Jakarta, MediaPatriot.co.id – 13 Oktober 2025 — Indonesia resmi memasuki babak baru dalam pembangunan energi nasional dengan dimasukkannya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Dalam mendukung langkah strategis tersebut, Badan Keahlian Teknik Nuklir Persatuan Insinyur Indonesia (BKTN–PII) menggelar Workshop Nasional bertema “Reindustrialisasi: Kesiapan Insinyur Profesional dan Industri dalam Mendukung Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia”, Senin (13/10/2025) di Graha Rekayasa Indonesia, Jakarta Selatan.
Kegiatan yang berlangsung secara hybrid ini diikuti lebih dari 400 peserta daring dan sekitar 40 peserta luring dari berbagai latar belakang profesi — mulai dari insinyur, akademisi, pelaku industri, regulator, hingga lembaga pendidikan tinggi. Workshop ini menjadi wadah strategis kolaborasi lintas sektor untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan industri nasional menghadapi era energi nuklir.
Mempersiapkan SDM Profesional dan Industri Lokal
Ketua BKTN–PII Dr. Ir. Khoirul Huda, M.Eng., IPU dalam sambutannya menegaskan pentingnya kesiapan insinyur profesional dalam mendukung pembangunan PLTN pertama Indonesia.
“Pembangunan PLTN bukan sekadar proyek energi, tetapi momentum reindustrialisasi nasional. Kesiapan SDM dan industri lokal menjadi fondasi utama agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga produsen dalam rantai pasok teknologi nuklir,” ujarnya.
Ia menambahkan, BKTN bersama PII akan membentuk komunitas insinyur profesional dan industri PLTN sebagai tindak lanjut dari hasil workshop ini, sekaligus menyusun rekomendasi kebijakan untuk memperkuat kapasitas SDM dan industri nasional.
Peran PII dalam Mendorong Reindustrialisasi
Sekretaris II BKTN–PII, Jupiter Sitorus, menjelaskan bahwa workshop ini merupakan respon konkret terhadap RUPTL 2025–2034 yang telah memasukkan energi nuklir sebagai bagian dari bauran energi nasional.
“Kami ingin memastikan bahwa PII dan BKTN tidak hanya menjadi penonton. SDM profesional dan industri lokal harus dilibatkan dalam pembangunan PLTN. Inilah bentuk nyata kontribusi insinyur Indonesia dalam mendukung roadmap reindustrialisasi nasional,” ujarnya.
Menurutnya, tiga fokus utama yang dibahas dalam workshop meliputi penyiapan SDM profesional, peningkatan kesiapan industri nasional dan lokal, serta penguatan regulasi dan standar keselamatan, keamanan, dan kualitas nuklir.
Tantangan dan Teknologi PLTN di Masa Depan
Dalam sesi diskusi panel, sejumlah pakar membahas tantangan terbesar pembangunan PLTN di Indonesia — mulai dari kesiapan regulasi, kebutuhan investasi awal yang tinggi, hingga pentingnya dukungan politik dan jaminan keberlanjutan proyek.
BKTN menilai, meski Indonesia telah memiliki tiga reaktor riset sejak 1965, peningkatan kompetensi insinyur masih diperlukan agar siap memasuki fase pembangunan PLTN komersial.
“Insinyur profesional di bidang nuklir wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) agar diakui secara nasional. Ini adalah bentuk jaminan kompetensi dan profesionalisme,” jelas Khoirul Huda.
Sementara itu, dari aspek teknologi, sejumlah narasumber memaparkan bahwa tren global PLTN saat ini mengarah pada teknologi Small Modular Reactor (SMR) — reaktor berukuran kecil, modular, dan memiliki sistem keselamatan pasif.
“Reaktor modern mampu melindungi dirinya sendiri jika terjadi anomali. Teknologi ini jauh lebih aman dibanding generasi sebelumnya,” ujar salah satu narasumber dari Bapeten.
Menepis Kekhawatiran Publik dan Menegaskan Keamanan
Menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap risiko PLTN, para pakar menegaskan bahwa seluruh pembangunan akan mengikuti standar International Atomic Energy Agency (IAEA) serta diawasi ketat oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
“Masyarakat tidak perlu khawatir. Sejak tahap desain, lokasi, hingga operasional akan ditinjau secara komprehensif untuk memastikan keamanan dan keselamatan publik,” kata Deputi Bapeten, Hendra Subekti, S.T., M.T.
PLTN sebagai Pilar Indonesia Maju 2045
Para pembicara juga menyoroti pentingnya PLTN dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045. Dengan target pendapatan per kapita USD 23.000–30.000, kebutuhan energi nasional diproyeksikan meningkat tajam.
“Untuk menjadi negara maju, kita membutuhkan energi yang besar, stabil, dan berkelanjutan. Semua negara industri besar di dunia memiliki PLTN, dan Indonesia harus mengambil langkah yang sama,” tegas Khoirul Huda.
Langkah Lanjut: Kolaborasi Menuju Kemandirian Energi
Workshop ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis, termasuk pembentukan komunitas SDM profesional PLTN, peningkatan kapasitas industri nasional melalui kebijakan pemerintah, serta penyusunan standar keselamatan nuklir sesuai regulasi internasional.
Melalui kegiatan ini, BKTN dan PII menegaskan komitmennya untuk menjadi motor utama dalam penguatan kapasitas insinyur dan industri nasional, guna memastikan Indonesia siap membangun PLTN dengan teknologi mutakhir, aman, dan berdaya saing tinggi.
“PLTN bukan hanya simbol kemajuan teknologi, tapi juga kemandirian bangsa dalam mewujudkan energi bersih dan masa depan industri yang berkelanjutan,” pungkas Dr. Khoirul Huda.
Workshop ini menjadi langkah awal sinergi antara pemerintah, asosiasi profesi teknik, akademisi, dan pelaku industri menuju era baru energi nuklir di Indonesia — sebuah tonggak sejarah menuju kemandirian energi nasional berbasis teknologi tinggi.
(Red Tommy Karwur dan Irwan Hasiholan)
Komentar