Sabtu.22/11/2025.Pukul.07:00.WIB.
Mediapatriot.co.id|Langkat-Sumatera Utara-Di tengah percepatan digitalisasi layanan publik dan keuangan, Indonesia kini dihadapkan pada fenomena kejahatan siber yang kian meresahkan: penyalahgunaan identitas atau nominee.
Modus ini menjadikan data seseorang-mulai dari Kartu Tanda Penduduk (KTP), nomor ponsel, hingga rekening bank—sebagai alat transaksi ilegal tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Praktik ini bukan hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga berpotensi menyeret korban ke dalam persoalan hukum yang sama sekali tidak mereka lakukan.
Identitas Pribadi: Aset yang Rentan Disabotase
Data pribadi yang mestinya menjadi hak eksklusif setiap warga negara, kini berubah menjadi komoditas berharga di tangan pelaku kejahatan digital.
Melalui teknik rekayasa sosial (social engineering), phising, hingga pembobolan basis data, para pelaku mampu mengakses informasi sensitif untuk kemudian dipakai sebagai tameng dalam berbagai aktivitas kriminal.
Salah satu yang paling mencolok adalah maraknya penggunaan identitas palsu untuk mengoperasikan rekening judi online dan aktivitas transaksi keuangan mencurigakan lainnya.
Kondisi ini menegaskan bahwa ancaman kejahatan digital tidak semata-mata datang dari kemampuan teknis pelaku, tetapi juga dari kelengahan masyarakat dalam menjaga kerahasiaan data pribadi.
Korban Berisiko Menghadapi Jerat Hukum
Yang membuat modus nominee semakin berbahaya ialah dampak hukumnya.
Penggunaan identitas seseorang dalam transaksi ilegal otomatis menempatkan nama pemilik data sebagai pihak yang bertanggung jawab secara administratif maupun pidana.
Banyak kasus menunjukkan bahwa korban baru menyadari pencurian identitas setelah menerima panggilan penyelidikan, notifikasi penelusuran transaksi mencurigakan, atau pembekuan rekening oleh pihak berwenang.
Dalam perspektif hukum, meskipun korban pada akhirnya dapat membuktikan ketidakterlibatan, proses investigasi tetap menyita waktu, energi, dan reputasi.
Ini menjadi sinyal penting bahwa literasi keamanan digital bukan lagi sekadar kebutuhan teknis, tetapi juga bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat.
Ekosistem Digital yang Perlu Diperkuat
Fenomena ini menghadirkan tantangan multidimensi bagi negara dan penyelenggara layanan digital.
Pemerintah perlu memperluas edukasi publik mengenai keamanan identitas, memperketat regulasi perlindungan data pribadi, serta mendorong penyedia jasa keuangan untuk meningkatkan sistem autentikasi berlapis.
Sementara itu, penegak hukum dituntut lebih adaptif dalam menelusuri kejahatan siber yang kompleks dan lintas platform.
Di sisi lain, masyarakat memiliki peran krusial.
Mengelola data pribadi dengan bijak—seperti tidak mengunggah KTP secara sembarangan, menghindari tautan mencurigakan, serta mengaktifkan verifikasi dua langkah—menjadi pertahanan pertama dari potensi pemalsuan identitas.
Menjaga Ruang Digital agar Tetap Aman
Dalam lanskap digital yang terus berkembang, kejahatan siber juga berevolusi semakin canggih.
Modus nominee hanya satu dari sekian banyak pola penyimpangan yang memanfaatkan kerentanan data masyarakat.
Karena itu, kesadaran kolektif menjadi kunci utama untuk memastikan ruang digital tetap aman dan berkeadilan.
Ancaman ini bukan lagi isu teknis semata, tetapi menyangkut hak asasi warga negara atas privasi dan perlindungan hukum.
Di tengah gempuran ancaman digital, kewaspadaan dan literasi keamanan menjadi benteng terakhir yang wajib dijaga oleh setiap individu.
Identitas adalah martabat. Jagalah sebelum disalahgunakan.
(Ramlan|Mediapatriot.co.id|Kabiro Langkat)




















Komentar