Bekasi – 10 Oktober 2025 – Nasional Corruption Watch (NCW) DPD Bekasi Raya menegaskan bahwa kritik yang mereka sampaikan terhadap dugaan penyimpangan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Bekasi tidak dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik. Menurut mereka, langkah tersebut merupakan bentuk pengawasan publik yang sah dan dijamin oleh undang-undang.
Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers NCW DPD Bekasi Raya di Kantor Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) PP Kota Bekasi, Jumat (10/10/2025), sebagai respons terhadap somasi yang dilayangkan KONI Kota Bekasi pada 1 Oktober lalu. Dalam surat somasi tersebut, KONI menilai NCW telah mencemarkan nama baik lembaganya melalui publikasi mengenai dugaan penyalahgunaan dana hibah sebesar Rp2,4 miliar dari total Rp25 miliar pada anggaran tahun 2024.
Kritik Berdasarkan Temuan BPK
Kuasa Hukum NCW, Mohammad Fajar, S.H., menjelaskan bahwa semua pernyataan maupun unggahan NCW di media sosial bukan serangan personal, melainkan bentuk kritik yang berlandaskan pada hak konstitusional warga negara.
“Kritik kami memiliki dasar hukum yang kuat sebagaimana dijamin Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 serta Pasal 8 UU Nomor 28 Tahun 1999. Masyarakat berhak berpartisipasi mengawasi penyelenggaraan negara agar terbebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,” jelas Fajar.
Ia menambahkan, kritik tersebut bukan tanpa dasar. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemerintah Kota Bekasi tahun 2024, ditemukan bahwa laporan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah KONI belum tertib administrasi. Hingga waktu pemeriksaan dilakukan, laporan penggunaan dana tersebut masih dalam proses audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang baru dimulai pada 17 Maret 2025.
“Padahal dana sudah digunakan, tapi laporan auditnya belum rampung. Bahkan dana sebesar Rp2,4 miliar baru dikembalikan pada Juli 2025, seharusnya dikembalikan pada tahun anggaran sebelumnya,” ungkap Fajar.
Kritik Bukan Pidana
Sementara itu, Penasehat NCW DPD Bekasi Raya, Herwanto, S.H., menegaskan bahwa kritik terhadap penggunaan dana publik tidak bisa dikriminalisasi. Ia menilai tudingan pencemaran nama baik dari pihak KONI tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 50/PUU-VI/2008 sudah jelas menyatakan, kritik terhadap lembaga publik tidak bisa dianggap sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik. Pasal 27 ayat 3 UU ITE hanya berlaku jika ada individu yang dirugikan secara pribadi,” jelas Herwanto.
Menurutnya, KONI yang berstatus penerima hibah APBD wajib membuka diri terhadap pengawasan publik. Ia menilai reaksi keras KONI menunjukkan sikap yang tidak sehat terhadap kritik.
“Kalau memang pengelolaannya bersih, tidak perlu risih. Kritik seharusnya dijawab dengan transparansi, bukan dengan ancaman hukum,” tegasnya.
NCW Siap Kawal dan Telusuri Dana Hibah
Ketua NCW DPD Bekasi Raya, Herman Parulian Simaremare, menyatakan pihaknya akan terus memantau dan menelusuri aliran dana hibah KONI sejak awal pemberian hingga penggunaannya.
“Kami akan mendalami seluruh prosesnya: kapan dana diberikan, digunakan untuk apa, dan bagaimana pertanggungjawabannya. Kalau yakin bersih, buka saja hasil pemeriksaan inspektorat,” ujarnya menantang.
Herman juga menyoroti pengembalian dana Rp2,4 miliar yang dilakukan setelah temuan BPK. “Kalau uang itu memang belum terpakai, kenapa baru dikembalikan setelah diperiksa? Ini perlu dijelaskan ke publik,” katanya.
Pengawasan Publik Adalah Hak Konstitusional
NCW menegaskan, tugas mereka bukan menyerang lembaga atau individu, melainkan memastikan setiap rupiah dana publik digunakan sesuai aturan.
“Dalam negara demokratis, masyarakat berhak mengawasi jalannya pemerintahan. Justru ini bentuk tanggung jawab sosial agar Bekasi terbebas dari praktik korupsi,” pungkas Herman.
Red Irwan












