Mediapatriot.co.idl Kabupaten Bandung – PEMERINTAH Kabupaten Bandung mengambil langkah tegas dalam pengendalian tata ruang menyusul terbitnya Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 177/PUR.06.02.03/DISPERKIM.
Surat Edaran Gubernur tersebut tentang penghentian sementara penerbitan izin perumahan di wilayah Bandung Raya, dan dibahas dalam rapat lintas perangkat daerah pada Rabu 10 Desember 2025.
Langkah ini sejalan dengan arahan Bupati Bandung Dadang Supriatna, yang dalam dua pekan terakhir bergerak cepat menangani berbagai potensi bencana, mulai dari banjir, longsor, hingga kondisi darurat di sejumlah kecamatan.
Bupati Bandung, menegaskan bahwa respon cepat di lapangan harus diikuti pembenahan tata ruang agar penanganan bencana lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Kadis PUTR, Zeis Zultaqawa menyampaikan bahwa tata ruang Kabupaten Bandung secara prinsip sudah sesuai regulasi dan telah disetujui oleh Pemerintah Provinsi.
Namun, tantangan terbesar terletak pada rendahnya kepatuhan masyarakat dan pengembang terhadap peruntukan lahan.
“Yang menyebabkan masalah hingga menimbulkan bencana adalah perilaku oknum masyarakat dan pengusaha yang tidak mengindahkan peruntukkan tata ruang. Lahan yang seharusnya jadi daerah resapan air malah digunakan untuk hal lain. Kita perlu melakukan penegasan, tapi di lapangan masih sering terjadi resistensi,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa luasnya wilayah membuat pengawasan belum optimal, sehingga Pemkab Bandung telah membentuk satuan tugas yang melibatkan TNI/Polri untuk memperkuat penertiban di lapangan dan mencegah praktik “kucing-kucingan”.
Terkait penghentian sementara perizinan, sebanyak 160 proyek perumahan dan 9 villa di Kabupaten Bandung terdampak langsung dan belum dapat menerbitkan izin hingga kajian risiko bencana selesai atau hingga penyesuaian RTRW kabupaten/kota disahkan.
Zeis juga menyoroti perubahan pola banjir yang terjadi saat ini. Menurut BBWS Citarum, banjir yang terjadi tergolong banjir 20 tahunan dan tidak semata dipicu curah hujan tinggi, melainkan juga fenomena back water akibat naiknya muka air Sungai Citarum.
Kondisi tersebut mendorong kebutuhan penerapan folding system, yang saat ini baru diadopsi di RDTR Tegalluar. Dalam aturan RDTR tersebut, pengembang wajib menyediakan 10% lahan sebagai area resapan air.
“Jika kewajiban itu tidak dipenuhi, izinnya tidak akan terbit. Ini upaya paksa yang harus diperkuat oleh kita semua ke depan,” tegas Zeis.
Sementara itu, Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat, Bisma Aji Nugraha menjelaskan bahwa seluruh permohonan izin perumahan, termasuk yang sedang dalam proses AMDAL serta persetujuan bangunan gedung (PBG) agar turut dihentikan sementara.
Dirinya menjelaskan bahwa hal ini dilakukan untuk memastikan keselamatan warga dan memastikan lokasi pembangunan sesuai peruntukkan tata ruang.
“Perumahan ini nantinya akan dijual ke masyarakat. Jangan sampai tidak sesuai aturan dan justru membahayakan masyarakat,” katanya.
Bisma menambahkan bahwa pengembang yang sedang membangun juga diwajibkan menghentikan aktivitas konstruksinya untuk sementara.
Di sisi lain, tim satgas kabupaten/kota perlu melakukan peninjauan kembali pada kawasan rawan bencana atau berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Jika ditemukan pelanggaran, seperti membangun di lereng rawan longsor atau menyerobot lahan Perhutani, maka akan dilakukan penutupan dan bahkan pembongkaran bangunan.
Selain itu, ia juga menegaskan kesiapan Pemerintah Provinsi untuk mendukung penuh langkah penertiban yang dilakukan Pemkab Bandung.
Pengawasan ketat seperti ini, lanjutnya, baru dapat dimaksimalkan pada masa kini sebagai bagian dari penguatan tata kelola ruang di Jawa Barat.
Provinsi juga tengah menyiapkan revisi tata ruang wilayah sebagai dasar penguatan pengendalian di tingkat kabupaten/kota.
Rie/**
























Komentar