Minggu | 21 Desember 2025 | Pukul | 08:25 | WIB.
Mediapstriot.co.id | Medan | Sumatera Utara | Berita Terkini — Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru pada awal 2026 tidak sekadar menandai perubahan norma prosedural, melainkan menjadi titik balik paradigma penegakan hukum pidana di Indonesia.
Dalam konteks tersebut, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menegaskan bahwa jaksa tidak lagi dapat berada pada posisi pasif, ambigu, apalagi abu-abu dalam menangani perkara pidana.
Komitmen itu ditegaskan dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Kejati Sumut di Aula Cipta Kerta Lantai III, Gedung Kejati Sumut, Jalan Jenderal Besar AH Nasution, Medan, Kamis (18/12/2025).
FGD ini menjadi forum strategis untuk membedah konsekuensi yuridis, institusional, dan kultural dari berlakunya KUHAP baru, sekaligus menguji kesiapan aparatur penegak hukum daerah menghadapi perubahan mendasar sistem hukum acara pidana nasional.
Kegiatan tersebut menghadirkan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Dr. Undang Mugopal, SH, MH, sebagai keynote speaker.
Perspektif lintas kekuasaan negara turut memperkaya diskusi melalui kehadiran anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan, serta Hakim Pengadilan Tinggi Medan Kurnia Yani Darmono, SH, MHum, yang mewakili Ketua PT Medan.
Plh Kasi Penkum Kejati Sumut Indra A. Hasibuan, SH, MH, menyampaikan bahwa FGD ini dirancang sebagai ruang dialektika kritis untuk mengurai perubahan fundamental KUHAP baru, terutama terkait penguatan peran jaksa sejak tahap awal penyidikan, demi mewujudkan proses peradilan yang berkeadilan substantif, transparan, dan akuntabel.
Sorotan paling tajam disampaikan langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Dr. Harli Siregar, SH, MHum.
Di hadapan seluruh jajaran kejaksaan, Kajati Sumut menegaskan bahwa berlakunya KUHAP baru akan mengakhiri praktik lama jaksa yang sekadar menunggu berkas perkara.
“Setelah KUHAP baru diberlakukan, jaksa tidak boleh lagi bersifat pasif. Sejak diterimanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik Polri maupun PPNS, jaksa harus proaktif,” tegas Harli Siregar.
Menurutnya, proaktif bukanlah sebatas kehadiran administratif atau formalitas hukum, melainkan keterlibatan aktif, terukur, dan bertanggung jawab dalam mengoordinasikan, memantau, serta mengawal arah dan kualitas penyidikan.
“Jaksa tidak lagi menunggu. Jaksa harus hadir sejak awal, memberi arah, mengawal proses, dan memastikan penyidikan berjalan profesional serta selaras dengan prinsip keadilan,” ujarnya.
Lebih jauh, Kajati Sumut mengingatkan bahwa ketegasan sikap jaksa merupakan kunci kepastian hukum.
Ia menolak praktik-praktik abu-abu yang justru membuka ruang tafsir berlebihan, konflik kewenangan, dan potensi ketidakadilan.
“Jaksa harus tegas dan tidak abu-abu. Ketegasan itu penting agar penyidik memiliki kejelasan dalam mengambil langkah. Tidak boleh ada ruang ragu yang justru merugikan pencari keadilan,” katanya.
Dalam pandangan Kajati, KUHAP baru tidak hanya mengatur ulang mekanisme hukum acara pidana, tetapi juga menuntut perubahan kultur kerja aparat penegak hukum.
Jaksa dituntut lebih responsif terhadap prinsip due process of law, perlindungan hak asasi manusia, serta keseimbangan relasi antara kewenangan negara dan hak warga negara.
FGD ini diikuti oleh Wakil Kepala Kejati Sumut Abdullah Noer Denny, para asisten, Kajari Medan, Kajari Belawan, Kajari Binjai, Kajari Langkat, Kajari Deli Serdang, para koordinator, kepala seksi, jaksa senior, serta seluruh jajaran Kejaksaan Negeri se-Sumatera Utara yang bergabung secara daring melalui Zoom.
Sementara itu, Hinca Panjaitan memberikan apresiasi atas langkah Kejati Sumut yang dinilainya menunjukkan keseriusan institusional dalam menyongsong reformasi hukum pidana nasional.
“Kegiatan ini menunjukkan kesiapan Kejati Sumut menghadapi perubahan besar dalam KUHP dan KUHAP. Jaksa harus semakin profesional, berkapabilitas tinggi, dan memiliki sensitivitas keadilan,” ujar Hinca.
Ia menegaskan, pembaruan hukum pidana tidak boleh berhenti pada tataran regulasi, tetapi harus diwujudkan dalam praktik penegakan hukum yang berkeadilan, humanis, dan modern, sebagaimana harapan masyarakat terhadap sistem peradilan yang transparan dan dapat dipercaya.
FGD ini sekaligus menjadi pesan tegas bahwa Kejati Sumut tidak menunggu perubahan datang, melainkan secara aktif mempersiapkan transformasi internal.
Tujuannya jelas: memastikan bahwa pemberlakuan KUHAP baru pada 2026 benar-benar menjadi momentum perbaikan kualitas penegakan hukum, bukan sekadar pergantian pasal dan terminologi hukum semata.
(Redaksi | Mediapatriot).









Komentar