Rabu | 10 Desember 2025 | Pukul | 10:25 | WIB
Mediapatriot.co.id | Langkat | Sumatera Utara | Berita Terkini — Nama Syekh Abdul Wahab Rokan (c. 1811–1926) hingga kini tetap bersinar sebagai salah satu tokoh sentral dalam sejarah perkembangan Islam di Sumatra dan Semenanjung Melayu.
Ulama kharismatik, sufi intelektual, sekaligus pembaharu spiritual ini dikenal sebagai pengasuh dan pendiri Babussalam, pusat tarekat Naqsyabandiyah yang memainkan peran penting dalam peradaban Islam di Nusantara.
Jejak Awal Sang Ulama
Lahir di Rokan, Riau, Syekh Abdul Wahab sejak masa belia telah menunjukkan kecemerlangan dalam menuntut ilmu.
Lingkungan keulamaan di kampung halamannya menjadi fondasi kuat bagi perjalanan intelektualnya yang kelak meluas hingga berbagai wilayah di Sumatra dan Semenanjung Melayu.
Dalam pengembaraan ilmunya, ia mempelajari fikih, tauhid, hingga tasawuf tingkat tinggi—ilmu yang kemudian menjadikannya tokoh panutan bagi para santri, bangsawan, dan masyarakat umum.
Ketekunannya dalam mengkaji syariat dan memperdalam dimensi spiritual Islam melahirkan sosok ulama yang tidak hanya berwawasan luas, tetapi juga memiliki kehalusan akhlak yang dikagumi banyak pihak.
Pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah yang Berpengaruh
Peran utamanya sebagai salah satu khalifah penting Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah menempatkan Syekh Abdul Wahab Rokan sebagai figur strategis dalam penyebaran tasawuf di Nusantara.
Di bawah bimbingan guru-gurunya, ia memperoleh otoritas spiritual untuk mengembangkan ajaran tarekat tersebut.
Pondok Babussalam di Langkat, yang didirikannya, menjadi mercusuar keilmuan dan kerohanian.
Dari tempat inilah lahir para murid yang datang dari berbagai penjuru—Sumatra, Kalimantan, hingga Semenanjung Melayu—untuk memperdalam ilmu zikir, adab, dan syariat.
Babussalam bukan hanya pusat pembelajaran agama, tetapi juga komunitas religius yang terorganisir, berperan dalam pembangunan moral masyarakat.
Di tangan Syekh Abdul Wahab, tarekat Naqsyabandiyah tumbuh bukan sebagai ruang pengasingan spiritual, tetapi sebagai sarana pembentukan karakter umat, memperkuat hubungan antara ilmu dan akhlak, antara zikir dan pengabdian sosial.
Pengaruh yang Melampaui Zaman
Kharisma dan keluasan ilmunya menjadikan Syekh Abdul Wahab Rokan dihormati oleh berbagai kalangan, termasuk raja-raja Melayu dan para pemimpin adat.
Ia kerap dimintai nasihat dalam urusan keagamaan, sosial, hingga pemerintahan. Jejaring muridnya di berbagai daerah membentuk sebuah komunitas ilmiah dan spiritual yang menguatkan perkembangan Islam moderat dan berakhlak.
Warisan yang ditinggalkannya tidak hanya berupa lembaga atau manuskrip, tetapi juga tradisi keilmuan yang terus hidup melalui generasi penerus.
Tarekat Naqsyabandiyah yang berkembang di Sumatra dan Malaysia hari ini masih banyak merujuk pada manhaj dan teladan beliau.
Wafat dan Warisan Abadi
Syekh Abdul Wahab Rokan wafat pada 27 Desember 1926 di Babussalam, Langkat.
Kepergiannya merupakan kehilangan besar bagi dunia Islam kala itu. Namun, nilai-nilai yang ditanamkannya—keikhlasan, akhlak, kedalaman spiritual, dan kecintaan pada ilmu—menjadi warisan abadi yang terus menginspirasi masyarakat hingga kini.
Makamnya di Babussalam kini menjadi salah satu destinasi ziarah dan pusat pengkajian sejarah tarekat di Indonesia.
Ribuan peziarah datang setiap tahun, tidak hanya untuk berdoa, tetapi juga untuk belajar dari perjalanan hidup sang ulama besar yang telah menerangi Nusantara dengan cahaya ilmu dan tasawuf.
Kiprah Syekh Abdul Wahab Rokan adalah bukti bahwa ulama berperan sangat besar dalam membangun moral, spiritual, dan intelektualitas bangsa.
Dalam situasi masyarakat modern yang penuh tantangan, teladan beliau tetap relevan—mengajak umat untuk menyeimbangkan antara syariat, akhlak, dan kedalaman spiritual sebagai landasan kehidupan yang harmonis.
(Ramlan | Mediapatriot.co.id | Kabiro Langkat)



















Komentar