Penulis: Mamat Rahmat – Wartawan mediapatriot.co.id
Subang, Senin 23 Juni 2025
mediapatriot.co.id – Sampah masih menjadi problem utama di hampir semua wilayah, bahkan di lingkungan pemukiman warga. Beberapa daerah merilis angka volume sampah harian yang mencapai lebih dari 300 ton. Namun, itu pun dinilai masih di bawah angka sebenarnya.
Jika menggunakan teori bahwa setiap orang menghasilkan sekitar 0,68 kg sampah per hari, maka jumlah sampah sesungguhnya jauh lebih besar. Cukup kalikan dengan jumlah penduduk ribuan jiwa di satu wilayah, hasilnya akan mencengangkan.
Fakta di lapangan menunjukkan, sampah masih banyak yang tidak terurus. Tidak sulit untuk membuktikannya. Coba saja amati: jalan raya mana yang benar-benar bebas dari sampah? Lorong perumahan mana yang bersih? Area publik seperti halaman sekolah, kampus, kantor, toko, rumah ibadah—semua masih diwarnai oleh sampah berserakan. Bahkan, pekarangan dan rumah pribadi pun tak luput.
Wallahu a’lam bishawab.
Lalu, apakah pemerintah tidak mengurus sampah? Tentu diurus, bahkan terlihat sangat serius. Sudah ada Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Sampah, dengan aturan ideal mulai dari hak, kewajiban hingga larangan.
Perda menjamin hak setiap warga untuk mendapat layanan pengelolaan sampah secara layak dan ramah lingkungan. Di sisi lain, ada kewajiban menjaga kebersihan serta menyediakan tempat sampah masing-masing. Bahkan, larangan pun dibuat detail, seperti tidak boleh buang sampah di sungai, got, saluran air, lorong, taman, dan tempat umum lainnya.
Pertanyaannya: apakah semua itu dijalankan? Hak pelayanan sampah yang layak, nyatanya masih sulit dirasakan. Sekadar membuang tisu bekas atau kaleng minuman di area publik, kadang tidak ditemukan tempatnya.
Larangan pun seolah tak digubris. Makin dilarang, makin dilanggar. Dilarang buang sampah, tapi justru sampah menumpuk di bawah plang larangan. Dilarang merokok, tapi di situlah perokok menikmati hisapannya. Bahkan di pesawat, meski dilarang menyalakan ponsel, justru penumpang sibuk telepon dan main HP.
Ada juga fenomena ironis. Warga Indonesia yang terbiasa abai dengan aturan di dalam negeri, bisa tiba-tiba berubah menjadi sangat tertib saat berada di luar negeri. Tidak membuang sampah sembarangan, tidak merokok sembarangan. Seolah-olah patuh menjadi pilihan yang muncul hanya ketika ada sistem tegas yang mengatur.
“Entah harus dimulai dari mana untuk menertibkan semua itu,” tulis sang penulis. “Agar selesai membuka kulit permen, pembungkusnya dimasukkan ke saku bila tidak tersedia tempat sampah di sekitar.”
Dan akhirnya, seperti biasa, semua kembali ke sikap masing-masing. Kesadaran individu menjadi kunci dalam menjaga lingkungan. Saya hanya bisa bertanya. Entah.