Dosen Pengampu : Tania Ardiani Saleh, Dra., M.S.
Disusun oleh : Adithia Maulana (143251062)
Mata Kuliah : Logika dan Pemikiran Kritis
Universitas Airlangga
Surabaya, 2025
Efek Menonton Konten Brainrot Terhadap Tingkat Literasi Anak
Oleh: Adithia Maulana
Pendahuluan
Di era digital saat ini, anak muda semakin akrab dengan berbagai jenis konten di media sosial. Salah satu fenomena yang sedang ramai adalah konten brainrot, yaitu jenis konten yang cenderung singkat, cepat, repetitif, dan lebih menekankan pada hiburan instan ketimbang substansi.
Contohnya adalah video berdurasi sangat pendek dengan humor absurd atau tanpa pesan jelas, namun mampu menarik perhatian dalam waktu singkat. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting: bagaimana pengaruhnya terhadap tingkat literasi anak muda?
Apa Itu Brainrot?
Brainrot dapat diartikan sebagai “pembusukan otak” dalam konteks hiburan digital. Istilah ini menggambarkan kondisi ketika otak terbiasa mengonsumsi konten dangkal secara berlebihan sehingga menurunkan kemampuan berpikir kritis dan fokus.
Ciri utama brainrot:
- Durasi konten sangat pendek.
- Isi lebih menghibur daripada mendidik.
- Mengutamakan tren, sensasi, dan repetisi.
Konten ini memang menyenangkan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan, dapat berdampak pada pola pikir generasi muda.
Hubungan dengan Tingkat Literasi Anak Muda
Literasi bukan hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi. Di sinilah letak kaitannya dengan brainrot.
- Menurunkan Minat Baca
Konten brainrot yang serba instan membuat anak muda terbiasa dengan informasi cepat. Akibatnya, minat membaca buku atau artikel panjang berkurang, karena dianggap melelahkan dan membosankan. - Mengurangi Kemampuan Konsentrasi
Paparan berulang terhadap konten singkat melatih otak untuk fokus dalam jangka waktu pendek. Hal ini dapat mengurangi kemampuan anak muda untuk berkonsentrasi pada teks panjang atau materi akademik. - Melemahkan Kemampuan Analisis
Konten brainrot jarang menampilkan informasi kompleks. Jika anak muda terbiasa dengan konten ringan, kemampuan berpikir kritis dan analisis mendalam bisa menurun. - Namun, Bisa Jadi Pintu Masuk Literasi Digital
Tidak semua dampaknya negatif. Dalam beberapa kasus, brainrot bisa menjadi jalan untuk menarik minat anak muda agar mulai membaca atau mencari tahu lebih lanjut tentang suatu topik, asalkan ada pendampingan dan penyaringan konten yang tepat.
Dampak Jangka Panjang
Jika kecenderungan konsumsi brainrot berlanjut tanpa keseimbangan, dikhawatirkan akan lahir generasi dengan literasi dangkal: bisa membaca teks, tetapi kesulitan memahami makna, konteks, dan implikasi informasi. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Solusi dan Rekomendasi
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi dampak negatif brainrot, antara lain:
- Edukasi Literasi Digital
Anak muda perlu diajarkan cara memilah konten agar tidak hanya menjadi konsumen pasif. - Mengombinasikan Hiburan dan Edukasi
Kreator konten bisa memanfaatkan format singkat ala brainrot untuk menyisipkan informasi yang bermanfaat. - Membangun Budaya Membaca
Membiasakan membaca secara bertahap, mulai dari artikel singkat hingga buku, dapat menyeimbangkan pola konsumsi informasi. - Peran Orang Tua dan Pendidikan
Orang tua dan institusi pendidikan perlu membimbing anak muda agar tidak hanya terjebak pada hiburan instan, tetapi juga mengenalkan bacaan dan diskusi yang bermakna.
Penutup
Fenomena brainrot merupakan bagian dari dinamika budaya digital anak muda. Ia tidak sepenuhnya buruk, tetapi jika dikonsumsi berlebihan dapat berdampak pada tingkat literasi. Tantangan utama adalah mengelola konsumsi konten agar tidak merusak kemampuan berpikir kritis, melainkan justru menjadi jembatan untuk menumbuhkan literasi yang lebih kuat di era digital.
Referensi
- Anderson, M., & Jiang, J. (2018). Teens, social media & technology 2018. Pew Research Center. https://www.pewresearch.org
- Kurniawati, D., & Nurfadilah, S. (2022). Literasi digital pada generasi Z: Tantangan dan peluang di era media sosial. Jurnal Komunikasi dan Media, 6(2), 115–127. https://doi.org/10.24843/jkm
- Maryani, E., & Setiawan, R. (2021). Pengaruh media sosial terhadap budaya literasi anak muda. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 11(3), 233–245.
- Schroeder, R. (2018). Social theory after the Internet: Media, technology, and globalization. UCL Press. https://doi.org/10.14324/111.9781787351226
- Walsh, M. (2010). Multimodal literacy: What does it mean for classroom practice? Australian Journal of Language and Literacy, 33(3), 211–239.






















