SUMEDANG – Di dunia yang tak pernah tidur, di mana deru berita dan tenggat waktu saling berkejaran, ada profesi yang dituntut untuk selalu menjadi mata dan telinga publik. Mereka adalah para jurnalis, perangkai fakta yang kerap lupa memberi jeda bagi dirinya sendiri. Namun, di Sumedang, sebuah inisiatif hangat hadir untuk menyentuh ruang batin yang mungkin lama tak tersapa.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Sumedang, lembaga yang selama ini identik dengan penyaluran zakat dan bantuan kemanusiaan, mengambil peran yang tak biasa. Dalam rangka menyambut HUT RI ke-80, mereka tidak menggelar upacara seremonial, melainkan sebuah panggung spiritual yang didedikasikan khusus bagi para kuli tinta: lomba membaca ayat suci Al-Qur’an.
Ini bukan sekadar kompetisi tilawah. Ini adalah undangan untuk kembali ke sumber ketenangan, sebuah oase di tengah padatnya rimba informasi.
Gagasan ini, menurut Ketua BAZNAS Sumedang, H. Ayi Subhan Hafas, S.H., M.M., lahir dari sebuah keprihatinan yang tulus. “Setiap hari, para wartawan berjibaku menyampaikan kebenaran kepada masyarakat. Sebuah tugas mulia,” ujarnya dengan tatapan teduh. “Namun, kami khawatir, di tengah kesibukan itu, hubungan vertikal mereka dengan Sang Pencipta menjadi sedikit berjarak. Lomba ini adalah cara kami mengatakan, ‘mari sejenak tenangkan batin dengan kalam ilahi’.”
Panggung spiritual ini akan menjadi saksi bisu pada Rabu, 13 Agustus 2025, di Aula BAZNAS Sumedang. Pesertanya pun dibatasi, hanya 17 orang—sebuah angka simbolis yang merefleksikan tanggal keramat kemerdekaan. Para jurnalis dari berbagai platform—cetak, daring, hingga elektronik—akan menanggalkan sejenak identitas profesinya.
Di hadapan dewan juri, mereka akan melantunkan delapan surat pendek pilihan, termasuk Surat Al-Kautsar. Penilaiannya pun tak main-main: bukan hanya merdunya suara yang dicari, tetapi juga ketepatan tajwid, kefasihan lafal, serta adab yang menyertainya.
Lebih dari sekadar perlombaan, BAZNAS ingin membingkai makna kemerdekaan dalam perspektif yang lebih dalam. Kemerdekaan sejati, pesan mereka, bukanlah hanya tentang bebas dari penjajahan, melainkan juga kemampuan membebaskan diri dari kelalaian dan mendekatkan hati kepada Sang Maha Pencipta.
“Tentu, kami telah menyiapkan apresiasi berupa uang tunai senilai total Rp. 4,5 juta,” tambah H. Ayi. “Tetapi, hadiah terbesar yang kami harapkan adalah pengalaman spiritual yang membekas, yang bisa dibawa pulang dan menjadi pengingat di tengah hiruk pikuk pekerjaan mereka.”
Inisiatif ini menjadi bukti bahwa kepedulian BAZNAS Sumedang melampaui urusan sandang, pangan, dan papan. Ada gizi rohani yang juga perlu dibagikan, bahkan kepada mereka yang profesinya jarang tersentuh oleh program pembinaan spiritual.
Maka, pada hari itu, pena akan diletakkan, dan mikrofon pun ditutup. Sebagai gantinya, bibir para pemburu berita ini akan melantunkan firman suci, mengukir sebuah “kabar” yang kali ini tidak untuk diterbitkan, melainkan untuk dirasakan hingga ke lubuk jiwa terdalam. (Asep apendi)
Komentar