SAMARINDA, INFO KALTIM – Sengketa lahan di kawasan strategis Jalan PM. Noor, Samarinda, kembali memanas. Agenda pembacaan putusan sela dalam perkara tersebut, yang sejatinya dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Negeri Samarinda, terpaksa ditunda oleh Majelis Hakim. Penundaan ini merupakan konsekuensi dari adanya nota keberatan (eksepsi) yang diajukan salah satu pihak terlawan.
Kasus ini berawal dari gugatan perlawanan (derden verzet) yang terdaftar dengan nomor perkara 143/Pdt.Bth/2025/PN Smr. Gugatan diajukan oleh Ernie Aguswati Hartojo, istri dari Heryono Admaja (Terlawan IV), yang keberatan atas surat teguran eksekusi (aanmaning) yang dikeluarkan pengadilan.
Ernie mengklaim sebagai pemilik sah satu-satunya atas lahan seluas 4.444 meter persegi tersebut. Klaim kepemilikannya didasarkan pada Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 2249/Kelurahan Sempaja Timur, yang diterbitkan sejak tahun 1996. Dalam gugatannya, Ernie menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menjadi pihak dalam perkara sebelumnya yang melibatkan sang suami.
Namun, dalil Ernie dibantah keras oleh tim kuasa hukum Terlawan II dan III, I Nyoman Sudiana dan Rahol Suti Yaman, yang diwakili oleh Pamela Pramidya, S.H., dari kantor hukum Pamela Pramidya & Associates.
“Seluruh dalil yang dibangun oleh Pelawan kami bantah. Pokok perkara ini sejatinya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 6355 K/Pdt/2024,” ujar Pamela Pramidya kepada wartawan, Jumat (3/10/2025).
Pamela menjelaskan, putusan kasasi tersebut telah mengukuhkan keabsahan jual beli tanah antara kliennya dan Dr. H. Amransyah, M.Si. (Terlawan I). Ia menegaskan, riwayat kepemilikan lahan oleh Rahol Suti Yaman berakar dari surat waris berdasarkan segel tahun 1981 atas nama Abdullah bin Gumriy, yang kemudian sebagian haknya dialihkan kepada I Nyoman Sudiana.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum lainnya, Roszi Krissandi, S.H., menyoroti kejanggalan dalam pernyataan Pelawan yang mengaku tidak mengetahui proses hukum sebelumnya—yakni perkara Nomor 131/Pdt.G/2023/PN Smr.
“Proses sidang sebelumnya berjalan berbulan-bulan. Sangat tidak masuk akal jika Pelawan tidak mengetahuinya. Apalagi, ia dan suaminya tinggal serumah. Jika benar merasa pemilik sah, seharusnya mendaftarkan diri sebagai tergugat intervensi. Namun, hal itu tidak dilakukan hingga putusan akhir diketuk,” kata Roszi.
Kini, perhatian publik tertuju pada putusan sela yang akan dibacakan Majelis Hakim. Putusan ini akan menjadi penentu penting: apakah eksepsi yang diajukan pihak Terlawan I, Dr. H. Amransyah, diterima atau ditolak.
Sidang pembacaan putusan sela yang semula dijadwalkan 1 Oktober 2025 diundur dan dijadwalkan ulang pada Rabu, 8 Oktober 2025. Keputusan tersebut akan menentukan arah lanjutan sengketa lahan bernilai tinggi di jantung Kota Samarinda ini.(SNI)
Komentar