Disusun oleh : Yesenia Chava Hijra Nugroho (161251177)
Dosen Pengampu : Tania Ardiani Saleh, Dra., M.S.
MATA KULIAH LOGIKA DAN PEMIKIRAN KRITIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA 2025
IRONI REPRESENTASI: RAKYAT DIBEBANI, DPR DIMANJAKAN
Oleh: Yesenia Chava Hijra Nugroho
Pendahuluan
UMKM sering disebut sebagai tulang punggung ekonomi negara, petani diagungkan dengan gelar pahlawan pangan, dan pajak dianggap sebagai bentuk gotong royong rakyat untuk negeri. Namun, realitasnya jauh lebih menyedihkan: UMKM tersingkir oleh produk asing, petani terpuruk akibat kebijakan impor, dan rakyat kecil semakin tercekik dengan tarif pajak.
Sementara itu, DPR duduk nyaman di ruangan ber-AC sambil menikmati gaji serta tunjangan fantastis—semuanya berasal dari keringat rakyat Indonesia. Pertanyaannya: siapa sebenarnya yang menjadi beban, rakyat atau wakil rakyat?
Argumen / Isi
Pada tahun 2025, Indonesia mencatat panen besar dengan stok beras terbanyak selama 57 tahun terakhir. Secara teori, Indonesia tak perlu lagi mengimpor beras. Bahkan, salah satu fraksi DPR, yaitu Gerindra, optimis menyatakan bahwa Indonesia bisa lepas dari ketergantungan impor.
Namun kenyataannya, kesejahteraan petani tetap jauh dari harapan. Upah buruh tani rata-rata hanya Rp2,25 juta per bulan, jauh di bawah UMP nasional Rp3,3 juta. Dengan penghasilan terbatas, petani masih harus menghadapi mahalnya harga pupuk, sementara subsidi pupuk sangat terbatas.
Lebih ironis lagi, dalam alur distribusi beras, petani hanya menerima sekitar 43% nilai tambah, sisanya dinikmati distributor, ritel, dan pedagang besar. Dengan demikian, meskipun produksi melimpah, petani tetap menjadi pihak yang paling dirugikan.
Kebijakan impor yang sering dijadikan solusi instan justru menekan harga gabah lokal. Saat harga beras global turun, harga gabah lokal ikut terpuruk, merugikan petani. DPR seharusnya hadir memperjuangkan harga panen dan kesejahteraan petani. Namun, langkah nyata berupa kebijakan pro-rakyat nyaris tidak terlihat.
Hal yang sama terjadi pada pelaku UMKM. Mereka terhambat karena:
- Sulit mendapatkan permodalan akibat mahalnya bahan baku dan bunga pinjaman tinggi.
- Harga bahan baku naik akibat kenaikan pajak—ironisnya, pajak itu justru dialokasikan untuk tunjangan DPR.
- Subsidi sulit diakses sehingga UMKM semakin terdesak dalam persaingan pasar.
- Legalitas usaha terhambat prosedur birokrasi yang rumit dan mahal.
- Minim inovasi produk, membuat UMKM mudah kalah saing dengan produk asing.
Kontras dengan kesulitan rakyat, DPR justru menikmati berbagai tunjangan fantastis:
- Tunjangan beras Rp12 juta per bulan.
- Tunjangan bensin Rp7 juta per bulan.
- Tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan sebagai pengganti fasilitas rumah jabatan.
Ironisnya, kinerja DPR dalam mengawasi kebijakan pangan jauh dari memuaskan. Mereka rajin berbicara tentang kemandirian pangan, tetapi diam ketika harga gabah jatuh. Solusi instan yang selalu diambil adalah impor.
Lebih menyakitkan lagi, saat rakyat dituntut berhemat bahkan untuk pendidikan dan kesehatan, DPR justru menggunakan uang rakyat untuk menunjang gaya hidup mewah. Padahal, sesuai aturan, DPR seharusnya membayar pajak sendiri, bukan dicover APBN. Maka, benar jika dikatakan, “pajak tajam ke rakyat, tumpul ke DPR.”
Kesenjangan ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin DPR menuntut rakyat bersabar menghadapi tekanan ekonomi, sementara mereka sendiri hidup nyaman dari hasil jerih payah rakyat?
Penutup
Kesimpulan
Masalah impor yang menekan harga panen, lemahnya perlindungan terhadap UMKM, serta kebijakan pajak yang mencekik rakyat kecil, semuanya bermuara pada satu persoalan mendasar: gagalnya DPR menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan representasi.
Alih-alih memperjuangkan hak rakyat, DPR lebih sibuk menikmati fasilitas dan tunjangan. Jika kondisi ini terus berlanjut, wibawa DPR akan semakin terkikis dan kepercayaan rakyat terhadap DPR kian hilang.
Saran
- DPR harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang merugikan rakyat.
- DPR wajib berpihak kepada petani dengan menghentikan impor yang merusak harga panen lokal.
- DPR perlu mendorong UMKM agar mampu bersaing secara global dengan memberi subsidi modal, kemudahan legalitas, dan akses pasar.
- Mengadakan pelatihan pra-UMKM gratis agar masyarakat siap mengelola usaha dengan inovasi produk dan manajemen keuangan yang baik.
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran agar uang pajak benar-benar kembali ke rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.
Jika DPR sungguh ingin mengembalikan kepercayaan rakyat, langkah awal adalah menunjukkan keberpihakan nyata pada rakyat kecil, bukan hanya kepentingan kelompok elit.
References
- Dampak Kebijakan Impor terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia. (2024, August 14). DJPb. Retrieved September 2, 2025, from https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/watampone/id/data-publikasi/berita-terbaru/3689-dampak-kebijakan-impor-terhadap-ketahanan-pangan-di-indonesia.html
- Gaji DPR: Antara Legitimasi Hukum dan Krisis Empati Publik. (2025, Agustus 25). Retrieved September 2, 2025, from https://www.uib.ac.id/gaji-dpr-2025-tunjangan-anggota-dewan/?utm_source=
- Lutfha. (2024, Oktober 4). Masalah UMKM dan Solusinya. OY! Indonesia. Retrieved September 12, 2025, from https://www.oyindonesia.com/id/blog/masalah-umkm-dan-solusinya
- Pajak Tajam ke Rakyat Kecil, Tumpul ke DPR dan Orang Kaya. (2025, Agustus 31). Retrieved September 2, 2025, from https://www.inilah.com/pajak-tajam-ke-rakyat-kecil-tumpul-ke-dpr-dan-orang-kaya
- Perbaiki Kesejahteraan Petani untuk Capai Swasembada Pangan. (2025, April 10). Retrieved September 2, 2025, from https://emedia.dpr.go.id/2025/04/10/perbaiki-kesejahteraan-petani-untuk-capai-swasembada-pangan/?utm_source=
Komentar