Oleh: Dyonisius Advent Kei Irawan
Dosen Pengampu : Tania Ardiani Saleh, Dra., M.S.
PENDAHULUAN
Ketika berbicara tentang superfood, kita mungkin akan teringat pada ginseng dari Korea, quinoa dari Amerika Latin, atau chia seed dari Meksiko. Padahal, Indonesia memiliki superfood sendiri yang sering kali terabaikan, bahkan tumbuh liar di pekarangan rumah: daun kelor.
Daun kelor adalah tanaman sederhana dengan kandungan gizi yang luar biasa. Sayangnya, hingga kini kelor masih sering diremehkan. Dengan kandungan vitamin, mineral, dan protein nabati yang tinggi, kelor sebenarnya dapat menjadi solusi untuk menjawab berbagai tantangan nasional, mulai dari masalah kesehatan, gizi buruk, hingga peluang ekonomi dan pengembangan masyarakat.
Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 yang dilakukan Kemenkes RI melalui BKPK, prevalensi stunting di Indonesia tercatat 19,8%, sedikit lebih rendah dari target 20,1% pada 2024. Angka ini menjadi sinyal positif, tetapi tantangan tetap besar karena target nasional ditetapkan menurun hingga 14,2% pada 2029. Dengan target sementara 18,8% pada 2025, intervensi gizi harus lebih intens, terutama di enam provinsi dengan jumlah balita stunting tertinggi:
- Jawa Barat (638.000 balita)
- Jawa Tengah (485.893 balita)
- Jawa Timur (430.780 balita)
- Sumatera Utara (316.456 balita)
- Nusa Tenggara Timur (214.143 balita)
- Banten (209.600 balita)
Daun kelor yang kaya vitamin A, C, dan zat besi dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi anak-anak di wilayah rawan gizi. Beberapa studi internasional juga menyebutkan bahwa kelor memiliki kemampuan melawan radikal bebas sekaligus meningkatkan daya tahan tubuh.
ARGUMEN
1. Kesehatan
Daun kelor dikenal sebagai salah satu superfood alami karena kandungan antioksidannya yang tinggi. Menurut Medical News Today, daun kelor memiliki sifat antioksidan dan antiinflamasi yang dapat membantu tubuh melawan stres oksidatif.
Selain itu, News-Medical menyebut bahwa kelor mengandung senyawa bioaktif penting seperti flavonoid (quercetin, kaempferol), karotenoid, serta asam fenolik yang memiliki manfaat protektif bagi tubuh. Dengan demikian, konsumsi kelor dapat menjadi strategi alami dalam pencegahan penyakit degeneratif.
2. Pendidikan
Selain bermanfaat di bidang kesehatan, kelor juga membuka peluang besar dalam pendidikan dan inovasi penelitian. Misalnya, pengolahan daun kelor menjadi produk teh herbal dapat dijadikan proyek pembelajaran berbasis kearifan lokal.
Melalui kegiatan semacam ini, masyarakat—terutama pelajar dan mahasiswa—dapat belajar bagaimana memanfaatkan herba lokal secara berkelanjutan, sekaligus menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga dan mengolah sumber daya alam di sekitar.
3. Lingkungan
Kelor juga ramah lingkungan karena mampu tumbuh di lahan kering dengan kebutuhan air minimal. Penelitian dari Fakultas Pertanian Universitas Wiraraja menunjukkan bahwa kelor dapat tumbuh optimal meskipun dalam kondisi cekaman kekeringan.
Hal ini membuktikan bahwa kelor tidak hanya membantu mengatasi masalah gizi, tetapi juga mendukung ketahanan pangan nasional di tengah perubahan iklim yang semakin ekstrem.
4. Ekonomi
Dari sisi ekonomi, kelor memiliki potensi besar membuka peluang usaha baru. Produk turunan kelor seperti daun kering, kapsul ekstrak, hingga teh herbal kini sudah dipasarkan secara luas, baik lokal maupun internasional.
Contohnya, daun kelor asal Kabupaten Sumenep berhasil menembus pasar ekspor ke Tiongkok dengan kontrak sebesar 200 ton per tahun. Pemerintah daerah bersama UMKM mendukung pengembangan kelor sebagai produk unggulan, sehingga nilai ekonominya semakin meningkat dan membantu perekonomian petani lokal.
PENUTUP
Kelor tidak dapat lagi dipandang sebelah mata sebagai sekadar “tanaman liar pekarangan rumah.” Sebaliknya, kelor harus dimanfaatkan sebagai solusi untuk menjawab berbagai persoalan di Indonesia, mulai dari masalah kesehatan, pendidikan, ekonomi, hingga lingkungan.
Kelor adalah simbol bahwa solusi besar sering hadir dari hal-hal sederhana di sekitar kita. Jika serius dikembangkan, kelor bisa menjadi senjata bangsa dalam menghadapi masalah gizi, meningkatkan ekonomi rakyat, dan mendukung ketahanan pangan nasional.
Dengan menanam, mengonsumsi, dan mengolah kelor, masyarakat tidak hanya menjaga kesehatan diri, tetapi juga berkontribusi pada ekonomi lokal dan lingkungan. Sudah saatnya Indonesia mengangkat kelor sebagai superfood lokal dengan nilai global, agar tidak hanya dipuja di luar negeri sementara potensinya di tanah air terabaikan.
REFERENSI
Website
- News Medical. (2024). How moringa supports immunity, inflammation, and metabolic health. Diakses dari: https://www.news-medical.net/health/How-moringa-supports-immunity-inflammation-and-metabolic-health.aspx
- Medical News Today. (2023). Moringa: Benefits, side effects, and risks. Diakses dari: https://www.medicalnewstoday.com/articles/319916
- Pemerintah Kabupaten Sumenep. (2023). Perdana, Daun Kelor Asal Kabupaten Sumenep Tembus Pasar Cina. Diakses dari: https://sumenepkab.go.id/berita/baca/perdana-daun-kelor-asal-kabupaten-sumenep-tembus-pasar-cina
Jurnal
- Wasonowati, C., Sulistyaningsih, E., Indradewa, D., & Kurniasih, B. (2022, Juni). Pertumbuhan Akar Bibit Kelor (Moringa oleifera Lamk) dari Bahan Tanam yang Berbeda pada Kondisi Cekaman Kekeringan. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Pesisir, 1(1), 110–115.
- Wati, H. D. (2017). Identifikasi Karakteristik Respon Pertumbuhan Genotipe Moringa oleifera (L) terhadap Cekaman Kekeringan. Jurnal Pertanian Cemara, 14(1), 13–18.












