Disusun Oleh:
Aulia Deva Salsabilla
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Haryo Kuncoro, S.E., M.Si.,
Mata Kuliah: Ekonomi Moneter
UNIVERSITAS:
Universitas Negeri Jakarta
Tahun:
2025
PENDAHULUAN
Stabilitas moneter di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir kerap digambarkan berada dalam kondisi yang relatif terkendali. Angka inflasi yang tercatat rendah dan berada dalam rentang sasaran sering dijadikan indikator utama keberhasilan kebijakan moneter. Namun, di balik angka-angka statistik tersebut, muncul paradoks yang patut dicermati secara kritis, yakni meningkatnya likuiditas dalam perekonomian yang tidak sepenuhnya sejalan dengan kondisi daya beli masyarakat.
Fenomena ini menciptakan jarak antara realitas makroekonomi yang tercermin dalam laporan resmi dan pengalaman ekonomi yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Harga kebutuhan pokok yang berfluktuasi tajam, biaya hidup yang meningkat, serta tekanan ekonomi rumah tangga menunjukkan bahwa stabilitas inflasi tidak selalu identik dengan kesejahteraan riil. Kondisi tersebut memunculkan pertanyaan mendasar mengenai sejauh mana inflasi rendah benar-benar mencerminkan kestabilan ekonomi yang sesungguhnya.
ISI
Ekspansi Likuiditas dan Risiko Inflasi Tersembunyi
Pertumbuhan jumlah uang beredar dalam arti luas yang terus meningkat menandakan adanya ekspansi likuiditas yang signifikan. Dalam perspektif teori moneter, likuiditas yang tidak diimbangi oleh peningkatan kapasitas produksi berpotensi menekan daya beli dalam jangka menengah. Ketika aliran dana lebih banyak berputar pada sektor konsumsi dan aset non-produktif, tekanan harga dapat muncul secara tidak langsung dan sulit terdeteksi oleh indikator inflasi agregat.
Kondisi ini berpotensi melahirkan inflasi tersembunyi, di mana kenaikan harga tidak tercermin secara utuh dalam indeks resmi, tetapi dirasakan nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Keterbatasan Indeks Harga Konsumen sebagai Representasi
Indeks Harga Konsumen sering digunakan sebagai tolok ukur utama inflasi, namun indeks ini memiliki keterbatasan dalam menangkap perubahan harga yang dirasakan kelompok masyarakat tertentu. Kenaikan harga pangan dan energi, misalnya, memiliki dampak yang jauh lebih besar bagi rumah tangga berpendapatan rendah dibandingkan kelompok berpendapatan tinggi.
Akibatnya, inflasi yang tercatat rendah secara agregat dapat menutupi tekanan biaya hidup yang sebenarnya meningkat tajam pada komponen kebutuhan dasar. Dalam situasi ini, stabilitas inflasi berpotensi menjadi ilusi statistik yang tidak sepenuhnya merepresentasikan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Digitalisasi Transaksi dan Percepatan Peredaran Uang
Perkembangan sistem pembayaran digital telah mempercepat peredaran uang dalam perekonomian. Kemudahan dan kecepatan transaksi mendorong peningkatan aktivitas konsumsi dalam waktu singkat. Tanpa diimbangi oleh respons sektor produksi, percepatan peredaran uang ini dapat memicu tekanan permintaan yang berlebihan.
Tantangan yang muncul bukan hanya terkait jumlah uang beredar, tetapi juga kecepatan perputaran uang yang semakin tinggi. Jika tidak dikelola secara hati-hati, kondisi ini dapat memperbesar kesenjangan antara pertumbuhan nominal dan kesejahteraan riil.
Koordinasi Kebijakan Moneter dan Sektor Riil
Kebijakan moneter yang berfokus pada pengendalian suku bunga dan likuiditas memerlukan dukungan kebijakan fiskal dan struktural. Hambatan distribusi, ketidakefisienan logistik, serta struktur pasar yang tidak kompetitif dapat mengurangi efektivitas kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas harga.
Tanpa koordinasi yang kuat antara kebijakan moneter dan sektor riil, likuiditas yang tersedia berisiko tidak tersalurkan ke kegiatan produktif. Akibatnya, stabilitas yang tercapai bersifat rapuh dan tidak berkelanjutan.
PENUTUP
Inflasi rendah tidak selalu mencerminkan stabilitas ekonomi yang sesungguhnya apabila tidak diiringi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Paradoks antara inflasi yang terkendali dan tekanan biaya hidup menunjukkan perlunya pendekatan kebijakan yang lebih komprehensif dan sensitif terhadap kondisi mikroekonomi.
Keberhasilan kebijakan moneter seharusnya diukur tidak hanya dari capaian angka statistik, tetapi juga dari kemampuannya melindungi daya beli dan kualitas hidup masyarakat. Dengan demikian, evaluasi terhadap inflasi perlu dilakukan secara













Komentar