Disusun oleh: Keysha Adzani Puteri Welly (161251180)
Dosen Pengampu: Neisya Pratiwindya Sudarsiwi, S.Kep., Ns., M.Kep.
Mata Kuliah: Komunikasi Kesehatan
Program Studi: Profesi Dokter Hewan
Fakultas: Kedokteran Hewan
Universitas: Universitas Airlangga
Tahun: 2025
Hanya sedikit orang yang memahami bahwa profesi dokter hewan bukan sekadar mengobati hewan yang sakit. Di setiap diagnosis dan resep obat yang diberikan, terdapat tantangan unik yang jarang dimiliki profesi lain: menghadapi dua pasien sekaligus, yaitu hewan yang tidak bisa bicara, dan pemilik yang sering kali lebih cemas daripada hewannya sendiri. Pengalaman field study yang penulis laksanakan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) Universitas Airlangga membuka wawasan mengenai kompleksitas profesi ini.
Ruang pemeriksaan RSHP diisi oleh berbagai jenis hewan dengan kondisi yang berbeda-beda. Yang menarik adalah bagaimana tim medis—dokter maupun co-ass—dengan cekatan menangani pasien yang sama sekali tidak bisa mengomunikasikan keluhannya. Tidak ada yang bisa mengatakan “Dok, saya sakit di sini” atau “Rasanya seperti ditusuk-tusuk.” Inilah tantangan pertama profesi dokter hewan: pasien yang tidak bisa berbicara.
Pengamatan penulis menunjukkan betapa cermatnya para dokter hewan melakukan observasi, membaca bahasa tubuh hewan, gerakan, hingga perubahan perilaku sekecil apapun sebagai petunjuk penting untuk diagnosis. Seni bertemu dengan sains terlihat jelas: pengetahuan anatomi dan fisiologi tidak cukup tanpa kepekaan tinggi terhadap perilaku hewan. Hewan yang tiba-tiba agresif mungkin sedang sakit; yang terus bersembunyi bisa mengalami stres, demam, atau rasa sakit lain.
Tantangan berikutnya muncul di ruang tunggu RSHP: pemilik hewan yang gelisah. Pertanyaan seperti “Dok, hewan saya kenapa?”, “Apa dia akan baik-baik saja?”, atau “Berapa biayanya?” menjadi hal rutin. Pemilik hewan adalah pasien kedua yang harus “diobati” dokter hewan. Hewan peliharaan bagi banyak orang adalah anggota keluarga, sehingga kecemasan pemilik sangat nyata.
Melalui pengalaman ini, penulis menyadari bahwa dokter hewan harus menyeimbangkan komunikasi medis dan empati. Mereka harus menjelaskan kondisi secara jelas, menenangkan pemilik, tetap profesional, dan membantu pengambilan keputusan medis, termasuk menghadapi kondisi pasien yang kritis atau keterbatasan biaya.
Profesi ini menuntut mental yang dua kali lebih kuat dibanding tenaga kesehatan lain. Dokter hewan menjadi jembatan antara dua dunia: dunia hewan yang tidak bisa menyuarakan sakitnya, dan dunia manusia yang penuh harapan. Kemampuan mengobati dua pasien sekaligus—dengan hati dan ilmu—adalah ciri dokter hewan yang luar biasa.
Dalam dunia kedokteran hewan, kasih sayang berbicara dalam dua bahasa: bahasa medis yang presisi dan bahasa hati yang penuh empati. Dan inilah yang membedakan dokter hewan yang baik dengan yang luar biasa: kemampuan untuk mengobati dua pasien sekaligus dengan sepenuh hati.























Komentar