Jakarta — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menunjukkan perannya sebagai salah satu kebijakan strategis nasional yang berdampak luas. Hal tersebut mengemuka dalam Diskusi Publik Nasional bertajuk “Satu Tahun MBG & Peran Polri di SPPG” yang digelar pada Senin (15/12/2025) di Hotel 88 Fatmawati, Jakarta. Forum ini menjadi wadah evaluasi sekaligus refleksi atas pelaksanaan MBG selama satu tahun terakhir, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor.
Diskusi tersebut menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat dalam memastikan program MBG berjalan optimal, berkelanjutan, serta memenuhi standar kualitas dan keamanan. Para narasumber sepakat bahwa keberhasilan MBG tidak hanya ditentukan oleh kebijakan pusat, tetapi juga oleh penguatan sistem pengawasan dan tata kelola di tingkat pelaksana.
Dalam konteks itu, peran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dinilai krusial, khususnya dalam mendukung pengamanan dan pengawasan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Polri diposisikan tidak semata sebagai penegak hukum, melainkan mitra strategis dalam pencegahan, pembinaan, serta penguatan sistem pengawasan terpadu di lapangan.
Salah satu narasumber, Abednego Panjaitan, S.H., menilai program MBG telah memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan nasional. Menurutnya, selama satu tahun pelaksanaan, MBG tidak hanya menyasar peningkatan gizi anak-anak Indonesia, tetapi juga menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Program ini memiliki dampak berlapis. Selain lebih dari satu miliar porsi makanan bergizi yang telah disalurkan, MBG juga menciptakan peluang kerja baru dalam skala besar,” ujar Abednego.
Ia menjelaskan, rencana pembangunan sekitar 32 ribu SPPG dengan rata-rata kebutuhan 50 tenaga kerja per unit berpotensi menyerap hingga 1,6 juta tenaga kerja. Hal ini, kata dia, menegaskan bahwa MBG bukan sekadar program bantuan sosial, melainkan instrumen nyata pemerataan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, Abednego menambahkan bahwa keberadaan SPPG turut mendorong penguatan sektor pertanian dan pemanfaatan lahan tidur. Hasil panen petani lokal dapat diserap langsung oleh dapur-dapur SPPG, sehingga menumbuhkan gairah bertani sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional menuju swasembada.
Ia juga menyoroti tingginya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapur SPPG. Hingga kini, sekitar 18 ribu SPPG diketahui dibangun secara swadaya oleh masyarakat, tanpa pembiayaan pembangunan dari negara. Pemerintah, kata dia, hanya melakukan pembayaran atas makanan yang telah diproduksi dan disalurkan.
“Ini menunjukkan adanya kepercayaan publik yang sangat besar. Kolaborasi antara negara dan masyarakat dalam membangun SPPG adalah bukti nyata dukungan rakyat terhadap program MBG,” tegasnya.
Terkait berbagai kendala teknis yang sempat muncul, Abednego mengingatkan agar evaluasi dilakukan secara objektif dan konstruktif. Ia menilai penguatan regulasi, tata kelola, serta sistem pengawasan di tingkat dapur menjadi kunci agar pelaksanaan MBG semakin solid ke depan.
“Program sebesar MBG tentu membutuhkan penyempurnaan. Evaluasi harus dijadikan bahan perbaikan, bukan alat untuk meruntuhkan kepercayaan publik,” katanya.
Menutup pemaparannya, Abednego menyampaikan harapan agar program MBG dapat terus dilanjutkan dan diperkuat sebagai fondasi pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Ia juga mendoakan agar Presiden Prabowo Subianto senantiasa diberikan kesehatan dan kekuatan dalam mengawal program strategis tersebut.
“MBG bukan hanya tentang pemenuhan gizi, tetapi tentang masa depan bangsa—mencetak generasi yang sehat, cerdas, dan berdaya secara ekonomi,” pungkasnya.
(Red Irwan)












