NOVEL BAB 4: Dijuluki Wartawan oleh Pak Wahyu — Langkah Pertama Menjadi Penulis

Oleh: Redaksi

📲 Simak Berita Terpercaya Langsung di Ponselmu!

Ikuti MediaPatriot.CO.ID melalui WhatsApp Channel resmi kami:
https://whatsapp.com/channel/0029VbA7Ah9HgZWhj19BMY0X

Tak banyak anak SMP yang mendapat julukan dari gurunya, apalagi julukan itu bertahan hingga dewasa. Tapi saya berbeda. Di suatu siang yang biasa saja di ruang kelas, ketika mata pelajaran Bahasa Indonesia sedang berlangsung, sebuah kalimat sederhana dari Pak Wahyu mengubah hidup saya:

“Kamu itu kayak wartawan, selalu ingin tahu, kritis, dan cerewet. Nanti besar kamu jadi wartawan, ya.”

Semua teman-teman di kelas tertawa. Sebagian mengejek, sebagian ikut mengiyakan. Tapi saya diam. Kalimat itu terus terngiang di kepala saya hingga pulang ke rumah. Hari itu, tanpa saya sadari, saya menemukan panggilan hidup yang akan saya jalani bertahun-tahun ke depan: menjadi wartawan.

Ketika Pertanyaan Adalah Awal dari Semua

Sejak kecil, saya memang suka bertanya. Di rumah, di warung, di mushola, di sawah — keingintahuan saya seperti tak ada batas. Saya ingin tahu kenapa langit biru, kenapa ayam bertelur setiap hari, kenapa orang bisa marah hanya karena harga cabai naik. Tapi di sekolah, pertanyaan saya dianggap aneh. Kecuali oleh Pak Wahyu.

Pak Wahyu tidak sekadar guru Bahasa Indonesia. Ia adalah orang pertama yang menganggap pertanyaan saya itu penting. Setiap kali saya angkat tangan dan bertanya, beliau menjawab dengan sabar, lalu balik bertanya, “Kalau kamu jadi penulis, kamu akan tulis hal ini seperti apa?”

“Dari situlah saya belajar bahwa menulis dimulai dari rasa ingin tahu.”

Mulai saat itu, saya mulai mencatat. Bukan hanya pelajaran sekolah, tapi juga percakapan ibu di dapur, keluhan tetangga soal pupuk, dan ocehan teman soal guru galak. Saya tulis semua di buku tipis yang saya simpan di bawah bantal. Setiap malam saya menulis, walau hanya 5-10 kalimat. Tapi saya merasa sedang mengabadikan dunia.

Menulis di Tengah Kesederhanaan

Kami bukan keluarga kaya. Ayah saya guru, ibu saya ibu rumah tangga yang sangat tangguh. Saya anak ke enam dari delapan bersaudara. Rumah kami sederhana, tidak ada kamar pribadi apalagi komputer. Tapi saya tetap menulis, pakai buku bekas atau kertas tak terpakai.

Suatu hari, saya membawa tulisan ke sekolah. Isinya tentang acara tujuh belasan di kampung. Saya tulis ulang tangan, dan saya tempel di papan pengumuman kelas. Tanpa saya duga, banyak teman membaca. Bahkan Pak Wahyu menepuk pundak saya dan berkata, “Ini bagus. Kamu harus bikin buletin sekolah.”

Saya pun mulai membuat buletin kecil-kecilan, hanya 1 lembar bolak-balik. Saya ketik di mesin tik pinjaman dari tetangga, dan saya foto kopi beberapa lembar dari uang jajan yang saya sisihkan. Nama buletin itu saya beri nama “Suara Siswa”. Isinya ringan: opini, puisi, cerita lucu, dan wawancara dengan teman sekelas.

“Buletin itu sederhana, tapi bagi saya, itu seperti punya koran sendiri.”

