Disusun Oleh:
The Health Se7en
Tahun:
2025
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah fasilitas yang sangat diperlukan oleh manusia dari berbagai kalangan karena tidak bisa dipungkiri, tubuh manusia tidak selalu sehat atau bahkan memiliki kondisi yang mengharuskan untuk mendapatkan layanan oleh tenaga kesehatan dan tenaga medis. Di tengah situasi itu, masih terdapat kesenjangan pelayanan kesehatan di berbagai daerah atau bahkan di dalam suatu rumah sakit di kota yang sama pun bisa terjadi kesenjangan layanan kesehatan yang diterima masyarakat. Untuk itu, pemerintah menghadirkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai upaya pembenahan besar-besaran. Namun, sejak disahkan, UU ini justru memicu perdebatan. Pertanyaannya sederhana: siapa yang sebenarnya diuntungkan, dan siapa yang berpotensi dirugikan?
Sekilas tentang UU No. 17 Tahun 2023 (UU Kesehatan)
UU No.17 tahun 2023 lahir dengan semangat untuk menyederhanakan sekaligus menyempurnakan regulasi. Puluhan undang-undang sebelumnya yang mengatur sektor kesehatan digabungkan menjadi satu payung hukum. Pemerintah menganggap langkah ini penting agar kebijakan kesehatan lebih efektif, terkoordinasi, dan mampu menjawab tantangan zaman. Mulai dari kekurangan tenaga medis hingga ketimpangan layanan antarwilayah.
Dalam narasinya, UU No.17 Tahun 2023 ini menjanjikan pemerataan akses layanan kesehatan, peningkatan kualitas tenaga kesehatan, sistem kesehatan yang lebih modern dan efisien, dan masih banyak lagi. Secara konsep, tujuan tersebut terdengar menjanjikan dan sulit untuk ditolak.
Pihak yang Dianggap Diuntungkan
Bagi pemerintah, UU Kesehatan baru ini jelas memberi keuntungan administratif. Regulasi yang sebelumnya tumpang tindih kini berada dalam satu kerangka hukum. Pengambilan kebijakan menjadi lebih terpusat dan mudah dikendalikan, terutama dalam kondisi darurat kesehatan.Sektor swasta juga melihat peluang besar. Penyederhanaan perizinan dan kepastian hukum membuka ruang investasi di bidang rumah sakit, farmasi, dan teknologi kesehatan. Masuknya modal, jika dikelola dengan baik, berpotensi mempercepat pembangunan fasilitas kesehatan dan inovasi layanan.Masyarakat, setidaknya dalam janji kebijakan, juga termasuk pihak yang diuntungkan. Pemerintah menargetkan distribusi tenaga kesehatan yang lebih merata, layanan yang lebih mudah diakses, dan kualitas pengobatan yang meningkat, termasuk di daerah terpencil.
Pihak yang Merasa Dirugikan
Namun, tidak semua pihak menyambut UU ini dengan optimisme. Sejumlah tenaga kesehatan menyuarakan kekhawatiran terhadap berkurangnya perlindungan profesi. Perubahan sistem pendidikan, perizinan, dan pengawasan dinilai dapat melemahkan posisi tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam praktik sehari-hari.
Organisasi profesi juga merasa perannya dipangkas. Kewenangan yang sebelumnya berada di tangan organisasi profesi kini lebih banyak diambil alih oleh negara. Bagi sebagian pihak, hal ini berisiko menurunkan standar etik dan profesionalisme jika tidak diimbangi pengawasan yang kuat.Sementara itu, masyarakat kecil justru menghadapi kekhawatiran lain: komersialisasi layanan kesehatan. Masuknya investasi swasta dikhawatirkan membuat layanan kesehatan semakin mahal dan lebih berpihak pada mereka yang mampu membayar, bukan pada kelompok rentan.
Mengapa Pro dan Kontra Tak Terhindarkan?
Pro dan kontra seputar UU Kesehatan tidak muncul tanpa sebab. Salah satu pemicunya adalah proses pembentukan UU yang dinilai kurang melibatkan partisipasi publik. Banyak tenaga kesehatan dan masyarakat merasa tidak cukup didengar sebelum aturan ini disahkan.Selain itu, substansi UU yang luas dan kompleks menimbulkan multitafsir. Tanpa penjelasan yang memadai dan regulasi turunan yang jelas, kekhawatiran terhadap dampak jangka panjang menjadi wajar.
Tantangan Implementasi
Pada akhirnya, keberhasilan UU Kesehatan tidak ditentukan oleh teks undang-undangnya semata, melainkan oleh pelaksanaannya di lapangan. Pemerintah dituntut segera menyusun aturan turunan yang adil dan transparan. Pengawasan juga harus diperkuat agar kebijakan yang lahir benar-benar berpihak pada kepentingan publik.Tanpa pengawasan, janji pemerataan bisa berubah menjadi sekadar slogan, sementara ketimpangan justru semakin melebar.
UU No. 17 Tahun 2023 ini membawa harapan sekaligus kegelisahan. Ia bisa menjadi alat untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional, tetapi juga berpotensi menciptakan masalah baru jika dijalankan tanpa kehati-hatian. Oleh karena itu, pertanyaan “siapa diuntungkan dan siapa dirugikan” seharusnya tidak berhenti pada perdebatan, melainkan menjadi pengingat bahwa kesehatan adalah hak semua warga, bukan sekadar urusan regulasi.
Mengawal implementasi UU No. 17 Tahun 2023 adalah tanggung jawab bersama, agar perubahan yang dijanjikan benar-benar dirasakan oleh mereka yang paling membutuhkan dan setiap kata yang dijanjikan pada Undang-Undang tidak hanya menjadi omon-omon belaka, melainkan komitmen pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan.













Komentar