itu, pengurangan angka nol hanya menjadi “kosmetik administratif” tanpa dampak nyata bagi struktur ekonomi Indonesia.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Karnadi, D., & Adijaya, N. (2017). Redenomination: Why is it effective in one country but not in another? International Journal of Economics and Financial Issues, 7(1), 160–166. https://econjournals.com/index.php/ijefi/article/view/4353
OCBC Indonesia. (2023, March 15). Redenominasi: Pengertian, manfaat, tujuan, risiko dan dampak. OCBC. https://www.ocbc.id/id/article/2023/03/15/redenominasi-adalah
Universitas Pertamina. (2025). Apa itu redenominasi? Simak penjelasan, tahapan, dan dampak rupiah baru. Universitas Pertamina. https://universitaspertamina.ac.id/berita/populer/detail/apa-itu-redenominasi-simak-penjelasan-tahapan-dan-dampak-rupiah-baru
Universitas Cenderawasih. (2019). Kajian dampak implementasi kebijakan redenominasi rupiah. Jurnal Kebijakan Publik, 5(2), 45–58. https://ejournal.uncen.ac.id/index.php/JKP/article/view/893













Komentar