Julukan yang Jadi Doa

Sejak buletin itu beredar, teman-teman makin sering memanggil saya “wartawan”. Awalnya mereka iseng, kadang meledek, tapi lama-lama jadi panggilan tetap. Bahkan guru-guru pun ikut memanggil saya begitu. Saya tidak tersinggung. Justru saya mulai yakin: mungkin ini memang jalan saya.

Ketika orang lain bercita-cita jadi dokter, tentara, atau insinyur, saya mulai menyusun mimpi jadi penulis dan wartawan. Walau tidak tahu bagaimana caranya, saya percaya tulisan saya bisa membuat perubahan. Setidaknya membuat orang berpikir.

“Julukan itu akhirnya jadi identitas. Saya belajar menerima, lalu mencintainya.”

Awal Hubungan dengan Ariyah

Di masa SMP juga, saya kembali bertemu dengan seorang perempuan yang pernah membuat saya marah waktu kecil: Ariyah. Waktu SD, ia pernah mengacak-acak permainan kaleci saya dan membuat saya kesal setengah mati. Tapi saat SMP, ia duduk di bangku sebelah dalam satu pelajaran.

Ia lebih pendiam sekarang. Dan ternyata… dia suka baca. Saya pernah memergokinya membaca buletin “Suara Siswa” diam-diam. Saya tanya, “Kamu suka tulisannya?” Dia hanya mengangguk pelan dan senyum. Sejak itu kami mulai bicara lebih sering.

Kami saling bertukar buku catatan. Dia suka puisi, saya suka laporan dan kisah nyata. Lucunya, saya makin rajin menulis karena ingin dia membaca tulisan saya. Saya tak pernah bilang cinta waktu itu, tapi tulisan saya menjadi surat yang tak pernah saya kirim langsung.

“Ternyata, tulisan bukan cuma alat menyampaikan ide — tapi juga perasaan.”

Dari Buletin ke Media Nyata

Beberapa tahun setelah lulus SMP, saya mulai berani kirim tulisan ke media lokal. Kadang dimuat, kadang tidak. Tapi saya terus menulis. Dari berita kegiatan warga, laporan banjir, hingga opini soal pendidikan. Saya belajar dari kegagalan dan kritik pembaca.

Hingga akhirnya saya benar-benar bekerja sebagai wartawan. Dan suatu hari, saya berhasil mendirikan media sendiri bersama rekan-rekan. Rasanya seperti mimpi. Dari anak SMP yang hanya membuat buletin di balik buku PR, kini saya memimpin tim liputan yang serius, lengkap dengan struktur redaksi.

“Saya percaya, semua pencapaian besar dimulai dari tulisan kecil yang ditulis dengan jujur.”

Menulis Adalah Jalan Hidup

Menjadi penulis bukan cuma soal gaya bahasa atau jumlah kata. Ini soal ketulusan. Setiap paragraf menyimpan jejak perjuangan, kenangan masa kecil, dan keyakinan bahwa kata-kata bisa menyentuh hati orang lain. Saya mungkin bukan sastrawan besar. Tapi saya tahu, tulisan saya lahir dari kenyataan.

Saya akan terus menulis. Tentang masa lalu, tentang ibu saya, tentang guru yang membentuk saya, dan tentang orang-orang yang saya cintai. Karena saya yakin, selama saya terus menulis, saya tidak akan pernah benar-benar hilang.


Catatan Penulis:

Julukan “wartawan” dari Pak Wahyu mungkin awalnya hanya ejekan kecil di kelas. Tapi bagi saya, itu adalah doa yang menyamar. Saya ucapkan terima kasih untuk setiap guru yang tak hanya mengajar, tapi juga melihat potensi muridnya. Dan untuk semua anak muda yang suka bertanya — jangan berhenti. Karena dari pertanyaanlah dunia bisa berubah.

– Ade



Wartawan di lapangan dibekali Kode Sandi untuk membuka DAFTAR WARTAWAN Dibawah ini:DAFTAR WARTAWAN>>>

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Komentar