NOVEL BAB 6 : Tas yang Hilang, Semangat yang Tetap Menyala


NOVEL BAB 6 : Tas yang Hilang, Semangat yang Tetap Menyala

📲 Simak Berita Terpercaya Langsung di Ponselmu!

Ikuti MediaPatriot.CO.ID melalui WhatsApp Channel resmi kami:
https://whatsapp.com/channel/0029VbA7Ah9HgZWhj19BMY0X

NOVEL BAB 6 : Tas yang Hilang, Semangat yang Tetap Menyala

Terminal Bekasi selalu ramai. Suara knalpot, pengumuman jadwal keberangkatan, calo berteriak menawarkan tujuan, dan langkah kaki tergesa menandai hari-hari biasa yang penuh cerita. Awal tahun 2017, di terminal itu pula, Ade berdiri membawa sebuah tas punggung kesayangannya. Di dalamnya tersimpan banyak hal penting: ponsel, naskah-naskah tulisan, catatan ide, dan surat-surat identitas diri. Ia hendak pulang ke Cirebon setelah urusan kerja selesai di Jakarta.

Ia sempat duduk sebentar di ruang tunggu. Matanya lelah, tubuhnya letih, pikirannya masih berkutat pada beberapa tugas belum selesai. Saat mendengar suara klakson panjang, ia berdiri dan berjalan ke arah jalur pemberangkatan. Karena tak yakin bus mana yang paling cepat, ia lebih dulu mengecek satu per satu.

Namun di tengah konsentrasi yang terpecah, dan tangannya sibuk memegang ponsel—tas punggung itu lenyap. Mungkin tertinggal di kursi. Mungkin disambar tangan asing. Mungkin tergelincir saat ia berlari kecil mengejar bus. Ia tidak ingat pasti. Ia hanya sadar ketika bus sudah melaju, dan pundaknya terasa ringan.

Terpukul Tapi Tidak Runtuh

Ade berdiri termangu. Ia mencoba mengejar, tapi terlambat. Ia melapor ke petugas terminal, tapi tidak ada yang tahu pasti bus mana yang ia dekati sebelumnya. Ia tidak menyimpan tiket. Ia bahkan tidak sempat mengingat nomor lambung atau plat kendaraan. Semua terlalu cepat. Terlalu mendadak.

Yang hilang bukan sekadar tas. Tapi bagian dari hidup. Di dalamnya ada HP utama, data-data pribadi, kontak kerja, bahkan naskah penting yang belum pernah ia kirimkan ke siapa pun. Catatan mimpi dan perjuangan. Potongan-potongan kecil semangat yang ia bangun sejak awal menulis dan bekerja dari nol.

“Saya merasa seperti kehilangan memori. Seperti lembaran hidup saya diambil begitu saja. Tapi anehnya, saya tidak bisa marah. Saya hanya diam. Lalu duduk.” — Ade

Ia menenangkan diri. Duduk kembali di kursi yang tadi ia tempati. Memandang lantai terminal. Mengingat-ingat langkah dan gerakan. Tapi semua sudah lewat. Ia tahu, tidak akan ada yang bisa ia lakukan untuk mengembalikannya.

Mulai Lagi dari Lembar Kosong

Keesokan harinya, setelah sampai di Cirebon dengan bus lain, ia tidak tidur. Ia justru duduk di meja kayu di depan rumah ibunya. Ia membuka buku tulis baru, mengambil pulpen, dan menuliskan ulang semua yang ia ingat.

Nama kontak. Rencana proyek. Draft ide tulisan. Catatan wawancara. Semuanya ia tulis ulang satu per satu. Tidak ada laptop. Tidak ada salinan digital. Hanya ingatan dan keyakinan bahwa semangat tidak boleh ikut hilang hanya karena benda lenyap.

Catatan penting:

Tas mungkin hilang, tapi tidak dengan prinsip hidup. Barang bisa dicuri, tapi bukan semangat. Apa pun yang hilang bisa diciptakan kembali—asal hati tidak menyerah.

Dari Kehilangan Lahir Sebuah Karya

Seminggu setelah kejadian itu, Ade menulis sebuah naskah monolog: “Tas yang Tak Pernah Kembali”. Ia bacakan pertama kali di hadapan komunitas teater lokal. Monolog itu bukan tentang pencurian atau kehilangan benda, tapi tentang semangat yang diuji saat semua hal berharga lenyap begitu saja.

Beberapa penonton menitikkan air mata. Bukan karena tragedinya, tapi karena kejujuran dalam kata-kata Ade. Ia tidak menangis di terminal. Ia tidak menyalahkan siapa pun. Tapi ia menyampaikan bahwa kehilangan adalah bagian dari ujian kesetiaan kita terhadap mimpi.

Kembali Berdiri, Melangkah Lebih Kuat

Dalam waktu beberapa bulan, Ade berhasil mengembalikan hampir semua yang hilang. Ia membeli HP baru dengan cicilan kecil. Ia daftarkan ulang identitas. Ia bangun ulang jaringan relasi. Tapi ia tidak lagi menyimpan semuanya di satu tempat. Ia simpan cadangan, dan lebih penting: ia simpan keteguhan dalam hati.

“Kalau kau pernah kehilangan, dan tidak menyerah, maka kau lebih kuat dari sebelumnya.” — Ade

Dari kejadian itu, ia makin yakin bahwa perjuangan tak bisa tergantung pada benda. Apapun yang kita punya bisa hilang, tapi tidak dengan keyakinan dan komitmen kita sendiri. Dan mungkin, kehilangan itu adalah cara Tuhan menyiapkan hati yang lebih lapang untuk menerima amanah lebih besar ke depan.


Catatan Penulis:

Bab ini saya tulis berdasarkan kejadian nyata awal tahun 2017, di Terminal Bekasi. Saat itu saya belum menikah dan tengah bersiap pulang ke Cirebon, namun mengalami kehilangan tas yang berisi hampir seluruh alat kerja dan data penting.

Kejadian itu menjadi salah satu titik balik dalam hidup saya. Dari rasa syok, saya belajar untuk tidak panik. Dari kehilangan, saya belajar untuk memulai ulang. Dari keterbatasan, saya belajar untuk tetap menulis dengan tangan dan hati.

Semoga kisah ini menguatkan siapa pun yang sedang merasa kehilangan. Ingat, selama kita tidak kehilangan harapan, kita bisa memulai lagi—dari mana saja.

Salam hormat,

Hamdanil Asykar



Wartawan di lapangan dibekali Kode Sandi untuk membuka DAFTAR WARTAWAN Dibawah ini:DAFTAR WARTAWAN>>>

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Komentar