Bandung, mediapatriot.co.id – Aktivitas seismik di wilayah Jawa Barat tercatat cukup tinggi sepanjang Oktober 2025. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Bandung mencatat sebanyak 99 kali gempa bumi mengguncang kawasan Jawa Barat dan sekitarnya selama satu bulan terakhir.
Kepala Stasiun Geofisika Bandung, Teguh Rahayu, menjelaskan bahwa dari total kejadian tersebut, sebagian besar gempa memiliki kedalaman hiposenter dangkal hingga menengah. “Berdasarkan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi dengan kedalaman dangkal (D < 60 km) hingga menengah (60–300 km) tercatat dalam rentang 3 hingga 197 kilometer,” ujarnya, Minggu (2/11/2025).
Gempa dengan kekuatan terbesar tercatat magnitudo 4,5, sementara yang terkecil sebesar magnitudo 1,6. Dari sisi lokasi pusat gempa, 66 kejadian berpusat di laut, sementara 33 kejadian lainnya terjadi di darat.
BMKG juga mencatat adanya dua gempa bumi yang dirasakan langsung oleh masyarakat, salah satunya pada 11 Oktober 2025 pukul 15.15 WIB. Gempa tersebut berpusat di 6,69 LS dan 107,79 BT, atau sekitar 13 kilometer tenggara Kabupaten Subang, pada kedalaman 4 kilometer dengan kekuatan magnitudo 2,4.
“Getarannya dirasakan pada skala II–III MMI di kawasan Ciater, Kabupaten Subang,” jelas Teguh.
Ia menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu panik, namun tetap waspada terhadap potensi gempa susulan. “Kami mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hindari bangunan retak atau rusak akibat gempa,” katanya menambahkan.
Selain aktivitas gempa bumi, BMKG juga mencatat fenomena alam lainnya yang cukup signifikan, yakni sambaran petir. Selama periode Oktober 2025, wilayah Jawa Barat dan sekitarnya mengalami 1.285.310 kali sambaran petir, baik jenis cloud to ground (CG) negatif maupun positif.
Teguh mengungkapkan, minggu pertama Oktober menjadi periode dengan aktivitas petir tertinggi. “Pada minggu kesatu Oktober, tercatat 258.827 sambaran petir CG (-) dan 187.353 sambaran petir CG (+), dengan total 446.189 kejadian. Sementara aktivitas terendah terjadi pada minggu kedua, sebanyak 191.710 kejadian,” tuturnya.
Berdasarkan data observasi, wilayah dengan sambaran petir tertinggi berada di Kabupaten Sumedang, Cianjur, dan Garut. Aktivitas petir di wilayah ini disebabkan oleh faktor cuaca lokal, termasuk kondisi awan konvektif dan perubahan suhu permukaan yang signifikan.
Menurut BMKG, tingginya frekuensi petir di Jawa Barat juga berkaitan dengan fenomena peralihan musim dari kemarau menuju musim hujan. Perubahan kelembapan udara dan peningkatan suhu permukaan laut di selatan Jawa menjadi faktor pemicu terbentuknya awan cumulonimbus yang memicu sambaran petir dan hujan intens.
Kondisi ini turut menjadi perhatian pemerintah daerah, termasuk Wali Kota Bandung dan jajaran BPBD Jawa Barat, yang meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan pohon tumbang akibat cuaca ekstrem. Pemerintah daerah juga mengimbau masyarakat untuk memperkuat struktur atap rumah, memangkas ranting pohon yang berisiko tumbang, serta memastikan sistem kelistrikan rumah aman saat hujan deras disertai petir.
BMKG mengingatkan masyarakat agar aktif memantau informasi cuaca resmi melalui kanal resmi BMKG serta aplikasi Info BMKG. Masyarakat juga diimbau untuk tidak menyebarkan informasi palsu atau tidak terverifikasi terkait gempa dan cuaca ekstrem yang berpotensi menimbulkan kepanikan.
Selain mitigasi teknis, Teguh juga menekankan pentingnya edukasi publik terkait kesiapsiagaan menghadapi gempa dan petir. “Kami terus melakukan sosialisasi dan pelatihan kebencanaan agar masyarakat paham langkah-langkah penyelamatan diri saat terjadi gempa bumi maupun sambaran petir,” katanya.
Hingga awal November 2025, BMKG belum mencatat adanya peningkatan signifikan pada aktivitas gempa susulan. Namun masyarakat diimbau tetap waspada terhadap potensi bencana sekunder seperti longsor di wilayah perbukitan atau pergerakan tanah di daerah rawan.
Di sisi lain, pemerintah daerah tengah melakukan koordinasi lintas sektor bersama TNI, Polri, dan instansi teknis lainnya untuk memastikan kesiapan menghadapi potensi bencana akibat kondisi cuaca ekstrem.
“Sinergi antara pemerintah daerah, aparat keamanan, dan masyarakat sangat penting agar penanganan bencana bisa dilakukan cepat dan tepat,” ujar seorang pejabat di lingkungan Pemprov Jawa Barat.
Fenomena gempa dan petir yang cukup tinggi di Jawa Barat menjadi pengingat pentingnya mitigasi bencana berbasis komunitas. Masyarakat diharapkan tidak hanya bergantung pada informasi instansi pemerintah, tetapi juga memperkuat kesiapan lingkungan masing-masing dalam menghadapi cuaca ekstrem yang kini makin sering terjadi di kawasan selatan Indonesia.(Redaksi)












