Kota Tegal, Sabtu malam (27/12/2025) – Bertempat di Kedai PDKT Ind, Rumah Qur’an, Jl. Arjuna Slerok, Kota Tegal, Komunitas Sastrawan Tegalan menggelar hajatan Sunat Poci. Acara ini digagas oleh Lanang Setiawan, yang juga merupakan sohibul bait, dengan maksud melestarikan tradisi unik masyarakat Tegal khususnya kampung pengusaha warteg seperti Sodskaton, Sidapurna, dan Kepandean di Kecamatan Dukuhturi.



Menurut Lanang Setiawan, Sunat Poci dan Mantu Poci adalah tradisi masyarakat setempat. Tradisi ini dijalankan untuk anggota masyarakat yang ingin mengkhitankan anak atau mengadakan hajatan menarik sumbangan bagi mereka yang belum memiliki anak. Kedua kegiatan ini kini masuk kategori kekayaan intelektual masyarakat Tegal.
Acara Sunat Poci malam itu dikemas dalam bentuk pagelaran monolog. Ridwan Rumani membuka acara dengan cerita pengalaman hidup sebagai tukang becak di Kota Tegal. Berikutnya, penyair Diah Setyowati menampilkan kisah “Aku Mbak Tatiek,” istri almarhum Walikota yang gemar bergelut dengan para pembuat batik. Jimmy Holyfield melanjutkan dengan monolog bertema makna sesungguhnya Sunat Poci. Mbak Retno Kusrini menghadirkan pengalaman seorang wanita Tegal merantau ke Italia. Puncaknya, Apas Kafsdi menampilkan monolog berbahasa Tegal bertemakan cinta dan kejujuran seorang manusia. Penyair tamu, Abu Makmur asal Brebes, membawakan monolog bertema “Makna dari Mantu Poci.”
Ketua Dewan Kesenian Kota Tegal, Andi Suriali Kustomo, menyampaikan apresiasinya atas kegiatan yang digagas Lanang Setiawan. Ia menilai bahwa tekad Lanang untuk menyelenggarakan kegiatan kesenian, baik didanai sendiri maupun dari hadiah kesetiaan beresenian, sangat mengagumkan. “Tahun depan, Mas Lanang layak mendapat anugerah kebudayaan baik dari provinsi maupun dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia,” ujar Andi.
Sementara itu, penyair dan sastrawan Henry Yetus Susmono dari Brebes menilai Lanang Setiawan sebagai pelaku seni budaya yang eksentrik. “Meski dihantam kritik dan tantangan dari berbagai pihak, karena tekadnya ingin mengangkat seni sastra daerah dengan Bahasa Tegal, kegiatan sastra Tegal pun terus berkibar tak terbendung,” ungkap Henry. Ia menambahkan, keberanian dan keteguhan Lanang berdampak positif bagi perkembangan sastra dan teater di Kota Tegal.
(Nurdibyo)



















Komentar