Dosen Pengampu : Tania Ardiani Saleh, Dra., M.S.
Disusun oleh : Maritsa Nur Hakimah (442251037)
MATA KULIAH : Logika dan Pemikiran Kritis
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2025
SEHAT TIDAK HARUS MAHAL: BERSAMA SEMANGGI SUROBOYO
Oleh: Maritsa Nur Hakimah
Pendahuluan
Pandangan umum di masyarakat sering kali mengaitkan pola hidup sehat dengan biaya tinggi. Makanan sehat kerap identik dengan salad, jus organik, atau produk impor yang harganya tidak ramah kantong. Tidak jarang pula makanan sehat dianggap hambar sehingga peminatnya minim. Akibatnya, masyarakat lebih memilih makanan cepat saji yang terasa enak, praktis, dan murah, meskipun berdampak negatif pada kesehatan.
Pertanyaan yang perlu kita renungkan: benarkah sehat selalu harus mahal?
Argumen atau Isi
Salah satu jawaban dari pertanyaan tersebut dapat ditemukan pada kekayaan pangan lokal Indonesia, yakni semanggi Surabaya. Selama ini, semanggi dikenal sebagai kuliner tradisional khas Kota Pahlawan. Namun, lebih dari sekadar kuliner, semanggi menyimpan nilai kesehatan yang tinggi.
Penelitian menunjukkan bahwa 100 gram daun semanggi segar mengandung 45 kkal energi, 4,4 gram protein, 1,9 gram serat, serta berbagai mineral penting seperti 98 mg kalsium, 90 mg fosfor, dan 520 mg kalium. Selain itu, semanggi juga mengandung vitamin B2 dan vitamin C yang mendukung metabolisme tubuh dan imunitas. Menurut penelitian Universitas Airlangga, semanggi memiliki sifat antioksidan dan anti-inflamasi yang berpotensi mencegah kerusakan sel saraf serta mengurangi risiko penyakit degeneratif.
Jika dikonsumsi secara luas oleh masyarakat, semanggi bisa menjadi alternatif pangan sehat yang murah dan mudah diakses. Tidak seperti makanan sehat impor yang mahal, semanggi tumbuh subur di tanah Indonesia. Satu porsi semanggi lengkap dengan kuah kacang dan kerupuk puli harganya jauh lebih terjangkau dibandingkan seporsi salad atau minuman detox modern. Inilah bukti nyata bahwa sehat tidak selalu identik dengan pengeluaran besar.
Selain kandungan gizi, semanggi juga dapat diolah dalam berbagai bentuk. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa daun semanggi dapat dijadikan tepung untuk bahan dasar produk olahan seperti kue kering atau mie. Namun, tanpa inovasi sekalipun, semanggi rebus dengan kuah kacang khasnya sudah memenuhi tiga syarat penting: sehat, enak, dan murah.
Dampak positif konsumsi semanggi secara luas dapat terlihat dari berbagai aspek:
- Kesehatan: menekan risiko diabetes, obesitas, dan hipertensi.
- Ekonomi: mengurangi beban biaya masyarakat untuk hidup sehat.
- Budaya: menjaga warisan kuliner Nusantara agar tetap lestari.
Penutup
Semanggi memberi pelajaran penting bahwa gaya hidup sehat dapat dimulai dari hal sederhana dan dekat dengan kita. Tidak ada alasan lagi untuk menganggap sehat itu mahal dan sulit dijangkau.
Seandainya semanggi benar-benar dikonsumsi secara luas, ia bisa menjadi simbol solusi pangan sehat bagi bangsa Indonesia. Kini tinggal bagaimana kita, baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat, mau mengangkat kembali potensi semanggi agar tetap lestari sekaligus bermanfaat bagi kesehatan bersama.
Referensi
- UNICEF. Indonesia: Tingkat obesitas di kalangan orang dewasa berlipat ganda selama dua dekade terakhir. UNICEF dan WHO, 4 Maret 2021.
- CHBP UGM. Hari Diabetes Sedunia. 17 November 2020. Mengutip data Riskesdas 2018: diabetes meningkat dari 6,9% (2013) menjadi 8,3% (2018), atau hingga 10,9% tergantung definisi.
- Kompas.id. “Obesitas meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir (2007–2018).” Ledakan Obesitas, 7 Maret 2025.
- Republika Online. “Obesitas di Indonesia meningkat dengan angka mengkhawatirkan: 19,1% pada 2007 menjadi 35,4% pada 2018.” 31 Maret 2022.
- Katadata.co.id. “Obesitas di Indonesia: meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun.” Ancaman di Balik Maraknya Kasus Obesitas di Indonesia. 1 Agustus 2023.
Komentar