mediapatriot.co.id | Palembang | Berita Terkini | – Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa H Halim (88), Dr. Jan Maringka, S.H., M.H., menyoroti aspek kemanusiaan dalam perkara dugaan korupsi dan mafia tanah yang menjerat kliennya, khususnya karena perkara tersebut berkaitan dengan peristiwa hukum yang telah berlalu lebih dari 25 tahun dan kini dihadapi terdakwa pada usia lanjut dengan kondisi kesehatan yang menurun.

Jan Maringka menjelaskan bahwa perkara yang diproses saat ini berawal dari kepemilikan dan pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) sejak tahun 1997 dan baru akan berakhir pada 2027. Menurutnya, persoalan hukum tersebut seharusnya dilihat secara utuh dan proporsional, mengingat rentang waktu kejadian yang sangat panjang serta status hukum lahan yang telah memiliki dasar perizinan. 
Dalam perkembangan terbaru, Jan Maringka menyampaikan keberatan atas tindakan pencegahan terhadap H Halim yang dilakukan tanpa pemberitahuan kepada tim penasihat hukum. Pencegahan tersebut dinilai janggal karena dilakukan saat perkara telah dilimpahkan ke pengadilan dan memasuki tahap persidangan.
“Seharusnya sejak awal kami diberitahu. Kewenangan penyidikan sudah beralih ke pengadilan, sehingga tidak ada lagi kepentingan penyidikan. Kondisi ini justru menyulitkan terdakwa untuk menjalani perawatan lanjutan agar siap menghadapi persidangan,” ujar Jan Maringka.
Ia mempertanyakan apakah proses hukum menghendaki persidangan berjalan dengan terdakwa dalam kondisi sakit, atau justru menginginkan persidangan yang berimbang dengan mendengarkan langsung keterangan terdakwa secara utuh dan sehat. Menurutnya, hak terdakwa untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang layak merupakan bagian dari prinsip keadilan dan hak asasi manusia.
Jan Maringka juga menguraikan bahwa inti perkara berkaitan dengan pembebasan lahan untuk kepentingan umum pembangunan Jalan Tol Palembang–Jambi. Jaksa Penuntut Umum menyatakan sekitar 37 hektare dari total 13.000 hektare kebun sawit milik H Halim merupakan tanah negara. Namun, di sisi lain, jaksa mengakui bahwa tanaman dan tumbuhan kelapa sawit di atas lahan tersebut adalah milik PT SMB yang dimiliki oleh H Halim.
“Jika tanaman diakui milik terdakwa, maka mekanisme yang lebih tepat adalah konsinyasi, bukan kriminalisasi. Ini menjadi kejanggalan mendasar yang perlu diuji secara objektif di persidangan,” kata Jan.
Terkait kekhawatiran akan potensi pelarian, Jan Maringka menegaskan bahwa kliennya tidak memiliki niat maupun kemungkinan untuk melarikan diri. Seluruh keluarga H Halim berada di dalam negeri, dan kondisi usia serta kesehatannya tidak memungkinkan untuk menghindari proses hukum.
“H Halim adalah pengusaha nasional, keluarganya ada di sini. Dalam kondisi usia 88 tahun, sangat tidak masuk akal jika ada anggapan akan melarikan diri. Yang kami minta hanyalah kesempatan agar beliau dapat hadir dan berbicara dalam kondisi kesehatan yang layak,” ujarnya.
Tim penasihat hukum juga menyampaikan keprihatinan atas tekanan psikologis yang dialami terdakwa akibat proses hukum yang berjalan di usia senja. Jan Maringka menilai penegakan hukum harus tetap menjunjung tinggi nurani, kemanusiaan, dan keadilan, tanpa mengesampingkan aspek kesehatan dan martabat manusia.
Perkara H Halim sendiri ditunda oleh pengadilan karena terdakwa harus menjalani perawatan intensif. Melalui kesempatan ini, Jan Maringka berharap Majelis Hakim dapat mempertimbangkan permohonan penundaan pencegahan agar terdakwa dapat menjalani perawatan kesehatan secara optimal dan menghadapi persidangan dalam kondisi yang lebih baik.
“Kami berharap mata keadilan tetap terbuka. Penegakan hukum harus berjalan, tetapi kemanusiaan juga tidak boleh diabaikan,” pungkas Jan Maringka. Atas pertimbangan kemanusiaan yang di ajukan oleh Penasehat Hukum Pengadilan Menunda Pengadilan sd 13 Januari 2026.
(Redaksi)











Komentar